Liputan6.com, Jakarta Gagal ginjal merupakan penyakit yang acap kali baru diketahui setelah kondisinya parah. Hal ini dikarenakan tak ada gejala awal yang khusus dan langsung merujuk pada kondisi tersebut.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam Maruhum Bonar Marbun, gagal ginjal umumnya memang tidak menunjukkan gejala khusus.
Advertisement
“Yang dikatakan gagal ginjal memang pada umumnya tidak ditemukan gejala khusus atau dikatakan tidak mempunyai gejala. Sehingga, pasien itu datang ke tempat kami dengan kondisi yang sangat berat. Jadi, bisa dikatakan sangat terlambat,” kata Bonar dalam video yang diunggah di saluran Youtube RSCM, dikutip Rabu (2/11/2022).
Meski disebut tak ada gejala khusus, tapi gagal ginjal sering dikaitkan dengan mual muntah.
“Terkait gagal ginjal, yang paling sering umumnya gejala mual muntah. Mungkin menganggap pasien tersebut mengalami gangguan pencernaan, namun setelah kami lakukan pemeriksaan spesifik di laboratorium, ternyata ada gangguan ginjal.”
Selain mual muntah, gejala umum lain dari gagal ginjal adalah kelemahan badan, sakit kepala, dan kesadaran menurun.
Mengingat gejala acap kali muncul setelah penyakitnya parah, ia menyarankan pasien untuk datang ke fasilitas kesehatan secara regular. Ini dilakukan untuk memeriksakan kondisi ginjal. Jika ada masalah pada ginjal, maka penanganan bisa segera dilakukan.
Pemeriksaan Urine Lengkap
Deteksi dini yang dilakukan untuk memeriksa kondisi ginjal cenderung sederhana, kata Bonar. Deteksi ini berupa pemeriksaan urine lengkap.
“Saya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan yang sangat sederhana, yaitu melakukan pemeriksaan urine lengkap. Dengan melakukan pemeriksaan tersebut, kita bisa mengidentifikasi ada kelainan atau tidak,” ujar Bonar.
Misalnya, jika di dalam urine ada darah atau protein maka orang awam akan mengatakan bahwa urinenya keruh, tidak seperti biasanya.
“Itu sebetulnya suatu tanda yang menyatakan bahwa pasien tersebut mengalami gangguan fungsi ginjal. Sehingga, kami selalu menyarankan pemeriksaan urine lengkap. Ini sudah sangat cukup untuk melakukan deteksi dini pada pasien.”
Advertisement
Gangguan Ginjal Akut
Masalah pada ginjal yang saat ini sedang hangat diperbincangkan berbagai pihak adalah gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI).
Hingga Senin, 24 Oktober 2022, terdapat 251 kasus gagal ginjal akut yang berasal dari 26 provinsi. Sekitar 80 persen kasus terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara.
Sementara, persentase angka kematian ada di 56 persen atau sebanyak 143 kasus. Penambahan 6 kasus, termasuk 2 kematian, yang dilaporkan bukanlah kasus baru.
“Kasus yang dilaporkan tersebut dalam kasus lama yang terjadi di bulan September dan awal Oktober yang baru dilaporkan pada Senin. Sejak 22 Oktober hingga Senin tidak ada lagi kasus baru,” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril saat Konferensi Pers secara virtual di Jakarta (25/10).
“Walau tidak ada penambahan kasus baru, pemerintah tetap waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan lanjutan,” kata Syahril.
Penambahan kasus baru pun sementara berhasil dicegah dengan permintaan untuk menghentikan penjualan dan tidak meresepkan obat sirup di fasilitas layanan kesehatan baik itu rumah sakit, puskesmas, apotek dan lainnya. Permintaan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Kemenkes per tanggal 18 Oktober 2022.
Diduga Akibat Obat Sirup
Gangguan ginjal akut diduga terjadi akibat obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, zat kimia berbahaya etilen glikol merupakan impurities atau cemaran dari pembantu pelarut obat seperti polietilen glikol. Pembantu pelarut ini memang sudah lama digunakan.
“Memang banyak yang bertanya ‘Kok dulu enggak apa-apa, sekarang jadi seperti ini?’ Penyebab cemaran ini paling besar dari bahan baku. Jadi kalau kita lihat kenapa sekarang begini, dulu tidak, kita sudah berkoordinasi dengan BPOM untuk melihat jenis, tipe, atau asal dari bahan bakunya,” kata Budi dalam konferensi pers Senin (24/10/2022).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pun telah melakukan upaya penyelidikan terkait obat-obat yang diduga sebabkan gangguan ginjal akut.
Pada Senin, 31 Oktober, BPOM menyampaikan hasil penindakan pada industri farmasi yang memproduksi obat sirup dengan tidak memenuhi standar (TMS). Sejauh ini, terdapat dua perusahaan yang akan dipidanakan karena kandungan EG dan DEG dalam produknya melebihi ambang batas.
Kepala BPOM RI, Penny K Lukito mengungkapkan bahwa perusahaan diberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan barang, dan pemusnahan. Setelah itu, sertifikat keamanan dan izin edarnya pun dicabut.
"Dua industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut propylene glycol yang mengandung EG-DEG di atas ambang batas yaitu PT Yarindo Farmatama yang beralamat di Serang, Banten dan Universal Pharmaceutical Industries yang beralamat di Medan, Sumatera Utara," ujar Penny dalam konferensi pers, Senin (31/10/2022).
Advertisement