Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengusulkan standar cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) agar dimasukkan ke dalam Farmakope Indonesia. Farmakope merupakan referensi yang berisi ketentuan umum, monografi sediaan umum, monografi bahan obat dan obat.
Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengatakan, standar cemaran Etilen Glikol dan DEG yang berkaitan dengan kasus gagal ginjal akut belum masuk ke dalam ketentuan Farmakope Indonesia kategori produk jadi, khususnya obat sirup.
Advertisement
Imbasnya, BPOM tidak bisa melakukan pengawasan produk jadi yang terkandung cemaran EG dan DEG.
"Nah, untuk obat dengan kandungan menggunakan pelarut Propilen Glikol (PG) dan Polietilena Glikol (PEG) yang patut diduga juga bisa ada kemungkinan ada cemaran EG dan DEG, kami tidak bisa melakukan pengawasan produk jadinya," jelas Penny saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 2 November 2022.
"Karena belum ada standar yang ada dan ini berlaku internasional. Standar produksi obat yang disebut dengan Farmakope Internasional. Di kita namanya, Farmakope Indonesia."
Saat ini, Farmakope Indonesia yang baru diperbarui tertuang dalam Edisi VI Tahun 2020 yang diunggah oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. BPOM pun berkoordinasi dengan Kemenkes untuk perubahan ketentuan pada Farmakope.
"Kalau ada pertanyaan, 'Kenapa tidak dilakukan pengawasan (terhadap produk jadi obat sirup yang terkandung EG dan DEG)? Karena memang standarnya belum ada dan itu adalah salah satu yang harus kita perkuat dikaitkan menambahkan standar cemaran EG dan DEG di dalam Farmakope Indonesia," terang Penny.
"Dan saya kira, kami sudah komunikasikan dengan Kementerian Kesehatan untuk adanya perubahan tersebut."
Harus Ada Payung Hukum
Ditegaskan Penny K. Lukito, tidak adanya standar cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang tertuang pada ketentuan produk jadi di dalam Farmakope Indonesia membuat BPOM tidak bisa melakukan pengawasan.
Pengawasan terhadap cemaran EG dan DEG yang dilakukan BPOM saat ini ditujukan terhadap kategori bahan baku. Dalam hal ini, standar cemaran EG dan DEG yang tertuang dalam Farmakope Indonesia berada pada kategori bahan baku.
"Jadi, tidak ada standar terkait dengan kadar cemaran EG dan DEG di dalam produk jadi (pada Farmakope) sehingga dengan demikian Badan POM kalau melakukan pengawasan tentunya harus ada payung hukumnya," Penny K. Lukito melanjutkan.
"Kami tidak bisa melakukan hal tersebut dan itu memang berlaku secara internasional. Pada saat kami harus melakukan sampling dan pengujian sekarang, setelah adanya kasus (gagal ginjal) ini pun juga tentunya harus kami mengembangkan sendiri metodologinya berdasarkan tentunya metodologi pengujian yang dilakukan pada standar cemaran di dalam bahan baku yang sudah ada di dalam Farmakope-nya."
Advertisement
Standar Cemaran Tertuang dalam Bahan Baku
Dihadapan anggota Komisi IX DPR, Penny K. Lukito mengemukakan, standar cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di dalam Farmakope Indonesia kategori produk bahan baku. Bahwa harus paling besar memenuhi cemaran 0,1 persen.
"Namun, di dalam bahan baku ada standarnya mengatakan, bahwa harus memenuhi paling besar 0,1 persen mengandung cemarahan EG dan DEG pada bahan baku dan itu menjadi reference (referensi) dari para pelaku usaha," lanjutnya.
"Tujuannya, untuk memastikan ya menguji bahan baku yang dibeli, maksudnya bahan tambahan pelarut yang dibelinya agar tidak mengandung (cemaran) EG dan DEG lebih dari 0,1 persen."
Berbagai regulasi menjadi referensi dari BPOM dalam melakukan tugas dan juga kriteria evaluasi obat. Di sini, ada kewajiban juga dari pelaku usaha untuk memenuhi Cara Pembuatan Obat dengan Baik (CPOB).
"Saya garis bawahi kembali, bahwa ada pedoman dari cara produksi obat, yang mana di situ ditetapkan berbagai kriteria tanda-tanda, bagaimana memproduksi obat dan bagaimana itu menjadi payung hukum bagi Badan POM untuk melakukan pengawasan," terang Penny.
"Untuk EG dan DEG ini kontaminannya di dalam Farmakope Indonesia itu adalah standar reference dari produksi obat yang menjadi reference dari Badan POM juga untuk melakukan pengawasan. Demikian juga menjadi reference dari dunia usaha untuk melakukan berbagai pengawasan dari mulai mereka produksi sampai dengan distribusinya."
Patuhi Cara Pembuatan Obat
Pada pernyataan resmi pada 1 November 2022, BPOM menegaskan agar pelaku usaha konsisten dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Penegasan ini sehubungan dengan temuan sirup obat yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang diduga terkait dengan kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
Pelaku usaha juga harus memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan standar dan persyaratan serta obat yang diproduksi aman sesuai standar dan mutu. Kemudian mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan oleh regulator baik secara nasional maupun internasional.
BPOM mengimbau masyarakat untuk lebih waspada, menjadi konsumen cerdas, dan memeroleh obat melalui sarana resmi, yaitu di apotek, toko obat berizin, puskesmas atau rumah sakit terdekat atau membeli obat secara online hanya dilakukan di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).
Masyarakat juga diharapkan selalu menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat. Pastikan kemasan produk dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada label, dan produk telah memiliki izin edar BPOM serta belum melebihi masa kedaluwarsa.
Advertisement