Liputan6.com, Jakarta - "Tempe itu luar biasa. Tempe membuat orang jadi lebih sehat dengan harga yang murah dan lebih ramah lingkungan," Co-founder Indonesian Tempe Movement, Dr. Amadeus Driando Ahnan-Winarno, mengatakan saat ditemui usai jumpa pers kampanye "Every U Does Good" inisiasi Unilever Inodnesia di bilangan Jakarta Pusat, Selasa, 1 November 2022.
Berkaca pada lusinan manfaat tempe, Ando, sapaan akrabnya, ingin membuat makanan kaya protein itu jadi keren demi melepas stigmanya sebagai makanan kuno. "Pertama, visual. Generasi sekarang, dengan (kehadiran) media sosial, melihat hal (secara) visual dulu, baik tempe, hidangan tempe itu sendiri, bahkan baju dengan konsep tempe," katanya.
Baca Juga
Advertisement
"Jadi, visual tempe itu bisa meluas ke mana-mana sampai ke fesyen," ia menyebutkan. "Kedua, namanya makanan, harus enak. Sesehat apapun, seramah lingkungan apapun, kalau enggak enak, itu jadinya obat, karena kita terpaksa makannya. Jadi, rasa juga penting untuk memperkenalkan tempe."
Ketiga, Ando menyambung, ilmu branding. Ini terkait dengan semua hal tentang tempe, termasuk di mana tempe disajikan, kulturnya seperti apa, juga siapa orang-orang yang memakannya. Terkait itu, pihaknya pernah bekerja sama untuk menghadirkan konsep fine dining berbahan tempe pada 2019.
"Ini sebenarnya masih berlangsung, dan ada kolaborasi dengan restoran lain," aku Ando. "Jadi, (ini menandakan) tempe sudah masuk restoran level ini, yang datang pakaiannya lucu-lucu. Masuk platform yang, misalnya, menginspirasi. Fokus ke hal-hal keren yang menempel pada tempe.
Citra Tempe
Ando bercerita bahwa dokumentasi perdana tempe itu tercatat pada 1600-an. "Itu dicatat sebagai makanan yang disuguhkan pada penulis Serat Centhini, Pakubuwono V, yang notabene pangeran Kerajaan Surakarta. Jadi, tempe itu sejarahnya pertama kali tercatat sebagai makanan kerajaan. Tinggi levelnya," ia mengatakan.
Kemudian, ia menyambung, tempe bergeser jadi makanan dalam rencana B. "Kalau enggak bisa beli daging, makan tempe," tuturnya. Tapi, pada 2021 Indonesian Tempe Movement mengadakan studi pada 200 orang antara umur 25--35 tahun di lima pulau besar Indonesia ditambah beberapa pulau kecil.
Dari situ, Ando mengatakan, citra tempe sudah lebih baik. Ia mengutarakan, "92 persen orang yang ditanya suka tempe. Alasan nomor satu, lebih dari 60 persen, karena enak. Kedua, sehat, ketiga (sumber) protein. 93 persen sudah tahu bahwa tempe itu bernutrisi tinggi."
Pertumbuhan industri tempe dalam negeri, secara data, menurutnya masih bolong-bolong. "Tapi yang jelas, sumber protein utama orang Indonesia masih tempe," ujarnya. "Jadi, tempe ini dikonsumsi tujuh kilogram per orang per tahun, memenuhi 10 persen kebutuhan protein harian, lebih tinggi dari tahu (8 persen), daging (3 persen), dan telur (2 persen)," ucapnya.
Advertisement
Makanan Siap Olah
Berdasarkan data tersebut, Anda berharap bahwa jumlah konsumsi itu bisa terkorelasi dengan pergerakan industri tempe lokal. "Perlu disadari bahwa industri tempe di Indonesia itu dilindungi untuk skala mikro dan kecil. Sekian banyak tempe yang diproduksi itu dari perajin kecil, dan kebanyakan masih tradisional," katanya.
Sementara itu, pihaknya telah membangun pabrik tempe di Inggris sejak 2018 lalu. "Masih jalan sampai sekarang," ucapnya.
Di sana, mereka mengolah tempe jadi "makanan yang sangat mudah dimasak." Ando mengungkap, "Kendalanya di dunia Barat, orang enggak tahu bagaimana masak tempe. Tempe orek enggak tahu, tempe kecap enggak tahu, tempe goreng ... orang sana rada enggak mau goreng pakai minyak banyak-banyak. Beda kultur."
Karena itu, di bawah merek Better Nature, pihaknya menjual tempe siap konsumsi yang sudah dipotong dan dibumbui, dari BBQ sampai mediterranean. "Orang jadi gampang menikmatinya. Cepat saja, pakai minyak sedikit, panasin, ditambah ke burger atau spageti, misalnya," ia mengatakan. Penjualannya kini telah merambah pasar Inggris, Jerman, Swiss, dan Uni Emirat Arab.
Produk dengan Nilai Tambah
Kolaborasi mereka dengan berbagai pihak, kata Ando, sejauh ini lebih fokus menciptakan produk baru. "Menikmati tempe sebagai produk dengan nilai tambah," tuturnya. "Jadi, enggak cuma tempe mentah. Keripik sudah bagus. Nanti harapannya mau ada tempe bar, burger tempe."
Soal pemanfaatan bahan baku tempe, Ando menyebut bahwa sebagian mereka mengambil dari Eropa, tapi juga membawa kedelai lokal Indonesia untuk diproses di sana. "Tapi, tempe harus dilihat sebagai proses. Enggak harus dari (kacang) kedelai. Kita ganti kacangnya, itu tetap tempe," ia mengatakan.
Substitusi kacang kedelai sebagai bahan pembuat tempe ini sebenarnya juga sudah dilakukan Putri Gremmer. Ia merupakan seorang pengusaha yogurt, tempe, sourdough, dan makanan fermentasi, yang berada di balik tampilan tempe-tempe bervisual memikat hati di Kepulauan Karibia, tepatnya di Grenada.
"Ide awalnya karena di Grenada tidak ada yang jual tempe, dan aku penggemar tempe, jadi harus buat tempe sendiri. Kebetulan sekalian ingin memperkenalkan tempe di negara tempat aku tinggal," kata perempuan asal Bintan, Kepulauan Riau itu melalui pesan pada Liputan6.com, 7 Desember 2021.
Berada jauh dari Indonesia, Putri mengaku pernah membawa ragi dari Indonesia. Namun, bahan ini seterusnya dibuat sendiri. Sementara, semua kacang-kacangan bisa dibeli di sekitar tempatnya tinggal.
Advertisement