Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti akan ancaman climate change berupa isu pemanasan global (global warming), yang akan semakin parah di 2100. Sehingga menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor bakal semakin tak terduga.
Menurut laporan terbaru Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), Sri Mulyani mengatakan, suhu dunia akan semakin panas pada 2100 nanti.
Advertisement
"Dikatakan bahwa di tahun 2100, dunia pasti kalau tetap status seperti sekarang, akan lebih hangat 2,6 derajat centigrade. Ini adalah level kenaikan suhu yang melewati batas toleransi," tegas Sri Mulyani, Jumat (28/10/2022).
Proyeksi penghangatan suhu bumi tersebut akan semakin panas dibanding batas toleransi yang ditetapkan negara dunia pada 2015, yakni agar tidak melampaui 1,5 derajat centigrade lebih hangat.
Sri Mulyani lantas menggambarkan kondisi dunia bila situasi global warming jadi semakin tak terkondisikan memasuki abad 22.
"Anda tidak tahu, kalau dunia menghangat 1,5 derajat centigrade atau more, maka tidak hanya kutub utara kutub selatan mencair, permukaan naik, tapi juga pola musiman berubah sama sekali," paparnya.
Bencana Alam
Perubahan pola musiman juga akan berimbas terhadap kejadian bencana alam yang semakin tak terduga dan meluas. Otomatis, itu bakal turut berdampak terhadap kegiatan ekonomi global.
"Maka kalau lihat, kita melihat banyak sekali bencana alam, karena tidak ada lagi pola yang dianggap normal. Musim kering bisa panjang sekali, lalu terjadi kebakaran hutan. Musim hujan jadi sangat ekstrem sampai terjadi tanah longsor dan banjir," tuturnya.
"Itu mengancam manusia, itu juga mengancam ekonomi," imbuh Sri Mulyani.
Advertisement
Barang Milik Negara EBT Jadi Senjata Pemerintah Redam Pemanasan Global
Direktur Barang Milik Negara (BMN) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Encep Sudarwan, menyampaikan Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyediakan BMN dibidang Energi baru terbarukan. Guna mengatasi pemanasan global.
“Kita semua berkomitmen untuk mengatasi pemanasan global. Ketergantungan Indonesia pada non renewable energy utamanya batubara,” kata Encep dalam bincang DJKN, Jumat (22/7/2022).
Hal ini sejalan dengan pembahasan dalam Presidensi G20 Indonesia. Dimana Indonesia menargetkan hasil yang konkret terutama dalam bidang green finance.
“Indonesia akan menjadi contoh. Kita mau bicara tentang batubara atau tentang energi terbarukan, Indonesia sudah membuat Energy transition Mechanism (ETM),” ujarnya.
Untuk mewujudkan green finance, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyediakan BMN energi baru terbarukan.
“Kementerian keuangan dengan berbagai kebijakan yang ada ikut mendukung. Tentu kami dari pengelolaan BMN nya yaitu dalam program penyediaan BMN Energi baru terbarukan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Encep menjelaskan, BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Diantaranya dari hibah atau sumbangan, pelaksanaan perjanjian kontrak, ketentuan peraturan Perundang-undangan, dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Adapun tercatat nilai BMN Kementerian ESDM mencapai Rp 26,67 triliun (sumber LBMN tahun 2021). Dia mengatakan, dalam pengelolaan BMN itu tidak sepenuhnya bisa dikelola oleh ESDM, melainkan bisa dialih statuskan ke Kementerian/Lembaga lain.
“Kemudian, ESDM ini penting asetnya cukup besar sekitar Rp 26,67 triliun. Dalam pengelolaan barang milik negara itu ada istilah pengelolaannya digunakan di satkernya, ada yang dialih penggunaan ke Kementerian atau ke lembaga lain, nanti banyak yang dihibahkan atau dialih statuskan, jadi tidak harus selalu dikelola oleh ESDM sendiri,” pungkasnya.