Liputan6.com, Jakarta - Dunia e-commerce global, mata uang kripto, dan pembayaran alternatif yang dinamis dan saling terhubung membuat tindakan kejahatan anti-keuangan makin meningkat dan ikut bertransformasi menurut perubahan yang terjadi.
Penggunaan perangkat mobile oleh konsumen di seluruh dunia diproyeksikan akan menghasilkan lebih dari 30,7 miliar transaksi e-commerce pada 2026, meningkat lima kali lipat lebih dari perkiraan 6,1 miliar transaksi pada 2022.
Advertisement
Pada saat yang sama, synthetic identity fraud, termasuk penggunaan informasi identitas pribadi dari anak-anak, diperkirakan mencapai 85 persen dari kasus-kasus fraud yang terjadi.
Di Indonesia, volume transaksi e-commerce sendiri mencapai 1,73 miliar pada 2021 dengan nilai transaksi lebih dari Rp 401 triliun.
Volume ini akan terus meningkat, seiring dengan ekonomi internet yang secara keseluruhan diproyeksikan akan mencapai value sebesar US$146 miliar dan tumbuh dengan CAGR 20 persen pada 2025.
Di sisi lain, serangan siber masih melanda Indonesia. Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah terjadi lebih dari 888 juta serangan siber di Indonesia sepanjang 2021.
BSSN mendeteksi berbagai serangan siber seperti kebocoran data, pencurian identitas, serangan malware, dan pengumpulan data tanpa izin untuk memanfaatkan kerentanan keamanan.
Potensi resesi yang berlapis-lapis pada masa-masa penuh ketidakpastian akan membuka celah bagi para penjahat. Secara historis, terjadinya perubahan pada penggunaan teknologi, seperti peningkatan penggunaan layanan keuangan digital atau dikenalnya konsep pembayaran yang baru telah membuka celah untuk perilaku yang melanggar hukum.
Pada awal pandemi, Bank for International Settlements (BIS) mengeluarkan laporan singkat yang berfokus pada anti-money laundering (AML) dan cyber threats.
Laporan itu mengutip mengenai besarnya persentase tenaga kerja yang bekerja secara remote telah menyebabkan risiko terhadap jaringan IT dan layanan keuangan online, termasuk orang-orang yang kurang familiar dengan protokol.
Oleh karena inovasi akan selalu ada (atau kekacauan pada tingkat tertentu), perang melawan kejahatan keuangan adalah pertempuran tiada akhir.
Penyedia Layanan Keuangan Merespons dengan Kemajuan AI
Di saat pemerintah dan regulator secara global berusaha meningkatkan dan mengembangkan edukasi dan persyaratan terkait kejahatan keuangan, penyedia layanan keuangan memikul beban paling berat.
Mereka harus berusaha keras untuk mencegah terjadinya kejahatan keuangan, dan dengan banyaknya inisiatif, kini penggunaan data dan AI semakin mengalami kemajuan dalam memerangi kejahatan keuangan.
Pelanggan memanfaatkan platform data hybrid kami dalam berbagai upaya melawan kejahatan keuangan seperti pencegahan fraud, know your customer (KYC), dan AML.
Mereka terus menyempurnakan upaya itu menggunakan kombinasi model pembelajaran mesin, analitik prediktif, dan neural network untuk memprediksi perilaku yang mencurigakan.
Peraturan diterapkan melalui model yang dapat disesuaikan secara dinamis ketika skema fraud baru muncul. Ini semua dapat membantu mengelola dan mengalokasikan sumber daya secara efisien dengan mengurangi false positives.
Banyak pelanggan kami memulai dengan fokus pada fraud dan mengembangkan penggunaan platform data hybrid untuk menangani contoh kasus lain berdasarkan fondasi yang mereka miliki. Ebook terbaru kami menyoroti beberapa kemajuan yang dicapai oleh UOB, Regions Bank, BRI, dan Santander.
Advertisement
AI Senjata Paling Penting
Penyedia jasa keuangan tidak pernah berhenti berinovasi dalam memerangi kejahatan keuangan.
· Regulator: Regulator akan terus mengupayakan berbagai upaya demi kebaikan. Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) yang multi-nasional, dan US Corporate Transparency Act ditujukan untuk meningkatkan upaya melawan money laundering.
Mereka juga terdorong untuk mengedukasi bank dan fintech serta membantu mereka menerapkan aturan agar terhindar dari ketidaksengajaan membantu pelaku kriminal.
· Kerugian Finansial: Intinya, penyedia jasa keuangan perlu meminimalkan kerugian.
· Reputasi Brand: Pengalaman fraud yang tidak menyenangkan dan seberapa baik atau tidak baik penanganannya, akan langsung memengaruhi brand keuangan.
Ketika denda yang dikenakan terhadap suatu perusahaan bocor ke media, itu tidak membantu perusahaan menghadapi nasabah.
Saat kejahatan keuangan berkembang seiring munculnya berbagai inovasi dalam produk-produk keuangan, data, analitik, dan AI adalah senjata yang penting.
Dan ketika kemerosotan ekonomi membayangi berbagai perekonomian dunia, pastikan Anda memiliki strategi pencegahan yang komprehensif.
**Penulis adalah Erwin Sukiato, Country Manager Indonesia, Cloudera