Liputan6.com, Jakarta - Petak Sembilan, Glodok, menjadi surga kuliner yang wajib dikunjungi bila sedang berkunjung ke Jakarta. Petualangan rasa makin seru dengan ditemani pemandu dari Jakarta Good Guide.
Tur jalan-jalan digelar Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta pada Sabtu pagi, 22 Oktober 2022, yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Jakarta kepada wisatawan domestik, khususnya dari Medan, Balikpapan, dan Makassar. Titik mula adalah sebuah restoran di sudut jalan, dekat gerbang utama kawasan Pecinan, yakni Pantjoran Tea House.
Indra Diwangkara, pemandu kami, menjelaskan restoran itu adalah salah satu landmark Pecinan, selain gapura. Tempat yang dibangun pada 1904 itu awalnya berfungsi sebagai apotek bernama Chung Hwa. Dikelola oleh warga keturunan Tionghoa, apotek tersebut beroperasi hingga ditutup pada 1970.
Baca Juga
Advertisement
"Bangunan itu akhirnya direvitalisasi pada 2015 lewat proyek Jakarta Old Town Revitalization Corporation dan Jakarta Endowment for Arts and Heritage," ujar Indra.
Hanya sekitar 20 persen bangunan asli yang dipertahankan sampai sekarang. Fungsinya pun diubah menjadi tempat ngeteh. "Karena di Jakarta itu kan tempat ngeteh sedikit ya, enggak seperti tempat ngopi, ada di mana-mana," sambungnya.
Selain itu, pihak restoran mempertahankan tradisi menyediakan teh gratis bagi mereka yang lewat yang disebut patekoan. Sesuai namanya, delapan teko enamel ditaruh di meja panjang depan trotoar, disertai gelas kertas kecil untuk meminumnya.
"Kapten Gan Djie (pemilik apotek) punya istri orang Bali. Rumahnya besar sekali. Orang yang lalu-lalang dulu sering istirahat di depan rumahnya. Dia ngerasa kasihan dengan orang-orang itu, akhirnya berinisiatif menyediakan teh. Ada delapan teko, siapa pun yang mau ambil, boleh," tuturnya.
Tehnya adalah teh nusantara, khususnya dari Jawa Barat. Wangi teh melati menguar dari minuman tanpa gula itu. Rasanya juga tak sepet, membuat nyaman tenggorokan. Jangan khawatir tak kebagian karena teko kerap diisi ulang.
Camilan Jadul
Nuansa lama masih kental terasa di Petak Sembilan, begitu pula dengan sejumlah jajanan yang dijual. Rombongan kami dibawa singgah ke toko camilan pinggir jalan yang menjual beragam permen jadul.
Dari permen susu yang kertasnya bisa dimakan, permen kacang, permen jagung, hingga nougat tersedia di toko tersebut. Konsumen bisa membelinya dengan mencampur segala jenis permen yang disuka dengan kocek Rp25 ribu seperempat kilogram.
"Kalau mau beli permen susu, beli yang Panda, jangan yang Rabbit. Gelatinnya enggak halal," ucap Indra mengingatkan.
Kami juga sempat jajan ci cong fan di gerobak pinggir jalan. Makanan khas Medan ini mungkin kurang familiar bagi mayoritas warga Jakarta. Namun, jangan ragu untuk mencobanya.
Ci cong fan terbuat dari tepung beras dan pati gandum. Bentuknya berupa lembaran, berwarna putih, teksturnya sekilas mirip kwetiau, tetapi lebih tipis dan lebar.
Penjual akan memotong-motongnya kemudian disiram dengan kecap asin dan saus asam manis pedas. Sering pula disajikan bersama gorengan pendamping seperti uyen, siomay, dan lumpia sayur. Uyen adalah bola talas goreng dengan tekstur garing. Sebagai sentuhan akhir, penjual akan menaburi bawang goreng dan wijen di atasnya. Seporsi ci cong fan bersama gorengannya dihargai Rp20 ribu.
Jangan lupa untuk singgah di gerobak penjual es jeruk dekat Kelenteng Toasebio, yakni Hegar Mandiri. Jeruknya segar untuk melepas dahaga, ditambah gula asli yang dikerubungi lebah.
Advertisement
Toko Kelontong 4 Generasi
Di antara gang sempit, sebuah toko dengan gerbang kayu merah dan papan nama bertuliskan huruf mandarin menarik perhatian saya. Ada jembatan kecil penghubung jalan di gang dan pintu gerbang itu.
Ternyata, itu adalah toko kelontong yang menyediakan beragam kebutuhan dapur. Banyak produk yang dijual ditujukan untuk resep-resep khas makanan oriental. Saya bisa menemukan saus mala botolan yang biasa digunakan untuk makanan berkuah. Saus merah bercita rasa pedas itu jarang ditemui di warung biasa.
Ada pula beragam rempah yang biasa digunakan sebagai bumbu maupun teh herbal. Saat sedang asyik melihat-lihat, seorang bapak mendekati saya dan teman untuk menawari dagangannya.
Ia mengajak kami ke etalasi yang menjual kecap. "Saya kasih tahu rahasianya untuk buat nasi goreng yang enak," ujarnya.
Benda yang dituju ternyata adalah kecap ikan. Ia menerangkan bahwa kecap ikan sebaiknya dituangkan sesaat sebelum nasi goreng diangkat dari wajab. Cita rasanya akan lebih kaya dan nasi goreng pun jadi lebih harum menggoda selera.
Tips lain diberikannya soal rahasia gorengan tetap garing walau sudah lama digoreng. Kuncinya ternyata pada tepung kentang, bukan terigu. "Nanti kita balik lagi ya, Pak," ucap teman saya menolak halus tawarannya.
Meski begitu, ia tetap tersenyum ramah. Ia pun meminta kami mengajak orang lain jika kembali ke toko yang ternyata sudah ada selama empat generasi.
Pastry ala Prancis
Indra lalu memandu rombongan menuju sebuah toko roti di salah satu gang sempit di Petak Sembilan. Berhadapan dengan warung bakso, LIT Bakehouse terlihat beda sendiri. Bukan makanan oriental yang disajikan, tetapi beragam pastry ala Prancis yang kebanyakan bercita rasa manis.
"Ini salah satu yang direkomendasiin oleh Jakarta Dessert Week," cetus Indra.
Ada beberapa kursi di teras depan toko, cocok untuk yang ingin nongkrong di luar ruang. Tapi karena cuaca hari itu sangat panas, saya memilih ngadem di dalam sambil memilih-milih pastry mana yang hendak dibeli.
Dari croissant, pain au chocolate, hingga donat bisa dipilih sesuai selera. Rata-rata harganya di atas Rp20 ribu per buah. Tapi, harga tersebut sepadan dengan volumenya yang cukup besar, bahkan bisa dibagi dua bersama teman.
Saya mencoba donat ketan hitam yang katanya menjadi salah satu favorit. Manisnya pas, teksturnya juga membal. Selain dilumuri selai ketan di permukaan, donat itu juga berisi saus ketan di dalam. Satu donat untuk dimakan sendirian saat sedang lapar-laparnya sangat mengenyangkan. Hanya saja, mulut belepotan karena isian yang melimpah ke luar.
Dikutip dari laman Plus Jakarta, toko roti itu didirikan oleh chef lulusan Sydney, Lalita Setiandi, generasi ketiga pemilik toko legendaris Tian Liong. Ia sengaja membuka toko di kawasan itu pada awal 2020 untuk meramaikan Glodok yang terdampak pandemi.
Advertisement