Industri Pelayaran Ikut Sumbang Emisi Karbon di Dunia, Begini Jurus Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah regulasi tentang penerapan Green Ship Strategies.

oleh Arief Rahman H diperbarui 27 Okt 2022, 19:17 WIB
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut kalau sektor pelayaran menyumbang sekitar 2-3 persen emisi gas rumah kava secara global. Maka diperlukan upaya untuk menurunkan emisi tersebut.
Liputan6.com, Jakarta
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut kalau sektor pelayaran menyumbang sekitar 2-3 persen emisi gas rumah kava secara global. Maka diperlukan upaya untuk menurunkan emisi karbon tersebut.
 
Mengingat berbagai komitmen internasional dalam upaya menekan emisi karbon yang dihasilkan. Termasuk salah satunya sektor transportasi. Hal ini disampaikan Menhub dalam konferensi internasional bertema “Shipping Decarbonization in Indonesia” yang diselenggarakan oleh Kemenko Bidang Maritim dan Investasi dan Otoritas Maritim Denmark, Kamis (27/10/2022).
 
“Sektor pelayaran internasional menyumbang sekitar dua hingga tiga persen dari emisi karbon atau gas rumah kaca secara global. Untuk itu, semua pelaku industri maritim perlu berperan aktif untuk mengatasi masalah darurat perubahan iklim akibat pemanasan global," ujar Menhub Budi, mengutip keterangan resmi, Kamis (27/10/2022).
 
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah regulasi tentang penerapan Green Ship Strategies. Diantaranya kewajiban penggunaan bahan bakar rendah sulfur maksimal 0,50 persen m/m, kewajiban penggunaan scrubber untuk kapal dan menerapkan bahan bakar efisiensi energi mengurangi emisi karbon dioksida.
 
Kemudian peremajaan kapal mulai dari kapal milik negara, penggunaan alat bantu navigasi yang ramah lingkungan penggunaan energi matahari, dan kewajiban melaporkan konsumsi bahan bakar kapal untuk semua kapal berbendera Indonesia.
 
Dia menjelaskan, secara bilateral, Indonesia bersama Denmark telah menunjukkan komitmennya untuk mengatasi isu perubahan iklim. Beberapa diantaranya yaitu, kedua negara terlibat dalam penyusunan kesepakatan bilateral dan regional untuk menjaga lingkungan laut dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai pada tahun 2016.
 
Kemudian pada tahun 2021, kedua negara telah memulai kerja sama dan terus konsisten melakukan upaya-upaya dekarbonisasi di sektor pelayaran.
 
“saya berharap kerja sama Indonesia – Denmark dapat terus disinergikan dengan proyek jangka panjang IMO seperti pada program glofouling dan blue solutions, yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon di sektor pelayaran,” ujarnya.
 

Target Kurangi 40 Persen Emisi Karbon

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
 
 Di sisi lain, IMO telah menargetkan pengurangan emisi karbon setidaknya 40 persen pada tahun 2030, dan mengurangi separuh total emisi gas rumah kaca pada tahun 2050. Indonesia sebagai anggota IMO, memiliki posisi yang sangat strategis karena berada di jalur pelayaran internasional.
 
Dengan demikian, Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar untuk menciptakan pelayaran dan lingkungan laut yang lebih hijau dan berkelanjutan.
 
Konferensi internasional ini menghadirkan sejumlah pejabat pemerintah dan pakar, dan bertujuan untuk saling berbagi praktik dan pengalaman terbaik tentang pendekatan praktis serta inovatif mewujudkan industri pelayaran yang ramah lingkungan.
 
Hadir dalam kegiatan ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Sekretaris Jenderal IMO Kitack Lim dan Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste dan ASEAN Lars Bo Larsen.
 
Target Pemerintah Penggunaan Mobil Listrik
 
Pemerintah menargetkan peralihan dari penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke penggunaan kendaraan listrik hingga 2030 sebesar 25 persen. "Transisi itu sedang berjalan dan saya rasa sekarang kurang lebih sudah 12 persen," kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara Special Event Road to G20 By HIMPUNI, di Bogor, Selasa (25/10/2022).
 
Untuk mencapai target tersebut, pihaknya terus mendorong untuk mempercepat ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon.
 
"Tetapi jangan sampai kita membuat program ini akhirnya listrik untuk rakyat jadi mahal. Lalu pembangunan industri tidak kompetitif karena harga produksi naik. Nah ini yang harus kita jaga," ujarnya.
 
Erick mengakui jika infrastruktur pendukung seperti pengisian energi dan fasilitas masih belum masif di Indonesia. Akan tetapi ia menganggap bahwa hal tersebut bukan tantangan besar.
 
"Sebetulnya kan kita punya kebiasaan. Mengisi ulang baterai mobil listrik itu lebih mudah dari pada mencari Pom bensin. Bahkan pakai mobil listrik lebih hemat. Kan bisa charging di rumah, di mal atau dealer," kata dia.
 
Namun begitu, pihaknya akan terus mendorong PLN dan Pertamina untuk memanfaatkan aset yang dimiliki. Misalnya seperti SPBU Pertamina, di pusat perbelanjaan, Kantor PLN untuk dapat menyediakan fasilitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). "Tapi sekarang sudah banyak charging station, di rumah-rumah, di mal. Tapi nanti kita akan taruh lebih banyak lagi," ujarnya.
 

Pensiunkan PLTU

PLN mendorong skema kontrak jangka panjang dengan penambang. Hal terjadi dijadikan strategi jitu untuk mengamankan pasokan batu bara bagi pembangkit milik perseroan.
 
Di sisi lain, pemerintah juga berencana untuk melakukan pensiun dini PLTU batu bara dalam mengurangi emisi karbon dan efisiensi anggaran.  PLTU yang berpotensi untuk dimatikan akan mencapai 15 gigawatt (GW). Rencana ini bakal dilakukan hingga tahun 2040 mendatang.
 
"Sudah ada, 15 GW ini yang potensial untuk shutting down. Apakah dengan angka-angka misalnya 6,8 GW sampai 2030 atau 2040 menjadi 15 GW ini yang kami lihat," ujar Erick
 
Sementara itu, dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 salah satu prioritas yang dibahas adalah transisi energi, dari yang berbasis fosil menjadi energi yang dapat berkelanjutan.
 
Langkah ini merupakan bagian dari upaya memastikan keamanan energi bagi komunitas global, selain membuat dunia lebih bersih karena energi yang berkelanjutan adalah energi hijau. Tantangan transisi energi adalah investasi yang sangat besar.
 
"HIMPUNI sebagai perhimpunan organisasi alumni perguruan tinggi negeri se-Indonesia terpanggil untuk turut serta memikirkan cara terbaik dalam transisi energi tersebut," ujar Koordinator Presidium HIMPUNI Sutopo Kristanto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya