Tak Hanya 2, BPOM Ungkap 1 Lagi Perusahaan yang Cemaran EG dan DEG Produknya Melebihi Batas

Bukan hanya PT Yarindo Farmatama dan Universal Pharmaceutical Industries, ada satu lagi produsen obat yang produknya mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.

oleh Diviya Agatha diperbarui 01 Nov 2022, 15:31 WIB
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyampaikan keterangan dalam konferensi pers terkait obat sirup di Gedung BPOM, Jakarta, Minggu (23/10/2022). Menurut Kepala BPOM Penny K. Lukito, sirup Termorex terkait Konimex dipastikan hanya tercemar pada batch tertentu yakni nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik 60 ml. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sudah menyatakan dua produsen farmasi apa saja yang terbukti memiliki produk dengan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas.

Dua produsen tersebut adalah PT Yarindo Farmatama dan Universal Pharmaceutical Industries. Namun selain itu, Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengungkapkan bahwa ada satu lagi produsen yang produk obat sirupnya mengandung EG dan DEG melebihi batas.

"Dari perluasan sampling dan pengujian produk sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, kami menemukan produk obat sirup paracetamol drop, paracetamol syrup rasa peppermint produksi PT Afi Farma," ujar Penny dalam konferensi pers Hasil Penindakan IF yang Memproduksi Sirup Obat TMS, Senin (31/10/2022).

"Jadi ada satu produsen ketiga, produsen baru yang diduga ada unsur pidana. Berdasarkan pengujiannya, kandungan dari produk dan bahan baku sudah menunjukkan kandungan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas."

Sehingga merespons hal ini, PT Afi Farma menjadi produsen selanjutnya yang dikenakan sanksi berupa penarikan dan pemusnahan produk. Setidaknya ada 7 produk dari PT Afi Farma yang kadar EG dan DEG-nya melebihi batas.

"Ada juga bahan baku yang menunjukkan kadar melebihi standar. Sehingga kami hold untuk seluruh produknya. Produk sediaan cair dari obat anak-anak, ini kami hold semuanya dan segera dikenakan sanksi administrasi," kata Penny.

Penny mengungkapkan bahwa perusahaan diberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan barang, dan pemusnahan. Setelah itu, sertifikat keamanan dan izin edarnya pun dicabut.


Produk Mengandung EG dan DEG

Ilustrasi Obat Sirup (unsplash.com/Towfiqu Barbhuiya)

Sebelumnya, Penny mengonfirmasi soal dua perusahaan yang produknya mengandung propylene glycol yang di dalamnya terdapat EG dan DEG di atas ambang batas.

"Dua industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut propylene glycol yang mengandung EG-DEG di atas ambang batas yaitu PT Yarindo Farmatama yang beralamat di Serang, Banten dan Universal Pharmaceutical Industries yang beralamat di Medan, Sumatera Utara," ujar Penny.

Penny menjelaskan, barang bukti dari PT Yarindo Farmatama yang disita adalah bahan baku, produk jadi, bahan pengemas, dan dokumen penyerta.

Sedangkan dari Universal Pharmaceutical Industries yang disita adalah Unibebi Demam Sirup, Unibebi Demam Drop, Unibebi Cough Syrup, dan bahan baku propylene glycol produksi Thailand.

Sehingga kedua produsen tersebut nantinya akan dipidanakan karena terbukti tidak memenuhi standar (TMS). Selain itu, ada pula denda berupa uang yang akan dilayangkan pada keduanya.


Pidana dan Denda Berupa Uang

Polisi melakukan pemantauan penjualan obat terlarang seiring kasus Gagal ginjal akut yang marak. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Berdasarkan aturan yang berlaku, dua produsen tersebut akan dikenakan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan dalam UU keamanan konsumen, produsen dapat dikenakan pidana paling lama 5 tahun dan denda sebanyak Rp2 miliar.

"Kalau nanti terbukti ada kaitannya dengan kematian, tentunya akan ada ancaman lain. Ada lain lagi kalau sudah terbukti," kata Penny.

Proses investigasi pada dua produsen tersebut akan tetap dilanjutkan dan dicari tahu kaitannya dengan kematian yang terjadi pada ratusan anak di Indonesia.

Lebih lanjut Penny mengungkapkan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh dua produsen tersebut berkaitan dengan pelanggaran ketentuan lantaran memproduksi obat dengan bahan tambahan yang tidak memiliki bahan persyaratan bahan baku obat.

"Kesalahan pelanggaran PT Yarindo Farmatama dalam hal ini adalah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi syarat dengan cemaran EG di atas batas aman, sehingga produk tidak memenuhi persyaratan," kata Penny.


Tidak Lapor Saat Ada Perubahan Bahan Baku

IDAI imbau orang tua untuk tidak memberikan obat bebas tanpa rekomendasi nakes pada anak terkait kasus gagal ginjal akut. (unsplash.com/Myriam Zilles)

Penny menjelaskan, PT Yarindo Farmatama tidak melaporkan apabila dilakukan perubahan bahan baku obat, tidak melakukan kualifikasi pemasok supplier BBO (bahan baku obat), dan tidak melakukan pengujian sendiri pada bahan baku yang digunakan.

"Produk PT Yarindo yaitu Flurin DMP Sirup terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, di mana syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/ml," ujar Penny.

Selain itu, Penny pun menegaskan bahwa BPOM memiliki catatan industri farmasi mana saja yang tingkat kepatuhannya tidak baik. Seperti PT Yarindo Farmatama yang akhirnya ketahuan tidak memenuhi ketentuan.

Lebih lanjut Penny mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan penelusuran pada distributor bahan baku kimia yang memasuk propylene glycol pada Universal Pharmaceutical Industries.

"BPOM betul-betul mempunyai komitmen untuk menyelesaikan perkara ini. Berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan stakeholder terkait," kata Penny.

Infografis STOP! Jangan Minum Obat Sirup Dulu, Termasuk Parasetamol Cair (Liputan6/com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya