Liputan6.com, Jakarta - Peta jalan Indonesia menuju nol emisi karbon atau Net Zero Emission (NZE) sejauh ini cukup berimbang. Pemerintah dianggap telah mempertimbangkan berbagai aspek, terutama menyeimbangkan aspek ekonomi dan keberlanjutan pasokan energi.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sektor energi akan jadi salah satu instrumen utama dalam mencapai target NZE. Implementasinya pun bakal mengandalkan dua perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor energi, Pertamina dan PLN.
Advertisement
"Dalam kaitannya dengan hal tersebut, sebagai BUMN, Pertamina dan PLN kemungkinan akan menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam upaya mencapai target NZE di sektor energi," kata Komaidi dalam keterangan tertulis, Senin (31/10/2022).
Komaidi berpendapat, Pertamina kemungkinan akan menjadi salah satu pihak yang berperan penting. Adapun menurut informasi yang beredar, Pertamina hingga 2060 target mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 81,4 juta ton CO2e.
"Dalam upaya mencapai target NZE pada kegiatan usaha hulu migas di dalam negeri, Pertamina kemungkinan juga akan menjadi pihak yang diandalkan. Pertamina tercatat berkomitmen melakukan kegiatan operasi produksi migas dengan lebih ramah lingkungan," sebutnya.
Berdasarkan catatannya, Pertamina merupakan perusahaan migas yang paling aktif dalam upaya penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), dimana sekitar 80 persen di antaranya dikerjakan Nicke Widyawati dan kawan-kawan.
Seimbang
Senada, Komaidi juga menyatakan PLN bakal jadi pemain kunci dalam target penerapan Net Zero Emission di sektor energi. "Penurunan emisi gas rumah kaca terbesar di sektor kelistrikan ditargetkan berasal dari pembangkit listrik," imbuhnya.
Secara proyeksi, emisi sektor energi pada 2060 ditargetkan sebesar 401 juta ton CO2e akan berasal dari penggunaan energi pada sektor industri, transportasi, komersial, rumah tangga.
"Sementara pada tahun 2060 pembangkit listrik di Indonesia ditargetkan telah mencapai NZE," kata Komaidi.
Jika mencermati peta jalan sektor nol emisi karbon yang ada, pencapaian NZE pada sektor kelistrikan kemungkinan akan dilakukan dengan menyeimbangkan antara porsi pembangkit berbasis fosil dengan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Kapasitas berbangkit fosil dikurangi secara bertahap. Sementara kapasitas pembangkit EBT ditambah secara bertahap," pungkas Komaidi.
Advertisement
Kalla Group Komitmen Kembangkan EBT di Indonesia
Sebelumnya, kelompok bisnis keluarga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kalla Group menginjak usia 70 tahun. Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) disebut jadi satu prioritas yang akan diambil kedepannya.
President Director Kalla Group Solihin Jusuf Kalla menyebut bauran EBT ditarget mencapai 23 persen di 2024. Sementara, pada 2020 lalu, bauran EBT belum sampai setengahnya dari target itu. Kalla Group, melihat peluang tersebut.
Solihin mengatakan, Kalla Group memiliki komitmen dalam pemenuhan Net Zero Emission pada 2060. Dukungan terhadap visi green energy telah direalisasikan melalui anak perusahaan, yakni PT Poso Energy dan PT Malea Energy.
“Kami mendukung percepatan transisi energi dari energi fosil menuju green energy, agar terwujud kemandirian energi, ketahanan energi, pengembangan berkelanjutan, ketahanan iklim, dan kondisi rendah karbon, untuk bumi yang lebih baik,” ujarnya dalam Peringatan 70 Tahun Kalla Group, di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta Pusat, ditulis Sabtu (29/10/2022).
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan energi baru terbarukan. Transisi energi menjadi salah satu dari tiga topik utama dalam Presidensi G20 Indonesia tahun ini, dan menjadi prioritas dalam pembangunan Indonesia di masa depan.
Pemerintah Tak Bisa Sendiri
Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pembangkit listrik berbahan bakar batu bara masih mendominasi dari total kapasitas nasional, yaitu sebesar 50 persen. Pembangkit listrik berbahan bakar gas sekitar 28 persen. Sementara itu, bauran energi baru terbarukan pada tahun 2021 sebesar 11,7 persen.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri mewujudkan green energy. Upaya ini membutuhkan kerjasama banyak pihak, termasuk swasta yang bergerak di sektor energi.
“Melalui PT Poso Energy, Kalla membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Poso di Sulawesi Tengah, dan telah menghasilkan listrik sejak tahun 2012. PLTA Poso menjadi pembangkit energi baru terbarukan terbesar di Indonesia Timur dengan total kapasitas 515 MW,” jelasnya.
Advertisement