Mengenal Detail Arsitektur Rumah Tradisional Jawa yang Penuh Keseimbangan

Arsitektur rumah tradisional Jawa merupakan salah satu langgam arsitektural yang kaya makna.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 03 Nov 2022, 00:00 WIB
Ilustrasi Rumah Credit: pexels.com/Binyamin

Liputan6.com, Yogyakarta - Tak hanya soal tradisi dan adat, masyarakat Jawa juga penuh perhitungan dalam membangun rumah. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membangun rumah terkait tata letak, ukuran, hingga arah.

Menurut 'Tinjauan Umum Arsitektur Tradisional Jawa dan Studi Kasus' oleh Agung Prihantoro, arsitektur rumah tradisional Jawa merupakan salah satu langgam arsitektural yang kaya makna. Arsitektur rumah tersebut tak hanya mengandung nilai historis, tetapi juga keagamaan, kemasyarakatan, estetika, simbolik, dan lainnya.

Arsitektur tradisional rumah Jawa tak hanya memandang gedung sebagai objek fisis, melainkan juga sebagai interpelasi simbol-simbol dan ritual. Menurut periode waktu, arsitektur tradisional Jawa terbagi atas beberapa zaman, di antaranya zaman neolitik dan megalitik, zaman purba, zaman madya, zaman VOC dan penjajahan Belanda, serta zaman kemerdekaan.

Teori protagoras merupakan teori yang cukup populer di Jawa. Teori tersebut memiliki makna 'manusia adalah ukuran benda dan alat masing-masing, sedangkan benda dan alat-alat memakai ukuran yang sesuai dengan badan manusia'.

Sementara itu, patokan pandangan hidup masyarakat Jawa yang terbagi menjadi tiga tercermin dalam pembagian segmen rumah secara horizontal maupun vertikal atau disebut tahap penyucian dalam ukuran. Ketiga patokan pandangan hidup tersebut, di antaranya alam dewa-dewi, alam menengah, serta alam barzah atau neraka.

Dalam satuan ukuran Jawa, satuan horizontal merupakan panjang salah satu anggota badan pemilik rumah. Itulah sebabnya ukuran pada setiap rumah akan selalu berbeda jika diukur dengan satuan ukuran yang tidak berpihak pada manusia (meter).

Adapun satuan yang dipakai dalam pembangunan tradisional, yakni depo, hasta, kilan, pencak, tumbak, kaki dan jempol. Sementara ukuran vertikal, di antaranya sakpegawene (awean), sakdedeg (dedeg), cengkang, dan tebah.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Penghayatan terhadap Kehidupan

Bagi masyarakat Jawa, bangunan rumah tinggal tradisional merupakan ungkapan dari hakikat penghayatan terhadap kehidupan. Selain itu, juga terdapat orientasi sumbu komsis di dalamnya.

Orientasi sumbu komsis inilah yang menjadi alasan di balik rumah tradisional Jawa yang umumnya menghadap ke utara atau selatan. Disebutkan, orientasi terhadap sumbu kosmis dari arah utara-selatan merupakan tempat tinggal Ratu Kidul, Dewi Laut Selatan, dan Dewi pelindung Kerajaan Mataram.

Sementara itu, orientasi terhadap sumbu kosmis dari arah barat-timur digunakan sebagai unsur dari bagian Kraton, sehingga tidak mungkin digunakan oleh rakyat biasa. Adapun arah timur juga merupakan tempat tinggal dewa Yamadipati yang dalam cerita pewayangan mempunyai tugas mencabut nyawa orang.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya