Liputan6.com, Jakarta - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 diperkirakan akan lebih rendah dari target yang diasumsikan. Dengan adanya kabar baik soal defisit APBN ini akan menjadi modal yang kuat menghadapi berbagai gejolak di 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, defisit APBN 2022 diperkirakan kurang dari 3,92 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, defisit di 2023, ditargetkan terjaga di level 2,84 persen.
Advertisement
"Kita perkirakan akan lebih rendah dari 3,9 persen sehingga ini jadi bekal yang sangat baik untuk mengatasi tahun 2023," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (3/11/2022).
Sebagai informasi,dalam APBN 2022 pemerintah memasang target defisit sebesar 4,5 persen dari PDB yakni Rp 840,2 triliun. Namun di pertengahan tahun target tersebut dikoreksi lebih rendah menjadi 3,92 persen atau Rp 732,2 triliun.
Kini, melihat kondisi terkini, pemerintah optimis defisit APBN di akhir tahun bisa lebih rendah dari yang direncanakan.
Sri Mulyani melanjutkan, dari sisi penerimaan sampai bulan September 2022 lalu kas negara telah terisi 45,7 persen dari yang ditargetkan. Tingginya penerimaan negara ini masih akan terus berlanjut sampai akhir tahun. Walaupun akan ada penurunan penerimaan negara dari pos perpajakan dan PNBP.
"Jadi kita akan melihat defisit secara keseluruhan ini sudan bisa turun dari yang ada di Perpres 98/2022. Kita lihat nanti sejauh mana penurunannya," kata Sri Mulyani.
Terus Dihitung
Sekarang ini, pemerintah masih melakukan berbagai penghitungan. Berbagai belanja yang menggunakan APBN dengan jumlah yang besar akan segera dieksekusi dalam waktu dekat.
Semisal pembayaran kompensasi energi ke PT Pertamina dan PT PLN yang baru dibayar pada 31 Oktober 2022 lalu. Jumlahnya mencapai Rp 163 triliun.
Tak hanya itu, belanja kompensasi yang sama untuk kuartal III juga sedang dalam penghitungan. Bila prosesnya selesai, maka akan ada anggaran yang kembali dibelanjakan.
"Kuartal III ini sedang kami lakukan proses audit di BPKP. Ini audit untuk eksuesia subsidi dan kompensasi," kata dia.
Pembayaran subsidi dan kompensasi tersebut ditujukan untuk meredam kenaikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat.
Advertisement
Jokowi Patok Defisit APBN 2023 Rp 598,2 Triliun Setara 2,85 Persen
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menetapkan defisit APBN 2023 mencapai 2,85 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Atau setara Rp598,2 triliun.
"Defisit anggaran 2023 merupakan tahun pertama kembali ke defisit maksimal 3 persen terhadap PDB," ujarnya dalam acara Pembacaan Nota Keuangan APBN 2023 di Jakarta, Selasa (16/8).
Jokowi menyatakan, penetapan defisit tersebut akibat belanja negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 direncanakan sebesar Rp3.041,7 triliun. Sedangkan, pendapatan negara pada tahun 2023 dirancang hanya Rp2.443,6 triliun.
"Dengan mencermati kebutuhan belanja negara dan optimalisasi pendapatan negara, maka defisit anggaran tahun 2023 direncanakan sebesar 2,85 persen terhadap PDB," terangnya.
Jokowi memastikan, defisit tersebut akan dibiayai dengan memanfaatkansumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan menjaga keberlanjutan fiskal.
Komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat risiko utang selalu dalam batas aman melalui pendalaman pasar keuangan.
Pembiayaan Investasi
Dia menambahkan, pemerintah terus meningkatkan efektivitas pembiayaan investasi. Khususnya kepada BUMN dan BLU yang diarahkan untuk penyelesaian infrastruktur strategis Pusat dan Daerah, pemberdayaan masyarakat, serta sinergipembiayaan dan belanja.
Kemudian, Pemerintah juga tetap mendorong kebijakan pembiayaan inovatif skema KPBU, termasuk penguatan peran BUMN, BLU, Lembaga PengelolaInvestasi (LPI), dan Special Mission Vehicle (SMV), serta mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakatberpenghasilan rendah, UMKM, dan Ultra Mikro.
"Pemerintah juga memanfaatkan saldo anggaran lebih (SAL) untuk menjaga stabilitas ekonomi dan antisipasiketidakpastian, serta meningkatkan pengelolaan manajemen kas yang integratif untuk menjaga bantalanfiskal yang andal dan efisien," tutup Jokowi.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement