Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan data dari COVID-19 Dashboardby the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) di Johns Hopkins University (JHU) pada Jumat (4/117/2022), kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 631.800.834. Dengan penambahan 11.538.956 dalam 28 hari terakhir.
Sudah 6.597.720 kematian tercatat akibat infeksi COVID-19, dengan penambahan 41.339 kematian dalam 28 hari terakhir. Sementara total vaksin COVID-19 yang sudah disuntikkan mencapai 12.845.836.220 dosis.
Advertisement
Amerika Serikat (AS) terpantau berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 sebanyak 97.691.086. Namun menempati posisi keempat dengan penambahan kasus COVID-19 terbanyak dalam 28 hari terakhir yakni 1.061.135.
Dalam 10 besar wilayah dan negara dengan penambahan kasus Virus Corona COVID-19 terbanyak 28 hari terakhir, sejumlah di antaranya masih terpantau berasal dari Asia. Berikut ini urutannya:
- Jerman
- Prancis
- Taiwan
- AS
- Jepang
- Italia
- Korea Selatan
- Rusia
- Austria
- Inggris
Kasus Asia
Sementara itu, menurut data dari situs World-o-Meter, kasus COVID-19 di Asia secara total telah menembus 194.286.591.
Sementara itu, didapati India sebagai negara di Asia dengan kasus COVID-19 terbanyak. Berikut ini 10 besar urutannya dengan total infeksinya:
- India
- Korea Selatan
- Jepang
- Turki
- Vietnam
- Taiwan
- Iran
- Indonesia
- Malaysia
- Korea Utara
Dari data tersebut didapati Indonesia berada di posisi ke-8 sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia.
Kasus XBB Intai Indonesia
Sementara itu di Indonesia, subvarian Omicron XBB yang telah terdeteksi di Indonesia menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi peningkatan kasus COVID-19. Terlebih, beberapa negara tetangga Indonesia seperti Singapura dan Filipina mengalami kenaikan kasus terkait adanya Omicron XBB.
Lantas, apakah menutup pintu masuk negara bisa menjadi solusi efektif meredam varian XBB masuk ke Indonesia? Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menjelaskan, menutup pintu masuk negara bukanlah solusi efektif.
Upaya terpenting yang harus dilakukan adalah memperkuat sistem kesehatan, baik dari deteksi dini maupun surveilans. Penatalaksanaan kasus isolasi dan perawatan (treatment) harus dilakukan sebaik mungkin.
IDI: Gejala XBB Mirip dengan Varian Omicron Lainnya
COVID-19 subvarian XBB sudah terdeteksi di Indonesia dan membawa kekhawatiran baru. Ini merupakan subvarian dari Omicron yang pertama kali terdeteksi di India.
Menurut Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan, gejala yang ditimbulkan oleh subvarian XBB cenderung mirip dengan gejala COVID-19 varian Omicron secara umum.
“Hingga saat ini, gejala XBB mirip dengan gejala COVID Omicron secara umum, jadi ada demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, nyeri tenggorok, pilek, mual, muntah, dan diare,” ujar Erlina dalam konferensi pers daring, Kamis (3/11/2022).
Sejauh ini, lanjut Erlina, belum ada laporan resmi yang mengatakan bahwa XBB menyebabkan COVID-19 dengan gejala yang lebih berat.
“Belum ada laporan ilmiah resmi yang menyatakan XBB menyebabkan COVID-19 dengan gejala yang lebih berat. Hingga saat ini masih dikatakan mirip dengan Omicron yang lain.”
Erlina juga menyampaikan bahwa di Singapura, XBB banyak menyerang kelompok usia muda 20 hingga 39 tahun. Namun, yang dirawat adalah orang-orang dari kelompok usia di atas 70 tahun atau lanjut usia.
“Jadi yang muda-muda walaupun banyak terserang dengan XBB, tapi mereka lebih aman dan tidak perlu perawatan. Yang dirawat adalah yang di atas 70 tahun karena mungkin memang imunitasnya turun atau juga banyak komorbid.”
Meski secara umum subvarian XBB ini kasusnya ringan, tapi jika menyerang lansia maka perawatan di rumah sakit akan diperlukan, tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Erlina turut mengomentari soal info simpang siur yang menyebar di grup WA.
Pesan ini terkait anggapan bahwa subvarian XBB tidak terdeteksi oleh tes antigen. Menurut Erlina, hal ini tidak tepat.
“Di WA grup banyak sekali informasi yang kurang valid di antaranya varian XBB tidak terdeteksi saat antigen. Padahal, di rumah sakit kami ada kasus yang antigennya positif, lalu saat PCR positif juga dan whole genome sequencing-nya menunjukkan XBB.”
“Jadi tidak sepenuhnya benar jika dikatakan varian XBB ini tidak terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan antigen,” tambahnya.
Di sisi lain, meski kasus XBB sudah terdeteksi di Indonesia, tapi IDI belum ada rencana untuk merekomendasikan penerapan penguncian atau lockdown.
“Tidak ada pembicaraan saat ini dari PB IDI untuk merekomendasikan lockdown karena ini banyak sekali dampaknya, terutama dampak di luar kesehatan. Jadi rekomendasi kami kepada masyarakat adalah silakan beraktivitas tapi ketatkan protokol kesehatan karena COVID masih berlangsung dan terjadi lonjakan kasus.”
Advertisement
Studi Terbaru: 60 Persen Warga Australia Tertular COVID-19, Waspada Gelombang Infeksi Baru
Lebih dari 60 persen warga Australia dilaporkan pernah tertular COVID-19 menurut penelitian terbaru. Sementara itu otoritas kesehatan memperingatkan Australia akan memasuki "gelombang COVID berikutnya".
Mengutip ABC Australia, Kamis (3/11/2022), Pusat Penelitian dan Pemantau Imunisasi Australia (NCIRS) melakukan pengambilan sampel darah dari orang dewasa dan anak-anak untuk mengecek apakah ada antibodi COVID-19 setiap 13 minggu sekali.
Pengambilan sampel terbaru yang dilakukan antara bulan Juni sampai Agustus lalu menunjukkan sedikitnya 65 persen warga dewasa dan 64 persen anak-anak sudah tertular baru-baru ini, setidaknya dalam 12 bulan terakhir.
Artinya ada peningkatan hampir 20 persen dari 46 persen warga dewasa yang tertular Virus Corona COVID-19 sesuai laporan Juni lalu.
Dari sampel itu juga diketahui bahwa terjadi kenaikan tinggi dibandingkan catatan laporan Februari lalu dengan angka penularan 17 persen.
Sementara dari hasil sampel yang diambil dari anak-anak, Archana Koirala, pakar penyakit menular di NCIRS mengatakan "ada kenaikan lebih dari dua kali lipat dari kasus yang dilaporkan berdasarkan tes swab hidung dan tenggorokan".
"Sudah diperkirakan karena banyak anak-anak yang memiliki gejala ringan atau tidak ada gejala sama sekali sehingga mereka tidak dites," kata Dr Koirala.
"Dengan melihat status vaksinasi dan sejarah penularan dalam penelitian kami, kami menemukan 40 persen dari anak-anak yang sebelumnya tidak memiliki sejarah tertular COVID-19 sebenarnya memiliki antibodi, yang artinya mereka pernah tertular."
Gelombang COVID-19 Varian BQ Ancam AS
Amerika Serikat terancam COVID-19 varian BQ yang menyebar di New York. Varian COVID-19 ini sulit ditangkal.
Varian BQ dilaporkan sudah mencapai pesisir barat AS, yakni California. Pakar kesehatan menyebut seanter AS terancam varian ini.
Dilaporkan Fortune, Rabu (2/11/2022), varian COVID-19 BQ disebut lebih jago membobol imunitas. Varian itu juga adalah sepertiga kasus yang dilaporkan di New York pada pekan ini.
Ada juga penambahan 15 persen kasus baru dari California. Hal itu berdasarkan perhitungan organisasi GISAID yang melacak perubahan COVID dan virus flu.
Testing di AS mulai semakin rendah. CDC AS menyebut keluarga BQ sebetulnya menyebar lebih banyak dari perkiraan, yakni hampir 43 persen di kawasan New York dan hampir 23 persen di California.
Ada dua jenis varian BQ, yakni BQ.1.1 dan BQ.1.
Saat ini, kombinasi varian BQ merupakan porsi penularan terbesar di California, sehingga kawasan itu menjadi "emerging hotspot".
Raj Rajnarayanan, asisten dekan penelitian di New York Institute of Technology mendorong warga untuk segera mendapat vaksin booster, terutama jika berusia 50 tahun ke atas dan memiliki masalah imun.
Melalui Twitter, Rajnarayanan mengungkap bahwa BQ.1 dan BQ.1.1. mengalahkan tren BA.5 dalam 15 hari terakhir.
Tak hanya di dua pesisir AS, penyebaran juga terjadi di kawasan utara-tengah, seperti negara bagian Montana, Utah, dan dua Dakota. CDC menyebut porsi penularan varian-varian BQ di daerah-daerah itu mencapai 28 persen kasus. Angka yang nyaris serupa dilaporkan di daerah selatan-tengah, seperti New Mexico, Texas, dan Louisiana.
Advertisement