Liputan6.com, Jakarta - Di era digital, kekayaan intelektual (hak cipta) sangat rawan disalahgunakan, seperti untuk pembajakan atau tindak kejahatan.
Oleh karena itu, penting untuk melindungi kekayaan intelektual demi keamanan dan pertanggungjawaban yang sah. Namun, butuh upaya keras dalam literasi kekayaan intelektual di ruang digital.
Advertisement
Dalam webinar yang digelar Kemkominfo bersama bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Makassar, Ketua Umum Relawan TIK Indonesia Fajar Eri Dianto, memaparkan beberapa jenis kekayaan intelektual.
"Hak cipta meliputi iptek, sastra, dan seni; serta hak kekayaan industri yang meliputi hak paten, hak merek, hak desain industri, hak tata sirkuit terpadu, hak rahasia dagang, dan hak indikasi geografis," kata Fajar, dikutip Jumat (28/10/2022).
Ia menjelaskan manfaat utama hak kekayaan intelektual adalah perlindungan menyeluruh dalam pemilikan dan pengelolaan karya intelektual, mencakup perlindungan hukum, pemasaran, lisensi dan audit lisensi, serta manfaat royalti.
“Manfaat lainnya adalah memfasilitasi penemu atau pemegang lisensi untuk mendapatkan perlindungan asuransi terhadap temuan yang memiliki nilai komersial,” tuturnya memungkaskan.
Relawan TIK Bangka Belitung Veris Juniardi menambahkan, cara melindungi hak kekayaan intelektual adalah dengan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan HAM, yaitu lewat situs merek.dgip.go.id atau hakcipta.dgip.go.id.
Masa Berlaku Hak Cipta
Ia mengungkapkan masa berlaku perlindungan merek adalah 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek, sedangkan untuk hak cipta berlaku seumur hidup ditambah masa 70 tahun.
"Ada beberapa hal risiko apabila kekayaan intelektual tidak dilindungi. Risiko itu berupa kerugian materil dan kerugian moral. Secara moral, kekayaan intelektual akan kehilangan hak pengakuan, hak pemilikan, dan hak kredibilitas karya," ujarnya.
Sementara secara komersial atau material, Veris menambahkan, apabila kekayaan intelektual tidak dilindungi, si pemilik kehilangan hak royalti, timbul pembajakan atau plagiarisme, serta risiko disalahgunakan untuk kejahatan.
“Ingat, kekayaan intelektual itu dilindungi oleh undang-undang (UU), seperti UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; UU Nomor 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis; UU Nomor 19/2022 tentang Hak Cipta; serta UU Nomor 28/2014 juga tentang Hak Cipta,” kata Veris.
Advertisement
Pelanggaran Hak Cipta
Sementara itu, pelanggaran hak cipta atas kekayaan intelektual orang lain, menurut Praktisi Media dan Penyiar Radio Karmila, merupakan salah satu masalah dalam hal budaya digital.
Pelanggaran itu menyangkut plagiarisme di ruang digital. Namun, dimaklumi terkadang mereka yang melakukan plagiat tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan merupakan pelanggaran hukum.
“Memang dibutuhkan kecakapan digital dalam hal budaya menghargai hasil karya orang lain di ruang digital. Plagiarisme dalam bentuk apapun harus dicegah,” tutur Karmila.
Infografis Seniman Indonesia Mendunia
Advertisement