Fahri Bachmid Sebut Masa Jabatan Ketum DPN Peradi Otto Tetap Konstitusional

Fahri Bachmid berpendapat, secara konstitusional sesungguhnya tidak ada dampak serta implikasi yuridis apapun terhadap kedudukan serta eksistensi Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2022, 23:10 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan Ketua Umum Organisasi Advokat menjabat maksimal dua periode. Hal itu agar mencegah penyalahgunaan kewenangan.

“Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara bertutur-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam membacakan putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 yang disiarkan di chanel YouTube MK, Senin (31/10/2022).

Atas putusan MK tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid berpendapat bahwa secara konstitusional sesungguhnya tidak ada dampak serta implikasi yuridis apapun terhadap kedudukan serta eksistensi Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan.

Sehingga secara hukum ketua umum Peradi saat ini dapat menjabat serta menuntaskan masa jabatannya sampai dengan selesai, dan hakikatnya itu merupakan perintah yang konstitusional yang dirumuskan dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 itu sendiri.

Sehingga tugas-tugas konstitusional tetap dapat di jalankan oleh Otto Hasibuan selaku ketua umum DPN Peradi berdasarkan kewenagan yang diatur dalam UU RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Fahri Bachmid mengatakan, hal yang demikian itu sebagaimana terdapat dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi, khususnya pada halaman 41, point (3.18). dengan "reasoningnya" sebagai berikut :

Menimbang bahwa dengan telah dinyatakannya Pasal 28 ayat (3) UU18/2003 inkonstitusional secara bersyarat sebagaimana dipertimbangkan pada Paragraf [3.17], di mana secara faktual sangat mungkin terdapat pimpinan organisasi advokat yang sedang memegang jabatan yang sama lebih dari 2 (dua) periode sebelum putusan a quo.

Maka untuk alasan kepastian hukum dan tidak menimbulkan persoalan dalam organisasi advokat, pimpinan organisasi advokat yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya hingga berakhir masa jabatannya dan selanjutnya pengisian masa jabatan pimpinan organisasi advokat disesuaikan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 28 ayat (3) UU 18/2003 sebagaimana putusan a quo".

Dengan demikian, mendasari "ratio decidendi"/legal reasoning" sebagaimana ternyata dalam pertimbangan hukum putusan MK tersebut, maka tentunya ini sangat imperatif, tentang keadaan hukum yang secara faktual telah di mitigasi oleh mahkamah agar tercipta suatu tertib sosial pada entitas organisasi Advokat itu sendiri,

 


Peroleh Kekuatan Hukum Tetap

Fahri Bachmid berpendapat bahwa terlepas dari jalan keluar serta saluran konstitusional yang telah dibuat sendiri oleh mahkamah dalam putusan "a quo" terkait dengan implikasi konstitusional maupun implikasi yuridis terhadap peristiwa kongret di internal organisasi Advokat, misalnya, dengan membolehkan bagi Ketua Umum Organisasi Advokat yang saat ini sedang menjabat untuk menyelesaikan masa jabatannya sesuai periode masa jabatannya,” ujarnya.

Fahri Bachmid berpandangan bahwa sesungguhnya berdasarkan ketentuan norma Pasal 47 UU No. 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menentukan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Kendati demikian, putusan Mahkamah Konstitusi berlaku prospektif ke depan (foreward looking), dan tidak berlaku retrospektif ke belakang (backward looking), oleh karena itu, segala subyek perbuatan hukum dan subjek hukum yang sah menurut rezim hukum lama sebelum putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan, tetap harus dianggap sah adanya setelah rezim hukum baru sesudah berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi yang demikian itu.

Dehingga, segala perbuatan hukum yang berkaitan dengan serta dengan sandaran norma Pasal 28 ayat (3) UU 18/2003 yang tidak mengatur mengenai pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat karena ketentuan mengenai masa jabatan pimpinan organisasi advokat dituangkan ke dalam bagian susunan organisasi advokat yang diatur dalam AD/ART organisasi advokat sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU 18/2003, haruslah dipandang serta dimaknai sebagai sesuatu yang konstitusional sebelum putusan mahkamah yang menyatakan sebaliknya,

Fahri Bachmid yang merupakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan (PaKem) Fakultas Hukum UMI ini, menguraikan bahwa terkait Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022, secara teoritik tergolong dalam Model Putusan Yang Pemberlakuannya Ditunda (limited constitutional). Di dalam khasanah peradilan konstitusi dikenal adanya konsep "limited constitustional" yang berarti menoleransi berlakunya aturan yang sebenarnya bertentangan dengan konstitusi hingga batas waktu tertentu.

Berbeda dengan model putusan "conditionally constitutional" ataupun model putusan "conditionally unconstitutional" yang memutuskan aturan yang pada saat diputuskan dinyatakan tidak bertentangan atau bertentangan dengan konstitusi.

Namun nantinya akan dapat bertentangan dengan konstitusi karena dilanggarnya syarat-syarat yang diputuskan peradilan konstitusi, maka model putusan limeted constitustional bertujuan untuk memberi ruang transisi aturan yang bertentangan dengan konstitusi untuk tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai waktu tertentu karena disadarkan atas pertimbangan kemanfaatan.

Menurutnya, dalam putusan MK a quo ini tergolong dalam paradigma putusan yang bercorak Model Putusan Yang Pemberlakuannya Ditunda (limited constitutional), artinya MK dalam Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022, dengan amarnya adalah mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian; dan menyatakan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentangAdvokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4288) yang menyatakan, “Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat mupun di tingkat daerah.

 


Tidak Miliki Kekuatan Hukum Mengikat

Hal itu, kata Fahri Bachmid, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Akan tetapi sepanjang berkaitan dengan kedudukan Pimpinan Organisasi Advokat yang sedang memegang jabatan yang sama lebih dari dua (2) periode sebelum putusan MK ini dapat ditolerir, dengan argumentasi MK bahwa di mana secara faktual sangat mungkin terdapat pimpinan organisasi advokat yang sedang memegang jabatan yang sama lebih dari dua periode sebelum putusan a quo.

“Maka untuk alasan kepastian hukum dan tidak menimbulkan persoalan dalam organisasi advokat, pimpinan organisasi advokat yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya hingga berakhir masa jabatannya dan selanjutnya pengisian masa jabatan pimpinan organisasi advokat disesuaikan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 28 ayat (3) UU 18/2003 sebagaimana putusan a quo,” tutup Fahri Bachmid.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya