Liputan6.com, Yangon - Pemerintah militer Myanmar telah memperingatkan bahwa setiap tekanan dari kelompok ASEAN untuk menetapkan kerangka waktu pada rencana perdamaian akan menciptakan "implikasi negatif".
Dilansir Al Jazeera, Jumat (28/10/2022), pemerintah militer membuat pernyataan itu sebagai tanggapan atas pertemuan sebelumnya pada hari Kamis oleh para menteri luar negeri dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang telah membahas cara-cara meredakan konflik yang semakin intensif di negara itu.
Advertisement
Pada Kamis malam, kementerian luar negeri yang ditunjuk militer Myanmar merilis pernyataan menyalahkan gerakan perlawanan bersenjata atas kekerasan dan mengatakan tekanan untuk menetapkan kerangka waktu untuk perdamaian akan menciptakan lebih banyak implikasi negatif daripada yang positif.
Kementerian juga mengatakan bahwa Myanmar “tidak akan terikat dengan hasil pertemuan” karena diadakan oleh sembilan negara ASEAN tanpa kehadiran perwakilan dari Myanmar.
Myanmar telah diguncang oleh konflik dalam beberapa pekan terakhir, termasuk bom parsel yang dikirim ke penjara terbesar Myanmar dan serangan udara pemerintah di Negara Bagian Kachin utara pada hari Minggu, yang menurut laporan menewaskan sekitar 80 orang termasuk banyak warga sipil.
Tidak ada perwakilan Myanmar yang hadir pada pertemuan khusus para menteri luar negeri ASEAN karena para penguasa negara tersebut telah dilarang dari pertemuan tingkat tinggi blok tersebut sejak kudeta militer tahun lalu yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Kekecewaan ASEAN
Ribuan orang telah ditangkap dan dibunuh dalam kekerasan sejak kudeta dan puluhan ribu telah meninggalkan negara itu.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan bahwa para menteri ASEAN menyatakan keprihatinan dan kekecewaan mereka, dan dalam beberapa kasus frustrasi, dengan kurangnya kemajuan yang signifikan dalam pelaksanaan rencana perdamaian untuk Myanmar.
“Alih-alih berkembang, situasinya bahkan dikatakan memburuk,” katanya.
“Tindakan kekerasan sekali lagi harus segera dihentikan,” kata Menlu Retno.
“Tanpa penghentian kekerasan, tidak akan ada kondisi yang kondusif untuk penyelesaian krisis politik ini.”
Advertisement
Upaya Keras ASEAN
Para menteri luar negeri mengakui pada pertemuan itu bahwa upaya mereka untuk membawa perdamaian ke Myanmar telah gagal, tetapi mereka menegaskan kembali tekad mereka untuk mengakhiri kekerasan di negara itu.
“Pertemuan itu sepakat bahwa ASEAN tidak boleh berkecil hati, tetapi bahkan lebih bertekad untuk membantu Myanmar mewujudkan solusi damai secepat mungkin,” kata Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn, yang memimpin pertemuan itu, dalam sebuah pernyataan.
ASEAN telah mencoba memainkan peran perdamaian dengan mengarahkan rencana “konsensus lima poin” yang dicapai kelompok itu tahun lalu sebagai jalan untuk mengamankan perdamaian.
Konsensus lima poin menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog di antara pihak-pihak terkait, mediasi oleh utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan dan kunjungan ke Myanmar oleh utusan khusus untuk bertemu semua pihak terkait.
Awalnya Setuju Tapi Tak Ada Implementasi
Pemerintah Myanmar pada awalnya setuju tetapi tidak banyak melakukan upaya untuk mengimplementasikan rencana tersebut, selain mencari bantuan kemanusiaan dan mengizinkan utusan ASEAN, Prak Sokhonn dari Kamboja, untuk berkunjung. Tetapi para jenderal menolak untuk mengizinkannya bertemu dengan Suu Kyi, yang ditangkap dan diadili atas berbagai tuduhan yang menurut para kritikus dibuat untuk menyingkirkannya dari politik.
Pertemuan Kamis itu dilakukan menjelang KTT tahunan ASEAN pada 11-13 November, di mana fokus utama para pemimpin adalah krisis Myanmar, yang telah mengancam persatuan kelompok itu.
Advertisement