LPSK Jadwalkan Asesmen Psikologis Korban Kekerasan Seksual ASN KemenkopUKM

Menteri Teten menghendaki keterlibatan LPSK untuk memastikan terpenuhinya hak korban kekerasan seksual dari aspek pemulihan psikis.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Nov 2022, 11:45 WIB
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bertemu dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi. (Dok KemenkopUKM)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki, terus proaktif melakukan upaya penyelesaian secara menyeluruh kasus kekerasan seksual dengan terduga pelaku ASN KemenKopUKM. Teten Masduki juga memastikan semua hak-hak korban terpenuhi, termasuk upaya pemulihan psikis korban.

“Salah satu upaya lanjutan yang kami lakukan adalah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Kamis (3/11/2022).

Teten menghendaki keterlibatan LPSK untuk memastikan terpenuhinya hak korban dari aspek pemulihan psikis.

“LPSK akan memantau kondisi korban dan memberikan layanan psikis sehingga korban tidak mengalami tekanan secara mental,” kata Teten.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, mengatakan segera menjadwalkan asesmen psikologis terhadap korban. Pihaknya akan mengevaluasi terlebih dulu kondisi korban sebab ada informasi dari keluarga korban terjadi perubahan sikap sejak peristiwa itu terjadi.

LPSK memberikan rehabilitasi selain perlindungan fisik, pendampingan dan rehabilitasi medis untuk yang sakit dan rehabilitasi psikologis untuk yang trauma, rehabilitasi psikososial untuk kehidupannya sosialnya dari sandang, pangan, papan termasuk pekerjaan dan pendidikan.

 

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bertemu dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi. (Dok KemenkopUKM)

Selain hak korban atas pemulihan psikis, MenKopUKM juga tengah memastikan hak korban sebagai pegawai honorer terpenuhi dan hak korban atas proses hukum berjalan sesuai aturan sehingga proses hukum dapat ditegakkan.

Sebelumnya, Menteri Teten juga membentuk Tim Independen Pencari Fakta, Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Lingkungan KemenKopUKM.

Tim Independen ini diketuai oleh Aktivis Perempuan, Ratna Batara Munti. Selain Riza Damanik dari KemenkopUKM, Tim independen juga beranggotakan Margareth Robin Kowara dari KemenPPPA, Sri Nurherwati dari Aktivis Perempuan dan Ririn Sefsani dari Aktivis Perempuan.


Bareng Aktivis Perempuan, Menteri Teten Bentuk Tim Independen Tangani Kasus Kekerasan Seksual

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memita kepada seluruh anak buah untuk menyukseskan 6 program prioritas yang dipimpinnya di bidang Koperasi dan UKM.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki membentuk Tim Independen untuk mengusut kasus tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kementerian Koperasi dan UKM pada 2019.

Teten menjelaskan, Tim Independen melibatkan tiga unsur, yaitu KemenKopUKM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Aktivis Perempuan.

Untuk Kemenkop UKM diwakili Staf Khusus Bidang Ekonomi Kerakyatan M. Riza Damanik. Sedangkan aktivis perempuan diwakili oleh Sri Nurherwati, Ririn Sefsani, dan Ratna Batara Munti.

"Untuk menuntaskan kasus ini secara menyeluruh KemenKopUKM bergerak cepat membentuk Tim Independen sebagai upaya penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan KemenKopUKM," kata Teten dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Tim Independen yang baru dibentuk ini memiliki dua tugas utama. Pertama, mencari fakta dan memberikan rekomendasi penyelesaian kasus kekerasan seksual maksimal 1 bulan.

"Tugas lainnya adalah merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal penanganan tindak pidana seksual KemenKopUKM selama jangka waktu tiga bulan. Kita ingin momentum ini dijadikan untuk pembenahan internal," katanya.

Audiensi bersama aktivis perempuan itu menjadi pertemuan yang sangat produktif untuk mencari solusi penanganan kasus kekerasan seksual. "Karena KemenKopUKM tidak mentolerir praktik tindak kekerasan seksual. Kalau saat ini dianggap masih belum memenuhi azas keadilan segera kami tindak lanjuti," jelasnya.

 


Jamin Tidak Ada Intimidasi

Tak sampai di situ kata Teten, KemenKopUKM siap memberikan data pendukung dan berkoordinasi intensif dengan tim independen. Sehingga perlindungan keluarga korban di kementerian dipastikan terjamin dan tidak ada intimidasi apapun.

"Penyelesaiannya di Tim Independen jadi bukan lagi dari internal KemenKopUKM. Kami akan menggunakan momentum ini untuk pembenahan internal kementerian, supaya kami memiliki SOP untuk menangani tindak kekerasan seksual," ucapnya.

Adapun Aktivis Perempuan Ririn Sefsani menekankan, tahapan hukum akan terus dilakukan sehingga para pelaku mendapatkan hukum yang setimpal. Di sisi laim, korban harus mendapat perlindungan dan keadilan dalam pemenuhan hak-haknya.

"Kami menyambut baik MenKopUKM responsif setelah aduan kami. Berita baik lagi, KemenKopUKM membuat langkah cepat penyelesaian kasus dengan membentuk tim independen. Jika ini sesuai dengan waktu yang diberikan dan memiliki hasil yang baik, KemenKopUKM ini akan menjadi role model penanganan kekerasan seksual," ucapnya.

Ririn menambahkan, adanya Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telah disahkan menjadi payung hukum yang baik, sehingga hak korban mendapatkan jaminan perlindungan.

"Kami juga akan berkoordinasi dengan LPSK dan pihak kepolisian dalam penyelesaian kasus. Sanksi yang ada saat ini belum memenuhi etik dan ini menjadi tugas tim untuk melengkapi dokumen dan berikan sanksi sesuai kejahatan pelaku," bebernya. 


Penjelasan KemenkopUKM Soal Kasus Perkosaan Salah Satu Pegawai

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesmenKopUKM) Arif Rahman Hakim, dalam konferensi pers, Senin (24/10/2022). (Dok KemenkopUKM)

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) buka suara soal salah satu pegawainya berinisial “ND” yang menjadi korban perkosaan. Perkosaan diduga dilakukan oleh 4 orang pegawai di Kementerian yang sama.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim menjelaskan, penyelesaian kasus ini dari segi hukum sebenarnya sudah dilakukan.

“Dari awal pelaporan tanggal 20 Desember masuk ke biro umum, dan tanggal 20 Desember juga sudah dilakukan pendampingan dilaporkan ke Polres, menurut saya tidak benar lambat. Karena ditanggal yang sama dilakukan pendampingan,” kata Arif dalam konferensi pers di kantor KemenkopUKM, Senin (24/10/2022).

Arif menyebut, sebetulnya peristiwa itu terjadi beberapa tahun lalu, tepatnya pada 6 Desember 2019 di hotel wilayah Bogor. Empat orang pegawai memperkosa yaitu berinisial Z, W, M, N.

Setelah terjadi dugaan pemerkosaan, korban bercerita kepada keluarganya. Kemudian, ayah korban yang juga bekerja di Kementerian Koperasi dan UKM juga melaporkan kejadian tersebut ke KemenkopUKM. Akhirnya, pada 20 Desember 2019 pihak KemenkopUKM turut mendampingi korban untuk melapor ke Polresta Bogor.

“Kepala biro umum mendapatkan pengaduan dari orangtua korban berinisial W yang kebetulan bekerja di Kementerian Koperasi dan UKM sebagai eselon 3. Ayah korban didampingi kakaknya yang juga honorer di KemenkopUKM mengadukan ada tindakan pelecehan seksual kepada ND,” ujar Arief.

Barulah pada 20 Desember 2019 setelah pengaduan, dari biro kepegawaian mendampingi membuat laporan kepada polisi. Saya tegaskan kita mendampingi melaporkan kepolisian Polres Kota Bogor.


Penyidikan

Pada 30 Desember 2019, pihak Kepegawaian KemenkopUKM memanggil dua pelaku yang berstatus ASN yang diduga melakukan tindak asusila. Lalu, pada 1 Januari 2020, Polresta Bogor melakukan penyidikan dilanjutkan pemanggilan pada 30 Januari kepada empat pelaku tindakan asusila.

Sejak tanggal 13 Februari 2020 dilakukan penahanan kepada 4 pelaku selama 21 hari. Pada 14 Februari dilakukan penjatuhan sanksi pemberhentian pekerjaan untuk M dan N yang berstatus non ASN.

Korban lalu mengundurkan diri dari KemenkopUKM, dan pihak KemenkopUKM turut mencarikan pekerjaan untuk ND. Sejak Maret 2020, ND bekerja di Kementerian lain hingga sekarang.

Pada Maret 2020 pelaku diproses lalu ditangguhkan dari tahanan dan diwajibkan lapor 2 seminggu, pada masa tersebut dilakukan restorative justice yaitu dilakukan perdamaian antara pelaku dan korban, dan keluarga korban melakukan pencabutan pelaporan. 


Cabut Laporan

“Setelah dilakukan mediasi akhirnya mencabut laporan di Polres kota Bogor. Pada Jumat 13 Maret dilangsungkan akad nikah dengan salah satu pelaku. Setelah tercapai kesepakatan, pihak kepolisian menerbitkan penghentian penyidikan,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, pihak keluarga korban memutuskan untuk melaporkan kembali para pelaku. Oleh karena itu, pihak KemenkopUKM akan memberikan pendampingan jika korban ingin melaporkan kembali.

“Sejalan dengan Pemeriksaan di Kepolisian proses penjatuhan sanksi juga dikenakan pada April 2020. Kenapa kesannya lambat, kami menghormati juga dari pihak keluarga, jadi kami tidak mengumumkan, kami menghargai keluarga korban agar nyaman,” pungkasnya.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya