Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) menandatangani Mandate Letter senilai USD 750 juta, atau setara Rp 11,7 triliun (kurs Rp 15.600 per dolar AS) dari 8 bank internasional dan multinasional. Tujuannya, untuk mendukung sejumlah proyek transisi energi hijau yang bakal digarap perseroan.
Mandat pembiayaan hijau ini ditandatangani dalam rangkaian acara Energy Transition Day di Nusa Dua, Bali, Selasa (1/11/2022) kemarin.
Advertisement
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, PLN melakukan sejumlah inisiatif dalam mendukung agenda dekarbonisasi. Salah satunya adalah memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan gencar membangun pembangkit energi baru terbarukan (EBT).
Dalam menjalankan proyek mengejar target carbon neutral, PLN menyambut dukungan internasional dari sisi pembiayaan.
"Kami berencana menggunakan sepenuhnya pembiayaan ini untuk mendukung pembangunan program-program berbasis EBT," ujar Darmawan dalam keterangan tertulis, Rabu (2/11/2022).
Darmawan mengatakan, dukungan internasional dan kolaborasi diperlukan dalam mendukung misi PLN dalam upaya menyukseskan transisi energi di Indonesia.
"Hal ini membuktikan bahwa PLN mendapat kepercayaan dan dukungan dari kreditur dan investor internasional sehingga PLN mendapatkan pembiayaan dengan pricing yang kompetitif seperti ini di tengah situasi pasar dan ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian dan volatile," ungkapnya.
Adapun 8 bank yang memperoleh mandat pembiayaan hijau ini adalah Bank of China, China Construction Bank, CIMB, DBS Bank, PT Bank Mizuho Indonesia/Mizuho Bank Ltd, OCBC, Sumitomo Mitsui Banking Corporation/Bank BTPN, dan United Overseas Bank (UOB).
Erick Thohir: Holding PLN Harus Percepat Transisi Energi
Menteri BUMN Erick Thohir, optimis adanya empat Subholding PLN bisa menjalankan dengan cepat transisi energi, guna melayani dan memberikan kemudahan bagi rakyat Indonesia.
Tentunya, Erick menginginkan restrukturisasi PLN harus menjadikan listrik nasional semakin kuat dan luas dalam melayani energi untuk rakyat.
Dengan makin besar dan kompleksnya tantangan, disrupsi teknologi, kebutuhan industri hijau, dan gaya hidup masyarakat yang kian berkembang, inilah waktu tepat agar sektor kelistrikan Indonesia berubah dan menyesuaikan diri.
"Hari ini kita ambil langkah penting agar PLN bertransformasi. Saya optimistis, PLN yang kini jadi holding utama, dengan empat subholding yang punya fokus bisnis dan positioning yang jelas, akan menjawab keinginan Presiden Jokowi agar sektor energi kita lebih cepat menjalankan transisi energi demi melayani dan memberi kemudahan bagi rakyat," kata Erick Thohir dalam Peluncuran Holding dan Subholding PLN di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Erick Thohir menegaskan restrukturisasi PLN ini mengawali pula transisi dari energi yang berbasis fosil, impor, dan membebani anggaran negara menuju energi yang berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Bahkan, EBT harus bersumber dari domestik dengan memanfaatkan potensi-potensi alam di Indonesia. Jadi lebih murah dan anggaran negara yang sebelumnya banyak digunakan untuk mensubsidi impor, bisa digunakan untuk program kebijakan lain yang fokus menyejahterakan rakyat," ujarnya.
Advertisement
Subholding PLN
PLN sebagai holding utama akan membawahi empat subholding. Pertama, subholding di bidang energi primer, PLN Energi Primer Indonesia.
Tugas subholding ini antara lain pengadaan batubara, gas, dan BBM sebagai sumber energi pembangkitan listrik, sekaligus memastikan sumber pasokan energi primer yang bersumber dari EBT.
Kedua, subholding di bidang pembangkitan, yakni PLN Indonesia Power. Ketiga, PLN Nusantara Power yang saat dibentuk akan langsung menjadi generation company terbesar di Asia Tenggara dan siap bersaing di kancah global. Keempat, subholding yang bergerak di pengembangan usaha dan inovasi di luar kelistrikan untuk kebutuhan masa depan, PLN ICON Plus.
"Dengan perubahan struktur ini, PLN akan lebih efektif dan efisien, baik dalam pengelolaan keuangan dan potensi investasi di masa depan karena perubahan di dunia, serta PLN akan tepat sasaran kepada masyarakat atau konsumen yang membutuhkan. Kita terus melakukan percepatan pelunasan hutang, yang awal Rp 500 triliun, kini sudah turun menjadi Rp 407 triliun," jelas Erick.