Liputan6.com, Blora - Terkait kasus pemerkosaan terhadap siswi SLB di Blora yang sudah dua tahun belum juga terungkap pelakunya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2AKB) Jateng, Retno Sudewi, ikut angkat bicara lantaran lambannya pengungkapan kasus menunjukkan adanya fakta bahwa pemerintah 'kebobolan' terhadap kasus rudapaksa siswi SLB tersebut.
Sudewi mengungkapkan, perlu keterlibatan semua pihak untuk saling bersinergi supaya kasus yang telah dilaporkan resmi hingga dua kali ke Polres Blora ini bisa terungkap dan tidak lagi terjadi.
Advertisement
"Kita harus bersinergi atau berkolaborasi, kadang informasi itu penting, misalnya lewat forum anak. Ada teman-temannya laporkan. Kemudian lewat organisasi perempuan, itu juga laporkan kepada kami supaya kalau ada seperti itu, harus segera kita tangani," ungkapnya saat diwawancarai Liputan6.com di Pendopo Bupati Blora, Minggu (30/10/2022).
Ia berpendapat bahwa dalam persoalan kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, supaya tidak terulang yakni terpenting adalah bersama-sama melakukan pencegahan mulai dari tingkat desa. Oleh sebab itulah, alasannya membentuk desa ramah perempuan dan peduli anak.
Menurutnya, Pemkab Blora sendiri saat ini sudah mendapatkan predikat kabupaten layak anak. Sehingga perlu lebih mengoptimalkan lagi dalam menuntaskan persoalan-persoalan yang menimpa anak, dan tidak berhenti setelah mendapatkan penghargaan.
"Kalau nanti semuanya care (peduli) tidak akan terjadi rudapaksa seperti itu. Pemerintah harus tanggap, kemudian dengan penta helix kita harapkan semuanya harus tanggap. Harus care kepada siapa? perempuan dan anak dong," terang Sudewi, sapaan Kepala DP3AP2AKB Jateng.
"Kalau sudah kebobolan seperti ini, ayo kita tingkatkan lagi. supaya tidak terjadi lagi dengan cara pencegahan," imbuhnya.
Cari Solusi
Terkait informasi yang disampaikan ini, Sudewi menuturkan pihaknya akan turut menggali informasi lebih lanjut. Serta, menyampaikan biasanya kalau seperti di Blora ini pihak pemangku kepentingannya tidak bisa menangani, supaya dirujuk saja ke Jawa Tengah.
"Selama ditangani kita akan memantau, memonitoring. Makanya kita di Provinsi Jawa Tengah menekankan supaya dibentuklah UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah) untuk PPA (Perempuan dan Perlindungan Anak)," tuturnya.
Lebih lanjut, Sudewi menyarankan terkait kasus rudapaksa yang nantinya korban akan melahirkan dua kali ini supaya dilakukan tes DNA. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui struktur genetik di dalam tubuh seseorang dan mendeteksi kelainan genetik. Selain itu, juga bisa untuk mengetahui status kekerabatan.
"Bisa juga dilakukan tes DNA, kalau nggak nanti dirujuk ke Provinsi Jawa Tengah saja untuk melakukan tes DNA," katanya.
Sebelumnya, Ainia Sholichah, bunda forum anak se-Kabupaten Blora yang juga Istri Bupati Blora Arief Rohman, ternyata sempat turut andil memberi nama bayi dari rahim seorang ibu disabilitas korban rudapaksa tersebut. Namun yang miris, hingga saat ini, praktis sudah dua tahun dan dua kali dilaporkan, polisi belum juga berhasil menangkap pelakunya. Bahkan korban hamil hingga dua kali.
Korban rudapaksa tersebut merupakan seorang siswi salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) di Blora. Dikabarkan, bayi yang dilahirkan pertama itu sudah meninggal dunia lantaran sakit, dan diprediksi bahwa korban akan kembali melahirkan bayi yang kedua pada Desember 2022 mendatang.
Advertisement