Liputan6.com, Jakarta Berdendang Bergoyang Festival tak bisa melanjutkan gelaran musiknya hingga selesai. Festival musik yang seharusnya diadakan tiga hari pada 28-30 Oktober 2022, harus terhenti hingga hari kedua saja.
Pihak kepolisian mencabut izin penyelenggaraan festival musik tersebut. Alhasil, banyak yang melayangkan kekecewaannya terhadap festival Berdendang Bergoyang tersebut.
Terkait hal ini, pengamat sekaligus praktisi musik Wendi Putranto, turut memberikan pandangannya. Menurutnya, salah satu poin yang menjadi faktor kesalahan dari konser ini adalah pemilihan lokasi festival.
"1. Kesalahan utama adalah pemilihan venue Istora Senayan untuk festival star studded line-up nasional seperti ini. Indoor Istora itu kapasitas 7000 pax, diisi +10.000 aja tanpa ada panggung-panggung lain aja sudah padat banget traffic crowdnya," tulis Wendi Putranto melalui Twitter-nya pada Minggu (30/10/2022).
Baca Juga
Advertisement
Susah Pindah Panggung
Wendi Putranto yang memang hadir di Berdendang Bergoyang selama dua hari, menyaksikan dan merasakan betul bagaimana festival tersebut memang begitu dipadati penonton sehingga mobilitas dari panggung ke panggungnya begitu sulit dan terhambat.
"Susah buat pergeseran crowd antar panggung pastinya. Rata-rata penampil adalah nama-nama besar semua dengan fanbase ribuan orang, ngebayanginnya aja ngeri tumplek blek di satu venue. Itu makanya Java Jazz Fest check out dari Senayan lebih dari 1 dekade lalu, udah gak muat lagi," sambungnya lagi.
Advertisement
Idealnya di Ji-Expo
Lebih lanjut, Wendi Putranto berpandangan bahwa untuk festival dengan line up seperti Berdendang Bergoyang ini memang sepatutnya memilih venue yang lebih besar lagi seperti di JI-Expo Kemayoran misalnya.
"ini idealnya memang di JIEXPO venuenya, semua fasilitas publik sudah sangat mendukung. Bicara bakal rame atau sepi karena diadakan setelah Pespor dan Sync Fest itu topik lain lagi untuk dibahas," tambah Wendi Putranto.
Bentrok dengan Acara Lain
Tak hanya itu, kepadatan juga sudah terjadi dari mulai luar area festival. Pasalnya di hari yang sama, berbarengan juga dengan event lain yang juga mengundang begitu banyak pengunjung di area Senayan dan GBK. Imbasnya, banyak pengisi acara yang pada akhirnya telat datang karena akses menuju lokasi acara sangat terhambat.
"Bikin acara sebesar ini di GBK juga potensial clash dengan acara-acara besar lainnya. Kemarin BB Fest ini bentrok dengan Festival Jajan Bango, Green Festival dan INACRAFT, semuanya puluhan/ratusan ribu pengunjung, walhasil macet gila-gilaan di sekitar kawasan Senayan," tulis Wendi Putranto.
"Banyak artis yang mesti hadir awal banget atau kemudian tiba di venue telat dan berakibat rundown molor. Saya sendiri kebetulan survey lokasi sebelum hari-H dan info ke band agar datang tanpa bawa kendaraan pribadi untuk meminimalisasi risiko telat," tambahnya.
Advertisement
Masalah Lain
Selain itu, Wendi Putranto juga menyoroti hal-hal lain dalam festival tersebut mulai dari penanganan sampah, crowd control management, hingga show management. Terlepas dari itu, Wendi Putranto bersyukur Berdendang Bergoyang Festival tak berakhir seperti Tragedi Kanjuruhan.
"Semakin banyak amatir bikin festival dengan ribuan/puluhan ribu penonton maka semakin dekat pula kita dengan Tragedi Kanjuruhan versi Musik. Untungnya itu tidak terjadi kemarin dan jangan sampai pernah terjadi di depan nanti. Demi showbiz yg lebih aman dan nyaman. Semoga!" tutupnya.