Dianggap Mengganggu, Penyandang Disabilitas Intelektual di Sidoarjo Ditolak Warga

Nasib miris menimpa penyandang disabilitas intelektual dan mental asal Sidoarjo, Jawa Timur, AA.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Nov 2022, 18:00 WIB
Iin dan AA, penyandang disabilitas intelektual yang mendapat penolakan dari warga. Foto: Dok pribadi.

Liputan6.com, Jakarta Nasib miris menimpa penyandang disabilitas intelektual dan mental asal Sidoarjo, Jawa Timur, AA.

Untuk kesekian kalinya, pria usia 23 ini ditolak oleh warga lantaran kedapatan Buang Air Besar (BAB) sembarangan atau bukan pada tempatnya.

AA tinggal bersama ibunya di Desa Kepuh Kiriman, Kecamatan Waru. Menurut sang ibu, Iin (47) penolakan tersebut terjadi saat dirinya sedang berkumpul bersama putranya pada Sabtu, 30 Oktober 2022 di kontrakan barunya.

“Waktu itu saya sedang menerima tamu teman-teman yang sedang menjenguk AA dan saya di kontrakan. Tiba-tiba ada beberapa warga yang datang untuk meminta saya dan anak saya segera pindah,” kata Iin dalam keterangan pers yang diterima Disabilitas Liputan6.com, Kamis (3/11/2022).

Menurut penuturan Iin, warga merasa terganggu dengan kebiasaan AA yang suka buang air besar tidak pada tempatnya.

“Anak saya memang belum bisa BAB secara mandiri. Hasil pemeriksaan tim medis juga menyatakan AA memiliki hambatan intelektual, fisik, dan mental,” kata Iin.

“Kalau saya ada di rumah ya pasti langsung saya bersihkan jika AA sedang BAB. Apa karena anak saya tidak bisa BAB secara mandiri lantas saya selalu ditolak warga di sana sini, saya capek dan kasihan terhadap nasib AA,” jelas Iin yang juga seorang single parent itu.


Bukan Satu Kali

Sebagai seorang ibu, Iin ingin merawat secara langsung anaknya dengan baik di tempat yang cukup layak. Namun, karena pekerjaan serabutan yang tidak tentu penghasilan per bulannya, mereka harus sering bergonta-ganti kontrakan.

Iin pun meminta kepada pemerintah agar segera turun tangan untuk memberikan perlindungan kepada putranya yang sering mendapatkan penolakan atau perlakuan diskriminatif dari masyarakat.

“Dengan segala kerendahan hati, saya memohon ibu Tri Rismaharini (Menteri Sosial) dan ibu Khofifah (Gubernur Jawa Timur) untuk membantu anak saya,” kata Iin.

“Sejujurnya saya hanya ingin hidup bahagia dan merawat anak saya di tempat yang semestinya,” imbuhnya.


Ingin Dibantu Akses Rumah Subsidi

Iin pun mengungkapkan keinginannya mendapatkan bantuan akses rumah bersubsidi untuk ditinggali bersama putranya.

“Demi AA, saya tidak meminta rumah gratisan. Saya hanya meminta bantuan mendapatkan rumah subsidi pemerintah, selanjutnya akan saya cicil setiap bulannya,” katanya.

Sebelumnya, organisasi disabilitas LIRA Disability Care (LDC) dan Dinas Sosial Jawa Timur (Dinsos Jatim) merekomendasikan AA untuk direhabilitasi. Rehabilitasi pun dilakukan selama 9 bulan.

Rehabilitasi ini dilakukan di beberapa tempat yakni di panti rehabilitasi sosial bina grahita (UPT-RSBG Tuban), rumah sakit jiwa Menur (RSJ Menur surabaya), dan panti rehabilitasi sosial bina laras (UPT-RSBL Pasuruan).


Setelah Rehabilitasi

Setelah menjalani rehabilitasi selama 9 bulan, AA pun kembali mendapatkan perawatan dari pihak keluarga.

Namun, nasib miris ternyata kembali menimpa AA karena kesekian kalinya mendapatkan penolakan oleh beberapa kelompok masyarakat.

Kejadian ini pun sangat disesalkan oleh sejumlah aktivis disabilitas, perlakuan diskriminatif dan penolakan oleh warga ini terjadi hanya selang beberapa hari setelah AA selesai menjalani 9 bulan masa rehabilitasi.

 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya