Suku Bunga The Fed Tertinggi Sejak 2008, Ini Kata Jerome Powell

The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin menjadi 3,75 persen-4 persen, menandai kenaikan keempat berturut-turut.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 03 Nov 2022, 11:15 WIB
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) menyetujui kenaikan suku bunga keempatnya pada Rabu (2/11) waktu setempat. 

Dilansir dari CNBC International, Kamis (3/11/2022) The Fed kali ini menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin menjadi 3,75 persen-4 persen, mendorong biaya pinjaman ke level tertinggi baru sejak 2008.

Seperti diketahui, kenaikan suku bunga The Fed yang agresif merupakan upaya untuk mengendalikan inflasi ke target 2 persen.

Pernyataan baru pembuat kebijakan juga mengatakan bahwa, ketika menentukan kenaikan lanjutan, The Fed akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambatan di mana kebijakan moneter mempengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi, serta perkembangan ekonomi dan keuangan.

"Komite mengantisipasi bahwa kenaikan lanjutan dalam kisaran target akan tepat guna menyelaraskan sikap kebijakan moneter yang cukup membatasi dalam mengembalikan inflasi ke 2 persen dari waktu ke waktu," terang peryataan itu.

Namun, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa kemungkinan masih diperlukan tekad dan kesabaran untuk menurunkan inflasi AS.

"Kami masih memiliki beberapa cara untuk melaju dan data yang masuk sejak pertemuan terakhir kami menunjukkan bahwa tingkat suku bunga tertinggi akan lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya," ujar Powell. 

Dia juga mengulangi gagasan bahwa mungkin akan tiba saatnya untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga.

"Jadi waktu itu akan datang, dan mungkin akan datang segera setelah pertemuan berikutnya atau setelah itu. Belum ada keputusan yang diambil," ungkapnya. 


Harga Minyak Brent Lompat ke USD 96,16 Usai The Fed Naikkan Suku Bunga

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Harga minyak naik pada perdagangan Rabu (Kamis waktu Jakarta), menguat setelah Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk keempat kalinya tahun ini, meskipun patokan minyak mentah akhirnya menetap dalam kisaran perdagangan sepanjang hari.

Pasar sebelumnya didukung oleh penurunan lain dalam persediaan minyak Amerika Serikat (AS) karena kilang mengambil aktivitas menjelang pemanasan musim dingin.

Dikutip dari CNBC, Kamis (3 /11/2022) harga minyak mentah Brent ditutup naik USD 1,51 atau 1,6 persen menjadi USD 96,16. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik USD 1,63 atau 1,8 persen menjadi USD 90.

Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga  sebesar 75 basis poin, melanjutkan upayanya untuk menurunkan inflasi, meskipun bank sentral mengisyaratkan bahwa kenaikan di masa depan mungkin dalam peningkatan yang lebih kecil setelah beberapa kali kenaikan suku bunga.

Tjhe Fed telah menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi yang telah mencapai level tertinggi dalam 4 dekade. Sejauh ini pergerakannya tidak mempengaruhi pasar tenaga kerja yang kuat.

Menurut data federal, stok minyak mentah AS turun sekitar 3,1 juta barel pada minggu ini. Persediaan bensin turun, sementara stok sulingan naik hanya sedikit menjelang musim pemanasan utama, ketika permintaan diperkirakan akan meningkat.

 


Persediaan AS

Persediaan AS tetap rendah di sebagian besar produk, mengkhawatirkan analis yang percaya bahwa akhir rilis cadangan strategis AS yang akan datang akan menghilangkan sumber pasokan yang akan semakin memperketat pasar.

“Setiap minggu yang berlalu, AS menarik persediaan hidrokarbon, dan itu mengarah pada pertanyaan ke mana industri akan berubah ketika tidak ada lagi pasokan dari pelepasan cadangan minyak strategis,” kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.

“Itulah sebabnya kami melihat ada dukungan terhadap harga minyak," lanjut dia.

Infografis AS Tak Mau Hadiri G20 Jika Ada Rusia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya