Liputan6.com, Vatikan - Paus Fransiskus pada Minggu (30/10) menyampaikan doa bagi para korban ledakan bom di Mogadishu, Somalia, dan mereka yang meninggal dalam insiden di Itaewon, Seoul, Korea Selatan.
Ribuan orang berkumpul untuk mendengar khutbah Paus dalam doa Angelus di Lapangan Santo Petrus, Roma.
Advertisement
“Kita berdoa bagi para korban serangan teroris yang menewaskan lebih dari seratus orang di Mogadishu, termasuk banyak diantara mereka adalah anak-anak. Semoga Tuhan mengubah hati mereka yang melakukan aksi kekerasan,” doanya.
Ia juga menunjukkan kesedihan mendalam dengan jatuhnya korban jiwa di Seoul, yang sebagian besar berusia 20 dan 30an. “Kita berdoa pada Tuhan demi anak-anak muda yang meninggal tadi malam di Seoul dalam insiden terinjak-injak itu,” ujarnya, dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (1/11/2022).
Paus juga mengajak orang-orang untuk terus mendoakan perdamaian di Ukraina.
Pandangan Pengamat Soal Tragedi Itaewon
Faktor keamanan lantas disorot setelah tragedi Itaewon terjadi. Pesta Halloween berujung maut itu membawa luka mendalam bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Sejumlah pakar internasional menganggap memang ada yang salah dalam aktivitas publik dalam jumlah besar ini.
Terutama, aktivitas yang luput dari perkiraan pemerintah setempat.
Profesor Lee Young-ju dari Departemen Kebakaran dan Bencana di Universitas Seoul, Korea Selatan mengatakan bahwa rencana dan tindak keselamatan diperlukan dalam aktivitas yang melibatkan lebih dari 1.000 orang.
“Acara di distrik yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga lokal harus memiliki rencana dan tindakan keselamatan jika lebih dari 1.000 orang. Tapi distrik ini sebeneranya tidak ada penyelenggaraan khusus, jadi tidak memiliki fungsi kontrol keamanan,” kata profesor Lee Young-ju, dikutip dari koreaherald.com.
“Ini adalah bencana yang sebenarnya bisa dikendalikan atau dicegah. Tapi ini tidak diurus, dan tidak ada yang mengambil tanggung jawab di tempat tersebut."
Pandangan Pengamat Lain
Sementara itu, Juliette Kayyem, pakar Manajemen Bencana dan Analis Keamanan Nasional menyatakan kepada CNN bahwa memang sulit untuk menentukan dengan tepat apa yang mungkin memicu sebuah tragedi.
Tetapi ia menyebut, pihak berwenang bisa mengantisipasi lewat jumlah kehadiran manusia yang tinggi ke suatu tempat.
“Ada tanggung jawab dari pihak berwenang untuk memantau volume kerumunan secara real time, sehingga mereka dapat memantau hal tersebut,” kata Juliette Kayyem.
Kemudian, Mehdi Moussad seorang peneliti perilaku saat kerumunan di Max Planck Institute for Human Development, mengatakan bahwa sifat acara yang relatif spontan -- tidak ada tiket dan tidak ada pintu masuk dan keluar yang terkendali -- memperburuk bencana.
Dia menonton video tersebut dan menanggapinya dengan metode kepadatan lewat jumlah orang per meter persegi.
Dalam studi yang ia pelajari, Moussad menyebut ada sekitar delapan hingga 10 orang per meter persegi.
“Pada tingkat kepadatan itu, tidak mengherankan bahwa beberapa orang pertama mulai pingsan, karena mereka terlalu dekat dan mereka tidak bisa lagi bernapas,” katanya, dikutip dari Washingtonpost.
“Dan jika ini terus berlanjut, maka semua orang di zona itu tidak akan lagi memiliki cukup oksigen, bahkan setelah mereka pingsan, maka mereka akan tewas satu per satu.”
Advertisement
Cerita WNI soal Penyebab Tragedi Itaewon Saat Perayaan Halloween
Seorang WNI dalam akun Tiktok-nya menceritakan pengalaman saat sedang berada di area Itaewon pada Sabtu, 29 Oktober 2022 malam.
Akun Tiktok bernama alleciangeline menyebut bahwa penyebab tragedi Itaewon lantaran membeludaknya pengunjuk ke area tersebut pada perayaan Halloween.
"Jadi apa sih yang terjadi di Itaewon? Di sini aku cuma bisa cerita berdasarkan pengalaman aku aja ya, yang aku lihat," ujar alleciangeline dalam video yang hingga saat artikel ini dinaikkan sudah dilihat hingga 55,5 ribu kali.
"Sabtu tanggal 29 Oktober dan itu malam minggu, sudah dekat dengan perayaan Halloween. Di Korea itu benar-benar dirayakankan banget. Banyak orang pake kostum, party, dan biasanya party itu identiknya di Itaewon."
Ditambah lagi, alleciangeline menyebut bahwa warga di sana sudah dikurung selama 2 tahun karena COVID-19, tidak bisa party selama ini. Jadi di Itaewon jadi ramai sekali.
"Ini bukan karena kerusuhan atau berantem-berantem gitu. Benar-benar karena ramai, 100 ribu orang dateng ke Itaewon."
"Mau jalan aja susah. Jangankan jalan ke depan itu dari belakang orang sudah dorong-dorong dan kita ikut alur ke mana aja.
"Keluar kereta dan stasiun aja sudah ramai dan padet banget, sesak banget. Keluar stasiun mau ke toko-toko itu juga udah padet banget, susah banget jalan."
Namun beruntung, WNI tersebut bisa jalan di jalur sebelah kanan yang tidak terlalu ramai sehingga tidak terlalu berebut oksigen.
"Saya pulang ditolongin orang Korea Selatan buat cari taksi. Semoga Itaewon bisa pulih kembali."
BBC Laporkan Penyebab Tragedi Itaewon
Penyebab yang saat ini masih menjadi alasan utama tewasnya 151 orang di tragedi Itaewon, yaitu jumlah kerumunan dalam jumlah besar yang memadati kawasan tersebut.
Dalam laporan BBC, tak tanggung-tanggung, warga yang hadir ke Itaewon, Korea Selatan, untuk merayakan Halloween diprediksi mencapai 100.000 orang.
Kemudian, kerumunan dilaporkan memadati gang sempit di Itaewon--sebuah distrik kehidupan malam yang populer di ibukota Korea Selatan.
Saksi mata menggambarkan banyak orang berupaya untuk melarikan diri dari kerumunan yang menyesakkan tersebut.
Hingga pada saat yang tak terhindarkan, yaitu ketika orang-orang menuju satu tempat dengan bertumpuk satu sama lain.
Paramedis kewalahan dengan jumlah korban, meminta orang yang lewat untuk membantu memberikan pertolongan pertama.
Saksi mata lain menggambarkan kerumunan di daerah itu semakin kacau di malam hari.
"Sejumlah orang jatuh selama Halloween dan korban semakin banyak," kata Choi Seong-beom, Kepala Pemadam Kebakaran Yongsan, dalam sebuah pengarahan di tempat kejadian.
Advertisement