Liputan6.com, Jakarta PT Bukit Asam (PTBA) diketahui berencana melakukan akuisisi terhadap pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU Pelabuhan Ratu milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
PT PLN (Persero) bersama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menandatangani Principal Framework Agreement (PFA) dalam rangkaian agenda Stated-Owned Enterprises (SOE) International Conference di Bali, Selasa 18 Oktober 2022. PFA ini dilakukan dalam rangka rencana penjualan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PLN ke PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Advertisement
Rencana ini menuai sorotan dari Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan. Dia khawatir bila aksi korporasi ini bisa memberatkan keuangan perusahaan ini, mengingatnya jumlahnya mencapai USD 800 juta, atau hampir setara Rp 12,4 triliun (asumsi USD 1 sebesar Rp 15.500).
"Jumlah tersebut setara dengan 55 persen modal PT BA yaitu Rp 22,7 triliun jika mengacu kepada laporan keuangan semester I-2022. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan pembagian dividen PT BA kepada investor sehingga berdampak negatif terhadap harga saham PT BA di bursa," jelas Mamit dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/10/2022).
Menurut Mamit, meskipun akuisisi ini dalam rangka mempercepat pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu, tapi tetap pada prinsipnya akusisi ini menuju ke arah penggunaan energi fosil yakni batu bara.
Dikatakan potensi akuisisi ini didanai kas PT BA sangat besar sekali, mengingat saat ini lembaga pembiayaan lebih tertarik untuk memberikan pinjaman kepada pekerjaan yang mengarah ke green energy dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca. "Akan sulit untuk mendapatkan pinjaman bagi PT BA terkait dengan rencana ini,"urai dia.
Dia pun berharap ditengah sedang bagusnya kinerja keuangan PTBA karena naiknya harga komoditas batu bara, rencana akusisi bisa berdampak ke perusahaan.
"Hal bisa mengganggu kinerja operasional PT BA dalam meningkatkan produksi batubara ditengah durian runtuh tingginya harga batubara saat ini," menurut Mamit.
Hal lain yang menjadi catatan Mamit adalah kemampuan perusahaan menyalurkan listrik ke masyarakat karena tidak pernah mengoperasikan pembangkit secara langsung.
"Kita tahu bahwa listrik saat ini merupakan komponen utama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat," pungkas Mamit.
Bukit Asam Pastikan Akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu Tak Ganggu Keuangan Perusahaan
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PLN akan melakukan due diligence setelah menandatangani perjanjian awal terkait pelepasan aset PLN yaitu PLTU Pelabuhan Ratu kepada perseroan.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, Arsal Ismail memastikan, rencana akuisisi PLTU tidak akan membebani kas perusahaan. Saat ini, perseroan masih membahas lebih lanjut kerangka kerja sama ke depannya. Bukit Asam juga akan melakukan analisa dari sisi teknis, keekonomian, lingkungan hingga analisa kelayakannya.
"Termasuk nanti di dalamnya, kami juga akan melihat blended financing yang akan difasilitasi oleh Kementerian BUMN. Ini semuanya masih dalam proses,” kata Arsal dalam paparan kinerja perseroan, Kamis (27/10/2022).
Harapannya, aksi ini dapat memberikan manfaat optimal bagi PTBA dan PLN serta tidak mengganggu komposisi keuangan PTBA. Malahan, lanjut Arsal, lewat aksi ini harusnya memberikan dampak positif pada keuangan PTBA.
Lantaran, di samping kita mendukung program pemerintah, lewat aksi ini nantinya PLN juga tetap akan menjadi off taker dalam rantai pasok batu bara domestik oleh perseroan. Sehingga ada kepastian penjualan batu bara PTBA ke PLN.
"Kalau dikaitkan dengan kondisi keuangan PTBA, kami sangat hari-hati dan prudence. Ini baru principal framework, nantinya akan kami tindak lanjuti mengikuti aturan aturan baik kami sebagai perusahaan terbuka dan aturan-aturan yang ada di (internal) kami,” imbuh Arsal.
Advertisement
Banyak Bank Masih Danai PLTU Batu Bara, Mengapa?
Sejumlah bank di Indonesia bahkan di dunia masih terus memberikan kucuran kredit atau pembiayaan kepada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan baku batu bara. Padahal banyak pihak meminta bank tidak mendanai PLTU demi menjaga bumi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira pun menjelaskan alasan dari bank ini. Salah satunya adalah rate of return atau laju pengembalian dana pinjaman yang masih tinggi.
"Imbal hasilnya masih tinggi ya dibandingkan rata-rata pasar," ujar Bhima kepada wartawan, Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Selain itu, sebagian besar PLTU dianggap bisa mengembalikan pinjaman tersebut. Padahal hal tersebut merupakan persepsi yang salah karena memang sebagian besar PLTU mendapat bantuan dari pemerintah sebagai penjaminnya. Termasuk PLN di Indonesia.
"Dan ini persepsi yang salah yang perlu kita luruskan, dianggapnya PLN tidak pernah bangkrut. Jadi selalu ada APBN yang akan membackup," terang Bhima.
"Tapi kita lihatlah bagaimana subsidi negara yang kemudian keluar, PLN tiap tahunnya keluar, bahkan pas Covid-19 kemarin pengeluaran untuk membantu PLN juga tidak kecil.Kemudian, proyek yang dikerjakan pemerintah saja yang sifatnya jelas komersil bukan subsidi seperti kereta cepat - jakarta bandung misalnya," lanjut dia.
Padahal ini ini sebenarnya sangat berbahaya. Ia pun menjelaskan saat PLN mengalami krisis energi di awal tahun ini. Pemerintah pun kemudian turun tangan dengan pelarangan ekspor batu bara.
Sejauh ini banyak juga bank yang berkilah telah membiayaan proyek PLTU baru bara. Mereka mengatakan bahwa pembiayaan bukan ke proyek tetapi ke perusahaan.
"Kita nggak membiayai kok soal PLTU, kita membiayai korporasinya karena di dalam korporasi itu ada banyak sekali unit bisnis yang salah satu diantaranya pembangkit listrik berbahan fosil. Itu salah satu trik mereka sehingga mereka terkesan sebenarnya maju kepada energi bersih, karena mereka tidak membiayai secara spesifik perusahaan batu bara," tandas dia.