Usai Tarif Cukai Diumumkan Naik, Laju Saham Emiten Rokok Ada yang Tertekan dan Justru Naik pada Kamis 3 November 2022

Dengan ada sentimen tarif cukai naik, bagaimana gerak saham emiten rokok pada Kamis, 3 November 2022?

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Nov 2022, 09:05 WIB
Seorang pria mengambil gambar layar yang menampilkan informasi pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/6/2020). Seiring berjalannya perdangan, penguatan IHSG terus bertambah tebal hingga nyaris mencapai 1,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan tarif cukai rokok tersebut mempertimbangkan sejumlah aspek dari tenaga kerja hingga industri rokok.

Adapun di pasar modal Indonesia, ada lima emiten rokok yang tercatat. Sementara itu, salah satu nya PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) memutuskan delisting atau penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dengan ada sentimen tarif cukai naik, bagaimana gerak saham emiten rokok pada Kamis, 3 November 2022?

1.PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)

Mengutip data RTI, saham HMSP  melemah 0,51 persen ke posisi Rp 975 per saham. Saham HMSP berada di level tertinggi Rp 990 dan terendah Rp 930 per saham. Total volume perdagangan saham 46.885.200 saham dengan nilai transaksi Rp 45,6 miliar. Total frekuensi perdagangan 2.683 kali. Kapitalisasi pasar saham HMSP tercatat Rp 113,41 triliun.

2.PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

Saham GGRM naik tipis 0,11 persen ke posisi Rp 23.275 per saham. Total volume perdagangan saham 365.624. Nilai transaksi Rp 8,3 miliar. Total frekuensi perdagangan 1.058 kali. Saham GGRM berada di level tertinggi Rp 23.350 dan terendah Rp 23.000 per saham. Kapitalisasi pasar tercatat Rp 44,78 triliun.

3.PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM)

Saham WIIM naik 1,25 persen ke posisi Rp 810 per saham. Saham WIIM berada di level tertinggi Rp 825 dan terendah Rp 790 per saham. Total volume perdagangan 2.729.400 saham. Nilai transaksi Rp 2,2 miliar. Total frekuensi perdagangan 397 kali. Kapitalisasi pasar perseroan Rp 1,7 triliun.

4.PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC)

Saham ITIC stagnan di posisi Rp 282 per saham. Saham ITIC berada di level tertinggi Rp 290 dan terendah Rp 282 per saham. Total frekuensi perdagangan 80 kali dengan nilai transaksi Rp 28,3 juta. Total volume perdagangan 99.800 saham. Kapitalisasi pasar saham ITIC sebesar Rp 265,28 miliar.


Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen pada 2023 dan 2024

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok ini dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongan.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo Bogor, Kamis (3/11/2022).

Kepada Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjut Sri Mulyani.


Mempertimbangkan Sejumlah Aspek

Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pertimbangan selanjutnya, tambah Menkeu, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," kata dia. 

"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tambah Sri Mulyani.


Untuk Kendalikan Konsumsi

Ilustrasi kenaikan cukai rokok (Liputan6.com / Abdillah)

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Menkeu berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya