Kasus Gagal Ginjal Akut RI Jadi 325, Kematian Capai 178

Per 1 November 2022, gagal ginjal akut di Indonesia naik jadi 325 kasus dengan 178 di antaranya meninggal.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 02 Nov 2022, 14:02 WIB
Ilustrasi anak yang sedang terbaring lemas karena penyakitnya. Credits: pexels.com by Ron Lach

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia per 1 November 2022, jumlah kasus gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Tanah Air mencapai angka 325 kasus. Angka ini bertambah dari sebelumnya 304 kasus pada 31 Oktober 2022.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memaparkan, provinsi terbanyak dengan kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak diduduki DKI Jakarta. Selanjutnya di luar Jawa, ada Aceh, Sumatera Barat, dan Bali.

"Data per kemarin (1 November), kita bisa monitor ada 325 kasus ginjal akut di seluruh Indonesia dan memang konsentrasi di beberapa provinsi tertentu, khususnya di daerah Sumatera Utara, di daerah Jawa bagian barat, bagian timur, dan juga daerah Sulawesi Selatan," papar Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 2 November 2022.

"Kita bisa lihat ini sebarannya. Memang DKI Jakarta yang paling tinggi, kemudian ada Jawa Barat, Jawa Timur, lalu Banten. Yang agak unik ada di Aceh, Sumatera Barat, Bali ya, ini yang unik ya."

Perkembangan kematian, dari 325 kasus, tercatat 178 di antaranya meninggal dunia. Meski begitu, angka kematian ini dinilai Budi Gunadi menurun ketimbang dari sebelumnya.

"Kita juga melihat meninggalnya sekarang 178 dari 325 kasus atau sekitar 54 persen. Ini sudah menurun dari kondisi sebelumnya, yang sempat mencapai hampir 60 persen," lanjutnya.

"Sebenarnya, kasus ginjal akut ini memang ada ya dan mungkin sebelum-sebelumnya pun sudah ada. Di kita sendiri terlihat ada lonjakan pada Agustus 2022."


Jumlah Kasus Turun Drastis

Ilustrasi anak sedang terjangkit penyakit Credits: pexels.com by Cottonbro

Adanya lonjakan kasus gangguan ginjal akut pada Agustus 2022, Kemenkes segera merespons kasus lebih cepat dan tindak lanjut yang dilakukan. Respons dilakukan dengan adanya dugaan kandungan zat berbahaya yang melebihi ambang batas dari obat sirup yang dikonsumsi anak.

"Melihat ada lonjakan pertama kali teridentifikasi di bulan Agustus 2022, sehingga kami mulai merespons di bulan September. Respons ini berdasarkan adanya data lonjakan dari kasus di bulan Agustus," Budi Gunadi Sadikin melanjutkan.

Walaupun angka kasus ada kenaikan, Menkes Budi Gunadi menekankan, jumlah kasus baru semakin menurun drastis. Hal ini dilihat sesuai perhitungan rata-rata 7 hari (7 days moving average).

"Kita juga melihat bahwa sebagian besar dari kasus ini terjadi pada anak-anak dengan usia 0 sampai 5 tahun. Kita juga melihat kondisinya sekarang, saya update (perbarui) dulu, bahwa sesudah kita melakukan pelarangan obat sirup, jumlah kasusnya kita lihat dari 7 days moving average sudah menurun drastis," jelasnya.

"Yang tadinya sempat di angka 6 sampai 7 kasus baru per hari dengan puncak 10 kasus per hari, itu jumlah kasusnya sudah menurun drastis."


Tidak Ada Kasus Baru di 3 RS

Bayi | pexels.com/@fotios-photos

Menindaklanjuti perkembangan kasus gangguan ginjal akut, Kemenkes melakukan monitoring ke sejumlah rumah sakit rujukan, seperti RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, RS DR. Sardjito, dan RS Sanglah Bali.

Hasil monitoring, jumlah pasien baru yang masuk rumah sakit menurun, bahkan tidak ada.

"Kami juga melakukan monitoring di rumah sakit-rumah sakit, seperti RSCM, Sardjito sama Sanglah yang di Bali. Di sana, yang tadinya (pasien ginjal akut) masuk setiap hari dan tinggi, sekarang sudah tidak ada yang masuk baru," Budi Gunadi Sadikin menerangkan.

Dari sisi kematian, Menkes Budi Gunadi mengakui angkanya sempat naik tinggi. Puncak kematian tertinggi kemungkinan di 6 kasus yang terdeteksi.

Namun, angka kematian juga turun berkat adanya pemberian terapi obat Fomepizole, sejenis obat penawar atau antidotum untuk mengatasi keracunan akibat senyawa.

"Tapi sejak Fomepizole, obatnya kita coba di RSCM tanggal 18 Oktober, kemudian kita memiliki cukup banyak obat itu di minggu lalu, jumlah kematiannya sudah menurun secara drastis," pungkas Budi Gunadi.

"Kondisi sampai sekarang, dari jumlah kasus baru maupun jumlah kematian sudah sangat turun secara drastis."


Kurangi Angka Kematian

Ilustrasi bayi dengan penyakit langka Foto oleh Josh Willink dari Pexels

Penurunan angka kasus baru dan kematian akibat gagal ginjal akut anak, dijelaskan Menkes Budi Gunadi Sadikin selepas pelarangan penggunaan sementara obat sirup dan penemuan obat Fomepizole.

Obat Fomepizole dinilai efektif mengurangi derajat kematian pada kasus gagal ginjal akut.

"(Penurunan kasus) ini terjadi sesudah kita melarang penyebaran obat-obatan cair dan juga sesudah ditemukannya terapi dengan cepat dengan Femopizole untuk mengurangi derajat kematian," ucap Budi Gunadi.

Larangan sementara penggunaan obat sirup tertuang melalui Surat Edaran (SE) Kemenkes Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak. SE ini diteken oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami tertanggal 18 Oktober 2022.

 

Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, demikian bunyi SE.

 

Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi (Liputan6/com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya