Perdana Liburan ke Bali, Ketahui Festival Budaya dan Tradisi Masyarakat di Sana

Macam-macam tradisi masyarakat Bali

oleh Nanda Rabita Nur Ilahiyah diperbarui 03 Nov 2022, 21:24 WIB
Penjor menghiasi jalan Desa Penglipuran di Bali. (dok. Kemenparekraf)

Liputan6.com, Jakarta - Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang terkenal memiliki budaya dan tradisi yang kental. Bahkan warisan nenek moyang tersebut masih dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakat di sana.

Bagi yang baru akan berlibur ke Bali untuk pertama kali, ada baiknya untuk mengetahui beberapa hal terkait tradisi serta budaya di Pulau Dewata itu.

Apalagi saat ini festival budaya yang ada di Bali kembali diselenggarakan setelah absen 2,5 tahun karena pandemi COVID-19.

Diah Widiantari, salah seorang warga Bali, membuat daftar apa saja festival budaya yang sudah atau sedang berlangsung saat ini.

1. Pesta Kesenian Bali biasanya di pertengahan Juni sampai pertengahan Juli

2. Bali Kite Festival, diselenggarakan setiap tahun di bulan Juli dan bertempat di Pantai Padang Galak

3. Denpasar Festival berpusat di sekitar jalan Gajah Mada. Menurut Diah, kegiatan ini guna menyokong UMKM.

"Biasanya dilaksanakan di akhir tahun," kata Diah saat berbincang dengan Citizen6 Liputan6.com melalui pesan singkat.

4. Festival Ogoh-Ogoh. Diah, menjelaskan, ini dilaksanakan sebelum Nyepi sekaligus sebagai tradisi.

"Tapi Ogoh-Ogohnya dilombakan," ujarnya.

Kalian juga mesti tahu bahwa masyarakat Bali merayakan Nyepi. Diah menjelaskan bahwa Nyepi adalah Tahun Baru Saka yang jatuh pada penanggalan Bali tilem kesanga (Tilem IX).

"Tanggal masehinya akan berubah setiap tahun kapan tilem kesanga itu jatuh," kata Diah.

Nyepi, jelas Diah, dianggap sebagai hari penyucian diri bagi umat Hindu.

 

 


Tidak ada Perayaan Meriah di Nyepi

Bila tahun baru biasanya diadakan secara meriah, tidak dengan Nyepi. Untuk Tahun Baru Saka atau Nyepi, umat Hindu (di Bali khususnya) menerapkan empat larangan, yaitu:

1. Amati geni (tidak menghidupkan api)

2. Amati karya (tidak melakukan pekerjaan)

3. Amati lelunggaan (tidak bepergian)

4. Amati lelanguan (tidak berpesta).

"Jadi, hari Nyepi digunakan untuk berkontemplasi. Manusia belajar untuk mengendalikan dirinya," jelas Diah.

 

 


Sehari Sebelum Nyepi

Patung ogoh-ogoh diarak saat pawai pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 yang dihadiri Presiden Jokowi di Bali (23/6). Acara ini dilaksanakan di depan Monumen Bajra Sandi, Lapangan Puputan Niti Mandala. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Sehari sebelum Nyepi ada namanya Pengrupukan, di sinilah masyarakat melaksanakan upacara caru, pembersihan alam dan sekitarnya. Disertai dengan Pawai Ogoh-ogoh. Setelah pawai ogoh-ogohnya dibakar. Karena ogoh-pgoh ini simbol dari butha kala (keangkaramurkaan)

Sehari setelah Nyepi disebut Ngembak Geni. Sebagai hari baru, masyarakat mulai dapat beraktifitas seperti biasa dan menjadi orang yang lebih baik (harapannya)

Tradisi Mekotek

Selain itu, ada juga tradisi Mekotek. Prosesi atau ritual Mekotek ini salah satu ritual yang dilakukan masyarakat di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung.

"Asalnya dari tek tek suara kayu/bambu yang beradu. Ini biasanya tiap enam bulan sekali kalender Bali atau 210 hari sekali (kalender Bali 1 bulan 35 hari)," ujarnya.


Tradisi Lainnya

Pemuka Agama Hindu memercikkan air suci saat upacara Melasti menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1943 di Pantai Kuta, Bali (11/3/2021). Ritual Melasti untuk menyucikan alam agar Hari Raya Nyepi dapat berjalan hening serta damai. (AFP/Sonny Tumbelaka)

Tenganan Pandan War/ Mekare-Kare

Dikutip dari situs Bali.com pada Kamis, 3 November 2022, ini adalah sebuah acara pertempuran tradisional yang diadakan di Desa Tenganan. Di mana pemuda desa saling pukul menggunakan daun pandan berduri tajam dan tameng rotan.

Ritual ini sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Perang yaitu Dewa Indra yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenang-wenang, yang melarang rakyatnya memyembah Tuhan.

Perang Tipal Bantal

Salah satu tradisi yang sudah ada sejak abad ke-13 sebagai simbol rasa syukur yang diberikan petani setempat kepada tuhan atas hasil panen yang melimpah.

Acara ini diselenggarakan oleh masyarakat desa Kapal, di mana kegiatannya berupa berdoa bersama di Pura, kemudian setelah itu para laki-laki desa setempat membuat kelompok dan nantinya akan saling melemparkan lontong.

 

 

 

 

Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya