Liputan6.com, Jakarta - Dulu seks oral dianggap sebagai hal yang tabu. Tetapi kini oral sex menjadi 'bentuk umum' dari aktivitas seksual yang dapat dilakukan ketika pasangan anak manusia berhubungan intim.
Oral seks memiliki arti untuk menggunakan mulut, bibir, atau lidah ketika merangsang sensualitas saat nge-sex. Baik pria maupun wanita dapat melakukan seks oral kepada pasangannya.
Advertisement
Biasanya, seks oral digunakan saat foreplay untuk meningkatkan gairah pasangan dan merangsang pasangan sebelum melakukan hubungan seks.
Mengutip dari Better Health pada Rabu (2/10), seks oral yang mungkin dikenal dengan sebutan blowjob. Adapun terdapat istilah lain seperti felatio, yakni stimulasi dari mulut ke penis, dan cunnilingus yang artinya stimulasi dari mulut ke vagina.
Sementara itu, kegiatan seks oral dapat menjadi bagian dari sesi hubungan seksual atau dilakukan secara terpisah. Tetapi, tentu oral seks tetap perlu dilandasi dari persetujuan kedua belah pihak. Hal ini disebabkan agar oral seks dapat menjadi bagian seks yang alami dan menyenangkan.
Sama halnya seperti seks, seks oral juga tidak boleh berganti-ganti pasangan. Hal tersebut disebabkan banyaknya kuman yang dapat ditransfer dan bersarang di mulut bagian dalam.
Mengutip dari Sex Etc, seks oral juga tetap memerlukan kondom untuk mengurangi risiko penularan penyakit seks menular yang disebarkan melalui infeksi.
Lantas darimana asal usul dari sex oral? Berikut penjelasannya.
Sejarah Seks Oral
Bila membicarakan mengenai sejarah, tentu banyak sumber yang dapat menyebabkan kerancuan, terlebih luasnya wilayah yang membuat sejarah seks oral dapat dimulai dari beragam asal.
Mengutip The Bustle, bila melihat sejarah dari Mesir Kuno, yang diyakini sebagai sumber tertua yang ditemukan, prasasti yang ditemukan di ruang pemakaman mesir menceritakan mitos Osiris.
Setelah Osiris dibunuh dan dipotong-potong oleh saudaranya, Dewi Iris mencoba menyatukan potongan-potongan itu tetapi tidak dapat menemukan 'kejantanannya'.
Dengan cerdik, dia membuat satu dari tanah liat dan menggunakan mulutnya untuk 'menghirup kehidupan ke dalam dirinya' melalui itu.
Adapun bila melihat berdasarkan sejarah Romawi Kuno, lukisan-lukisan dinding yang menghiasi kota kuno Pompeii pada 79 Masehi, memiliki gambaran pornografi.
Segala sesuatu yang dimulai dari graffiti hingga pemandian dipenuhi dari gambar-gambar tindakan seksual.
Di sisi lain, orang Yunani Kuno melihat seks oral sebagai penghinaan karena menganggap blowjob sebagai 'pemborosan' sperma sebagai benih kehidupan.
Advertisement
Melihat Seks Oral dari sisi Kama Sutra
Dalam bahasa Sansekerta, bahasa 'Kama Sutra', salah satu kata untuk klitoris adalah 'smara-chattra', yang secara harfiah diterjemahkan menjadi 'payung dewa cinta'.
Melansir dari Salon.com, Kama Sutra yang berasal dari India, mengisahkan mengenai seni mencintai. Seluruh bab dalam Kama Sutra dikhususkan untuk tindakan yang disebut dengan "auparishtaka" atau dikenal sebagai "kongres oral".
Kongres oral menjelaskan mengenai teknik yang sangat sederhana dan ringan yang merupakan cara yang baik untuk masuk ke dalam ritme seks oral.
Panduan ini melibatkan delapan cara yang sangat deskriptif dan semikodifikasi untuk melakukan blowjob.
Adapun Kama Sutra juga memiliki bab-bab terperinci tentang gigitan, goresan, dan aspek-aspek lain dari estetika tubuh.
Bahaya Seks Oral
Sejarah yang menceritakan mengenai seks oral, membuka pertanyaan apakah sebenarnya oral seks merupakan hal yang baik dan perlu untuk dilakukan.
Mengutip dari Indian Times, India masih mengecam tindakan seks oral. Bahkan, seks oral terdaftar sebagai “Ilegal” di bawah bagian 377 dari "Indian Penal Code" yang menyatakan bahwa seks oral merupakan hubungan badan yang bertentangan dengan tatanan alam yang tidak membawa potensi prokreasi.
Adapun terlepas dari pembatasan hukum, banyak orang India yang juga menghindari seks oral.
Mengutip dari Health Shots, seks oral memang tidak memiliki peluang untuk menyebabkan kehamilan, tetapi risikonya adalah infeksi menular seksual.
Hal ini disebabkan masih terdapat anggapan bahwa oral seks tidak memerlukan pengaman. Padahal, pengaman dapat menurunkan risiko dan mencegah terjadinya penularan HIV.
Advertisement