Maybank Indonesia Cetak Laba Rp 1,48 Triliun hingga Kuartal III 2022

Maybank Indonesia mencatat provisi yang lebih rendah disebabkan oleh membaiknya kualitas kredit serta biaya dana (cost of funds), dan biaya overhead yang terkendali.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 29 Okt 2022, 11:13 WIB
Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) mencatatkan laba sebelum pajak (PBT) sebesar Rp1,48 triliun dan laba setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI) sebesar Rp1,06 triliun.

Bank Maybank Indonesia mencatatkan PBT dan PATAMI yang relatif stabil terhadap periode laporan tahun sebelumnya sehubungan dengan loan yield yang lebih rendah akibat persaingan ketat penyaluran kredit, sehingga berimbas kepada pendapatan bunga (interest income) yang menurun. 

Di sisi lain, Maybank Indonesia mencatat provisi yang lebih rendah disebabkan oleh membaiknya kualitas kredit serta biaya dana (cost of funds), dan biaya overhead yang terkendali.

Seiring dengan menurunnya biaya dana, perseroan mencatat margin bunga bersih (net interest margin/nim) menguat dua basis poin menjadi 4,8 persen pada September 2022.

Selain  itu, emiten dengan kode saham BNII mencatat pendapatan non-bunga (fee-based income) di luar pendapatan fees global market sebesar Rp1,23 triliun yang bersumber daripada pendapatan fee terkait bisnis pembiayaan dan ritel, serta anak perusahaan. 

Sementara, fees terkait global market mengalami penurunan sebesar 63,7 persen disebabkan oleh dinamika suku bunga global dan volatilitas pasar yang menyebabkan pendapatan fee-based turun 10,4 persen yoy.

Seiring dengan aktivitas perdagangan serta bisnis yang terus bergerak naik pada sembilan bulan pertama  2022 telah mendorong permintaan akan pembiayaan, terutama bagi perusahaan berskala besar dan korporasi, serta ritel sehubungan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat. 

Adapun faktor-faktor eksternal tersebut telah berkontribusi kepada total pembiayaan yang tumbuh signifikan sebesar 12,8 persen menjadi Rp111,45 triliun dari Rp98,78 triliun tahun lalu.

Kredit segmen global banking telah mencatat pertumbuhan pesat sebesar 25,0 persen menjadi Rp45,63 triliun dari Rp36,50 triliun pada periode sama tahun sebelumnya untuk mendukung berbagai proyek pembangunan dan ekspansi bisnis, di antaranya, sektor infrastruktur, manufaktur, serta perdagangan  global.

 


Kredit

Ilustrasi pinjaman (Foto: Unsplash/Scott Graham)

Kemudian, kredit segmen community financial services (CFS) terdiri dari kredit ritel dan non-ritel tumbuh 5,7 persen menjadi Rp65,81 triliun dari Rp62,29 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kredit segmen retail small and medium enterprises (RSME) tumbuh 5,7 persen menjadi Rp12,76 triliun dari  Rp12,07 triliun. 

Sementara, bagi usaha segmen small and medium enterprises dengan segmentasi plafon  kredit lebih besar (atau disebut sebagai SME+ oleh Bank) tumbuh 1,3 persen menjadi Rp5,08 triliun dari Rp5,01 triliun seiring dengan aktivitas bisnis dan perdagangan yang kembali normal.

Bank terus melakukan upaya rebalancing terhadap portofolio pembiayaan khususnya segmen non-ritel dengan berfokus pada penyaluran kredit agar kredit tersebut dapat bermanfaat bagi kelangsungan usaha nasabah. 

Dengan demikian kredit non-ritel segmen business banking mengalami penurunan sebesar 14,9 persen, di mana hal ini berimbas kepada total kredit segmen CFS non-ritel yang turun 3,6 persen yoy. Sehubungan dengan meningkatnya daya beli masyarakat, total kredit segmen CFS ritel (konsolidasian) tumbuh 13,8 persen menjadi Rp37,74 triliun dari Rp33,18 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Bisnis kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA) tumbuh 12,5 persen menjadi Rp2,83 triliun dari Rp2,51 triliun, diikuti pembiayaan otomotif anak perusahaan yang tumbuh 20,0 persen menjadi Rp18,33 triliun dari Rp15,27 triliun. 

Kredit pemilikan rumah (KPR) naik 8,2 persen menjadi Rp16,03 triliun dari Rp14,82 triliun  tahun lalu, dan segmen tersebut masih terus menunjukkan pertumbuhan sejak awal 2022. Total simpanan nasabah tumbuh 5,0 persen menjadi Rp107,00 triliun dari Rp101,88 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

 


CASA Bank

Ilustrasi Bank

CASA Bank tumbuh 21,6 persen didukung Giro yang tumbuh 33,9 persen menjadi Rp32,44  triliun dari Rp24,24 triliun sementara Tabungan naik 7,6 persen menjadi Rp22,93 triliun dari Rp21,31 triliun  tahun lalu.

Simpanan berjangka turun 8,4 persen menjadi Rp51,63 triliun dari Rp56,34 triliun tahun lalu.  Hal ini sejalan dengan strategi Bank untuk terus memperkuat likuiditas melalui simpanan berbiaya rendah, dan mengandalkan layanan digital untuk menghimpun simpanan nasabah. 

Dengan demikian, rasio CASA Bank terus membaik dan tercatat menguat sebesar 51,8 persen pada September 2022 dari 44,7 persen pada September 2021. Di tengah prospek ekonomi yang membaik, Bank mencatat penurunan beban provisi sebesar 23,1 persen menjadi Rp818 miliar didukung upaya Bank dalam melakukan restrukturisasi, khususnya pada kredit  nasabah yang terdampak pandemi.

 

 


Rasio Keuangan

Ilustrasi daftar kode bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

Bank mencatat rasio non performing loan (NPL) konsolidasi membaik menjadi 3,5 persen (gross) dan 2,5 persen (net) pada September 2022 dari 4,6 persen (gross) dan 2,9 persen (net) pada September 2021, dan 3,7 persen (gross) and 2,6 persen (net) pada Desember 2021, serta penurunan saldo NPL sebesar 16,3 persen yoy.

Selain itu, Maybank Indonesia terus menerapkan  prinsip kehati-hatian serta menerapkan risk posture yang konservatif.

Di tengah kegiatan bisnis yang terus berangsur normal, Bank mencatat biaya overhead tetap terkendali  sebesar Rp4,33 triliun. Bank tetap disiplin dalam menerapkan kebijakan pengelolaan biaya secara  berkelanjutan di seluruh organisasi maupun di dalam kegiatan usahanya, agar setiap biaya yang  dikeluarkan dapat meningkatkan pendapatan Bank.

Posisi likuiditas Bank tetap kuat dengan rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) berada di posisi yang sehat pada level 90,2 persen. Sementara, rasio kewajiban pemenuhan kecukupan likuiditas atau liquidity coverage ratio (LCR) tercatat 176,9 persen pada September 2022, berada di  atas tingkat minimum yang diwajibkan regulator yakni sebesar 100 persen.

Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) tetap kuat sebesar 24,7 persen pada September 2022, dengan total modal Bank sebesar Rp 28,02 triliun pada September 2022. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya