Liputan6.com, Jakarta - Bertahun-tahun para pendukung Inggris mempunyai lagu tidak resmi yang selalu dikumandangkan di kejuaraan besar seperti Piala Eropa atau Piala Dunia. “Three Lions” judulnya, yang tidak menggambarkan tiga singa yang siap menerkam lawan-lawannya, tapi mengandung kepahitan karena sejak 1966 belum pernah menjuarai Piala Dunia.
Inggris pertama dan terakhir kali merengkuh trofi Piala Jules Rimet, sebelum berganti menjadi Piala Dunia FIFA sejak 1974, saat menjadi tuan rumah edisi 1966. Sejak itu trofi tak pernah digenggam lagi.
Advertisement
Ketika Inggris menjadi tuan rumah Piala Eropa 1996, grup musik The Lighting Seeds bersama duet presenter acara Fantasy Football League, David Baddiel dan Frank Skinner, menciptakan sebuah lagu berjudul “Three Lions”.
Single "Three Lions" merupakan lagu utama dalam album kompilasi musik untuk Piala Eropa 1996 bertajuk "The Beautiful Game". Di album itu juga menampilkan musisi ternama antara lain Blur, Jamiroquai, Pulp, Massive Attack hingga New Order dan Supergrass.
"Seseorang menelepon kami dan bertanya, 'Bagaimana jika Anda membuat lagu resmi untuk Inggris di Piala Eropa?' Dan jelas, kami menjawab iya," kata Frank Skinner dalam sebuah wawancara dengan BBC
Namun, tak seperti kebanyakan lagu untuk tim sepak bola lainnya, Three Lions tak berkisah tentang semangat juang pantang menyerah dalam meraih kemenangan. Lagu itu justru berkisah tentang Inggris yang selalu menjadi pesakitan. Setelah menjuarai Piala Dunia 1966, turnamen-turnamen yang diikuti oleh Inggris selalu berakhir dengan kekecewaan.
Kesetiaan
Meski bicara ketidakberhasilan mengembalikan trofi Piala Dunia ke Inggris, lagu itu juga menggambarkan tentang kesetiaan pendukung. Mereka tak pernah berhenti bermimpi untuk mendapatkan gelar, kendati kekecewaan demi kekecewaan terus mereka telan selama 30 tahun lamanya saat itu.
Three Lions on a shirt,
Jules Rimet still gleaming,
Thirty years of hurt,
Never stopped me dreaming.
Lagu Three Lions sangat populer di tengah perhelatan Piala Eropa 1996. Bahkan sempat menduduki peringkat pertama di tangga lagu populer Inggris pada bulan Mei hingga Juni 1996. Para pendukung Inggris yang hadir di stadion pun selalu menyanyikan lagu ini di akhir pertandingan.
Seiring dengan kepopulerannya, kalimat football’s coming home” pun turut semakin populer di kalangan para pendukung Inggris. Hal ini dikarenakan dalam pembuka lagu ini, terdapat lirik yang dinyanyikan oleh banyak orang yang berbunyi, "It`s coming home, it`s coming home, it`s coming, football`s coming home. Lirik pembuka lagu Three Lions tersebut amat akrab di telinga banyak pendukung Inggris kala itu.
Advertisement
Sering Kalah
Lagu “Three Lions” juga dirilis Kembali dengan versi terbaru pada Juni 1998 menjelang Piala Dunia. Seperti lagu sebelumnya, "Three Lions" versi 1998 langsung merajai puncak tangga lagu dan bertahan selama tiga minggu.
"Ini adalah lagu tentang bagaimana kami sering kalah," kata David Baddiel kepada pada radio BBC. "Dan itu adalah lagu yang ingin kami nyanyikan."
Baddiel dan Skinner merupakan presenter acara televisi "Fantasy Football League" pada masa itu. Mereka menulis syair "Three Lions" kemudian meminta Broudie membuat irama musik pada tembang yang menjadi legendaris itu.
Tapi dalam konteks Piala Dunia, sepakbola yang dimaksud pada kalimat “football’s coming home” adalah trofi Piala Dunia. Mereka beranggapan bahwa sudah sepantasnya trofi paling bergengsi di ajang sepak bola itu kembali ke negara asalnya.
Sejarahnya Sendiri
Sebagian besar pendukung Inggris percaya bahwa sepak bola adalah olahraga yang lahir di tanah kelahiran mereka. Walau masih bisa diperdebatkan kebenarannya, anggapan tersebut sebenarnya tidak berlebihan. Inggris adalah negara yang menjadi tempat dirumuskannya peraturan tentang sepak bola atau yang kini biasa dikenal sebagai Laws of the Game.
Di Inggris, hubungan antara sepak bola dan musik memang begitu dekat. Tak hanya sebagai penggemar tapi beberapa musisi memiliki klub atau berinvestasi sebagai pemegang saham.
Sebagai contoh, musisi besar Inggris dan eks personel band Oasis, Noel Gallagher, merupakan penggemar berat klub Manchester City.
Salah satu lagu hits Oasis yang ditulis Noel Gallagher yakni "Don't Look Back in Anger" pun sempat dinyanyikan Pep Guardiola saat pesta perayaan juara Man City musim lalu.
Advertisement
Membuat Sejarah Sendiri
Tetapi salah satu jargon yang paling sering digunakan manajer Inggris Gareth Southgate dalam turnamen ini adalah agar timnya "membuat sejarahnya sendiri" dan tidak menanggung beban masa lalu.
Inggris mengalami peningkatan performa sejak dilatih Southgate. Skuad The Three Lions mampu mencapai partai final Euro 2020. Sebelumnya mereka berhasil mencapai semifinal Piala Dunia 2018.
Hal tersebut menjadikan Inggris menjadi salah satu kandidat juara Piala Dunia 2022. Inggris tergabung di grup yang terbilang cukup mudah. Mereka akan berhadapan dengan Amerika Serikat, Wales dan Iran.
Kini penantian pendukung Inggris untuk membawa pulang trofi Piala Dunia sudah 55 tahun atau setengah abad lebih.
Apakah Inggris benar-benar bisa memulangkan sepakbola ke rumahnya dalam bentuk trofi juara Piala Dunia 2022? Menarik untuk dinanti.