Apa Itu Paris Baguette, Perusahaan yang Diboikot di Korsel Buntut Karyawannya Tewas dalam Kecelakaan Kerja

Kemarahan dari para warga Korea Selatan tersebut karena pihak perusahaan Paris Baguette yang tidak manusiawi.

oleh Natasa Kumalasah Putri diperbarui 28 Okt 2022, 11:53 WIB
Paris Baguette membuka outlet keduanya di Jakarta. (dok/Erajaya Swasembada)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini nama jenama Paris Baguette tengah ramai dibicarakan warganet lantaran terjadibta insiden kematian karyawan perusahaan pastry tersebut di Korea Selatan. Pabrik yang mempunyai perusahaan induk bernama SPC ini bahkan ramai-ramai diboikot oleh warga setempat.

Kemarahan dari para warga Korea Selatan tersebut karena pihak perusahaan Paris Baguette yang tidak manusiawi. Bukannya berduka, perusahaan tersebut justru memerintahkan karyawan yang lain untuk bekerja kembali setelah penemuan jasad dari rekan kerjanya tersebut.

Menurut laporan yang tersebar, karyawan yang ada di sana tetap bekerja setelah beberapa jam dari insiden tersebut. Hal itu lah yang memicu kemarahan warganet terutama warga Korea Selatan.

Adapun CEO dari perusahaan induk pun akhirnya meminta maaf kepada warga Korea usai didesak.

"Saya bertanggung jawab penuh atas kecelakaan ini dan pantas mendapat kritik dari publik. Saya ingin meminta maaf kepada para pekerja pabrik yang bekerja di dekat korban. Perusahaan seharusnya memahami trauma dan kesedihan mereka dan seharusnya lebih perhatian," kata Huh Young In CEO SPC dikutip dari Koreanboo.

Meskipun telah meminta maaf, warga Korea Selatan masih melakukan boikot kepada produk dari Paris Baguette serta perusahaan induknya. Marahnya warga Korea Selatan juga karena pihak perusahaan yang tidak berempati terhadap insiden kematian tragis tersebut.

Berdasarkan keterangan Vice World News, jaringan toko roti itu dikecam setelah seorang stafnya tewas di tempat kerja. Karyawan berusia 23 tahun itu dilaporkan mengoperasikan mesin pencampur saus sendirian saat shift malam pada 14 Oktober 2023 di salah satu pabrik perusahaan.

Selama shift-nya, ia disebut "tertarik ke dalam alat tersebut dan tubuhnya yang hancur ditemukan di mesin keesokan hari oleh rekan-rekannya". Pabrik melanjutkan produksi keesokan harinya. Sementara, karyawan yang melihat dan menarik tubuh rekan kerja mereka yang hancur dari mesin diharuskan bekerja di sebelah lokasi kecelakaan.


Sejarah Paris Baguette

Paris Baguette membuka outlet keduanya di Jakarta. (dok/Erajaya Swasembada)

Paris Baguette adalah sebuah perusahaan roti atau pastry dan bakery yang cukup terkenal. Gerainya ada di mana-mana bahkan di Indonesia pun ada.

Meskipun namanya Paris Baguette, sejatinya perusahaan ini merupakan perusahaan asli dari Korea Selatan.

Namanya sendiri sebelumnya bukanlah Paris Baguette melainkan Sangmidang seperti dijelaskan oleh CEO dari Erajaya Food and Nourishment Gabrielle Halim.

“Konsep bakery Paris Baguette ini sudah ada sejak 1945, tetapi namanya belum Paris Baguette, tapi Sangmidang. Sangmidang itu spirit atau passion. Pada 1988 nama Sangmidang berubah menjadi Paris Baguette,” ujarnya.

Adapun bread dan pastry yang dibuat oleh Paris Baguette memang terinspirasi dari roti-roti serta kue ala Eropa. Namun, yang membuatnya berbeda adalah ada unsur elemen asia dan cita rasa lokalnya dalam roti bergaya Perancis tersebut.

Indonesia sendiri saat ini mempunyai tujuh cabang Paris Baguette dan salah satu cabang terbarunya baru saja buka di PIK Avenue-Pantai Indah Kapuk, Jakarta.


Berkembang Pesat

CEO of Erajaya Food and Nourishment Gabriella Halim saat memperkenalkan beragam menu yang ada di Paris Baguette (Liputan6.com/Komarudin)

Dengan lebih dari empat ribu lokasi di seluruh dunia, termasuk Jakarta, Paris Baguette adalah bisnis yang berkembang pesat. Menurut publikasi bisnis Amerika Franchise Times, waralaba AS. Paris Baguette berada di peringkat ke-25 dalam peringkat 500 sistem waralaba terbesar di AS berdasarkan penjualan global.

Perusahaan berencana membuka 1.000 lokasi di AS pada 2030. Pada hari kematian karyawan tersebut, SPC Group mengumumkan akan membuka Paris Baguette pertamanya di Inggris. Di Korea Selatan, SPC Group juga mengoperasikan merek internasional seperti Shake Shack dan Baskin Robbins.

Ini bukan kali pertama seruan boikot produk riuh disuarakan orang Korea Selatan. Pada 2020 lalu, perusahaan asal Jepang, DHC Corp, terancam diboikot setelah CEO-nya melontarkan komentar dianggap rasis tentang Korea Selatan dan menyebut perusahaannya "murni Jepang".

Pernyataan itu dibuat CEO Daigaku Honyaku Center (DHC), Yoshiaki Yoshida, dalam sebuah pesan di laman resmi perusahaan yang "menyerang" perusahaan saingannya, Suntory. Keduanya bersaing di sektor suplemen kesehatan.

"Untuk beberapa alasan, model yang disewa untuk iklan Suntory hampir semuanya adalah orang Korea-Jepang. Jadi, sepertinya mereka diejek di Internet sebagai 'Chontory,'" tulisnya seperti dilansir dari SCMP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya