Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyampaikan hasil penindakan pada industri farmasi yang memproduksi obat sirup dengan tidak memenuhi standar (TMS). Sejauh ini, terdapat dua perusahaan yang akan dipidanakan.
Menanggapi, Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Rio Priambodo, mengatakan terjadinya lolos obat dipasaran yang tidak sesuai standar dugaan indikasi pengawasan oleh BPOM Lemah.
Advertisement
"Jika mengacu Peraturan Presiden (PERPRES) nomor 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, tugas BPOM bukan hanya pre market tapi juga post market," kata Rio Priambodo kepada Liputan6.com, Selasa (1/11/2022).
Adapun Penilaian (pre-market evaluation) merupakan evaluasi produk sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional.
Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar.
Pengawasan ini melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan (Pos POM).
"Hal ini menjadi pelecut bagi BPOM untuk memperbaiki kinerjanya dalam pengawasan, untuk memastikan obat dan makanan yg beredar aman dikonsumsi oleh konsumen," kata Rio.
Maka YLKI menegaskan, kedepannya hasil pengawasan BPOM harus dilaporkan ke masyarakat secara berkala terkait temuan obat dan makanan yang tidak standar agar konsumen terinformasi dengan baik dan benar.
BPOM Tutup Pabrik Obat Sirop Penyebab Dugaan Gagal Ginjal Akut
BPOM bersama Bareskrim menutup pabrik pembuat obat sirop yang dianggap menyebabkan gagal ginjal akut pada anak. Namun, belum ada penetapan tersangkanya.
Perusahaan yang digrebek yakni PT PT Yarindo Farmatama di Kawasan Industri Modern, Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Serta, PT Universal Pharmaceutical Industries di Medan, Sumatera Utara (Sumut).
"(Akan melakukan gelar perkara) dengan Bareskrim dalam waktu dekat ini, secepatnya akan kita keluarkan (tersangka) karena ini ada indikasi yang kuat," ujar Kepala BPOM, Penny Lukito, di Kabupaten Serang, Banten, Senin (31/10/2022).
BPOM baru menghentikan produksi obat dari kedua perusahaan itu, serta memberikan sanksi administratif. Baik PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries dituding sebagai pihak hang bertanggung jawab atas cemaran etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) serta etilen glikol butil ether (EGBE) yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak.
"Komposisi yang ada di dalam produk itu sangat mengkhawatirkan, jadi segera ditarik semaunya, berhenti produksi dan peredaran," terangnya.
BPOM mengklaim, dengan menarik peredaran obat mengandung cemaran kimia penyebab gagal ginjal akut serta menghentikan produksinya, sebagai langkah cepat mencegah semakin banyaknya anak-anak yang mengonsumsi obat sirop berbahaya itu.
"Menghentikan peredaran, menghentikan produksi, harus segera kita lakukan," jelasnya.
Advertisement
BPOM RI Sudah Selesai Periksa 102 Produk Obat dari Kemenkes Terkait Cemaran EG dan DEG
Menindaklanjuti adanya dugaan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada produk obat sirup yang berpotensi menyebabkan gagal ginjal akut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI akhirnya angkat bicara lagi.
"Kami sudah menyelesaikan seluruh pengujian tertulis dari produk obat 102 yang diberikan Kementerian Kesehatan," ujar Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers Hasil Penindakan IF yang Memproduksi Sirup Obat TMS ditulis Selasa, (1/11/2022).
Berdasarkan hasil pengujian, ada tiga produsen farmasi yang produknya memiliki cemaran EG dan DEG sangat tinggi. Jika dilihat dari daftar yang diberikan Kemenkes RI, terdapat dua industri yang produknya tercemar EG dan DEG.
"Ada dua industri yaitu PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma. Itu berdasarkan dari list 102 yang diberikan Kemenkes, kita mendapatkan dua industri yang tidak memenuhi standar (TMS)," kata Penny.
"Namun dengan pengembangan sampling, kemudian ditemukan lagi satu yaitu PT Yarindo Farmatama," tambahnya.
Penny mengungkapkan bahwa temuannya akan dikembangkan kembali. Hal tersebut lantaran menurutnya, ini merupakan tindak kejahatan kemanusiaan pada obat dan makanan. Sehingga BPOM akan melakukan tindakan lebih tegas lagi.
Cemaran EG dan DEG dalam produk obat sirup sebenarnya diizinkan. Namun, ada ambang batas yang diperbolehkan yakni tidak melebihi 0,1 mg/ml.
"Dari perluasan sampling dan pengujian produk sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, kami menemukan produk obat sirup paracetamol drop, paracetamol syrup rasa peppermint produksi PT Afi Pharma," ujar Penny.
Dikenakan Sanksi Pidana
Sehingga merespons hal ini, PT Afi Pharma menjadi produsen selanjutnya yang akan dikenakan sanksi berupa penarikan dan pemusnahan produk. Setidaknya ada 7 produk dari PT Afi Pharma yang kadar EG dan DEG-nya melebihi batas.
"Berdasarkan pengujiannya, kandungan dari produk dan bahan baku (dari produk PT Afi Pharma) sudah menunjukkan kandungan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas," kata Penny.
"Ada juga bahan baku yang menunjukkan kadar melebihi standar. Sehingga kami hold untuk seluruh produknya. Produk sediaan cair dari obat anak-anak, ini kami hold semuanya dan segera dikenakan sanksi administrasi."
Penny mengungkapkan bahwa perusahaan diberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan barang, dan pemusnahan. Setelah itu, sertifikat keamanan dan izin edarnya pun dicabut.
Selain itu, Penny pun menegaskan jikalau BPOM memiliki catatan industri farmasi mana saja yang tingkat kepatuhannya tidak baik. Seperti PT Yarindo Farmatama yang akhirnya ketahuan tidak memenuhi ketentuan.
Advertisement