BPOM Temukan 7 Produk PT Afi Farma Terindikasi Unsur Pidana Terkait Gagal Ginjal Akut

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menemukan obat yang diduga berkait dengan kasus gagal ginjal akut pada anak dengan indikasi disebabkan oleh konsumsi obat sirup.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 31 Okt 2022, 18:25 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito saat konferensi pers terkait hasil uji klinis obat untuk Covid-19 dari UNAIR di Kantor BPOM, Jakarta, Rabu (19/8/2020). Penny Lukito menyatakan hasil uji klinis tahap tiga obat Covid-19 dari Universitas Airlangga (UNAIR) belum valid. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menemukan obat yang diduga berkait dengan kasus gagal ginjal akut pada anak dengan indikasi disebabkan oleh konsumsi obat sirup.

Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, produk tersebut berjenis paracetamol sirup hasil produksi dari PT Afi Farma.

"Ada dugaan produk tersebut mengandung unsur pidana. Hal itu berdasarkan pengujian dari kandungan produk dan bahan baku yang sudah menunjukkan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas," kata Penny saat jumpa pers di Jakarta, Senin (31/10/2022).

Dia menambahkan, meski sudah terindikasi pidana, BPOM baru menertibkan sanksi farmasi saja terhadap produsen farmasi yang berlokasi di Kediri, Jawa Timur tersebut.

Menurut dia untuk sanksi administratif dan pidana akan dilakukan segera.

"Industri ini sudah dikenakan sanksi farmasi berupa penarikan produk dan pemusnahan terhadap 7 produk dari PT Afi Farma yang mempunyai kadar melebihi standar dan juga ada bahan baku yang kadarnya melebihi standar. Sehingga kami hold untuk seluruhnya produk cair dari obat anak, dalam hal ini segera dikenakan sanksi pidana," tegas Penny.

 


Perusahaan Lainnya

Sebelum temuan BPOM terhadap PT Afi Farma, hal senada juga telah diberlakukan terhadap PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.

Keduanya dinyatakan sebagai pelanggar sanksi administratif dan terduga pelanggar sanksi pidana dalam kaitan kasus senada.

Atas perbuatan kedua perusahaan farmasi itu, Penny menegaskan, terdapat sejumlah pasal pidana disangkakan karena kedua perusahaan tersebut patut diduga telah memproduksi atau mengedarkan ketersediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat dan mutu sebagai mana diatur dalam beleid nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yaitu pasal 96 dan 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Selanjutnya, mereka juga memperdagangkan barang yang tidak sesuai standar dan syarat ketentuan UU Pasal 62 ayat 1 tahun 2018 dan UU RI nomor 8 tentang perlindungan konsumen diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

"Jika penelusuran Bareskrim Polri menemukan kaitan kedua perusahan farmasi tersebut dengan ancaman kematian ditimbulkan dari produk tersebut, maka pasal disangkakan juga akan dikaitkan dengan pidana lainnya," Penny menutup.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya