Liputan6.com, Surabaya - Pengadilan Negeri Banyuwangi mengeksekusi sebuah bangunan rumah di Jalan Tunggul Ametung Kelurahan Kebalenan Banyuwangi. Eksekutor dari PN turut didampingi oleh sejumlah personel TNI-Polri dan pihak kecamatan.
Panitera Pengadilan Negeri Banyuwangi, M Chairoel Fathah mengatakan rumah dengan SHM nomor:819 seluas 200 meter persegi milik Umi Alfiati (43).
Advertisement
Kasus ini berawal karena pemilik rumah tidak bisa membayar utang ke bank. Rumah tersebut akhirnya dilelang tahun 2016, senilai Rp 350 juta.
Rumah hasil lelang tersebut telah dibeli Bibin Hendra Nusarofa, warga Patrang, Jember, sekaligus pemohon eksekusi.
Sengketa rumah itu, sudah beberapa kali dilakukan unmining dan berbagai macam mediasi antara tergugat dan penggugat sejak 2019. Namun tidak ada titik temu hingga sekarang.
"Karena sudah mentok, tidak bisa diupayakan lagi, ya sudah pemohon mintanya eksekusi. Pada hari ini kita laksanakan eksekusi," cetus Chairoel, Selasa (1/11/2022)
Sempat ada perlawanan dari pihak termohon eksekusi. Dimana mereka masih menunggu hasil putusan PK (peninjauan kembali). Namun Chairoel Fathah menyebut, pelaksanaan eksekusi itu telah berkekuatan hukum tetap.
"Perkara ini sudah diputus pengadilan. Sementara upaya PK yang dilakukan pihak termohon, kita lihat hasilnya nanti gimana. Tapi secara hukum itu tidak bisa menghalangi proses eksekusi," bebernya.
Kuasa Hukum termohon eksekusi, Oesnawi, mengaku telah mengajukan PK dan bersikukuh tetap menunggu hasil putusan tersebut dengan harapan PK dimenangkan oleh Umi Alfiati.
Dalam PK, termohon mengajukan novum bahwa pemohon tidak berhak mengajukan eksekusi, karena bukan pemenang lelang. Sedangkan pemenang lelang atau pemilik pertama sudah menyatakan tidak akan melakukan eksekusi.
"Saya minta dalam berita acara eksekusi hari ini ada catatan dimana pemohon eksekusi tidak bisa memindah tangankan, dalam arti jual beli. Karena umpama nanti PK turun, dimenangkan kami, terus bagaimana eksekusinya kalau melawan orang lain," tuturnya.
Tidak Buka Ruang Negosiasi
Sedangkan Kuasa Hukum pemohon eksekusi, Eko Sutrisno, tidak membuka ruang negosiasi, kecuali termohon bisa menebus rumah tersebut senilai Rp 380 juta. Sesuai harga yang telah ditentukan.
"Karena kami sudah memberikan kesempatan. Dimana eksekusi yang pertama tahun 2019 gagal dilaksanakan dan janji untuk diselesaikan. Namun sampai sekarang belum juga dapat diselesaikan," bebernya.
Eko menyebut, pasca perkara itu inkrah hingga ke tahap eksekusi membutuhkan waktu hampir 6 bulan.
"Kita sudah melakukan upaya negosiasi untuk diselesaikan secara damai. Namun dari pihak termohon eksekusi tidak pernah menanggapi tawaran
Advertisement