Eartip: Sayatan pada Telinga Kucing Sesudah Steril, Perlukah?

Berikut beberapa fakta dan prosedur eartip pada kucing yang telah disterilkan

oleh Switzy Sabandar diperbarui 06 Nov 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi anak kucing/credit: unsplash.com/Ilse

Liputan6.com, Yogyakarta - Eartip merupakan tanda berupa potongan kecil di salah satu daun telinga kucing untuk menandakan bahwa kucing sudah disterilkan. Secara umum, eartip memiliki dua macam, yakni potongan kecil di ujung telinga dan potongan membentuk huruf 'V' di ujung telinga kucing.

Mengutip dari laman Let's Adopt Indonesia, eartip menjadi salah satu syarat utama dalam program steril subsidi yang mereka adakan. Sering kali, para pemilik kucing meminta untuk tidak dilakukan eartip pada kucingnya karena berbagai alasan.

Terkait hal ini, Let's Adopt Indonesia membagikan beberapa fakta dan prosedur eartip pada kucing yang telah disterilkan. Apa saja?

1. Eartip adalah penanda universal yang langsung terlihat

Tidak semua orang bisa membedakan kucing jantan dan betina, apalagi bagi mereka yang masih awam dalam memelihara kucing. Eartip merupakan penanda yang paling dapat langsung terlihat.

Jika tak ada penanda eartip, bisa jadi orang yang masih awam dalam memelihara kucing akan membawa kucing yang sudah steril ke dokter hewan untuk disterilkan. Eartip dapat memberikan informasi secara langsung bagi rescuer atau dokter hewan untuk mengetahui bahwa kucing tersebut sudah disteril, sehingga akan menghindari pembedahan yang tidak diperlukan.

Banyak kasus kucing jantan yang sudah steril, kemudian ditangkap untuk didaftarkan steril karena mereka menganggap kucing tersebut berjenis kelamin betina. Alhasil, mereka justru akan melalui pembedahan yang tak diperlukan tersebut.

Di luar negeri, eartip bahkan sudah menjadi standar resmi bagi kucing-kucing yang disterilkan. Negara-negara seperti Jepang, Amerika, Turki, Australia, hingga Singapura merupakan beberapa contoh negara yang mewajibkan eartip pada kucing usai steril.

2. Eartip tidak menyakitkan untuk kucing

Banyak pemilik kucing yang menolak eartip karena dianggap akan menyakitkan bagi kucing. Padahal, prosedur eartip dilakukan saat kucing masih dalam keadaan terbius total setelah prosedur steril selesai.

3. Eartip tidak membuat kucing jadi jelek ataupun menyebabkan infeksi

Robekan eartip dan robekan akibat luka tentu berbeda. Prosedurnya pun dilakukan oleh dokter hewan profesional dengan alat yang sesuai.

Tentu saja, prosedur eartip juga dilakukan dalam kondisi bersih yang tak akan menyebabkan infeksi. Kucing-kucing rumahan bahkan kucing liar di Jepang justru terlihat semakin menggemaskan setelah di-eartip. Hal tersebut dapat dilihat di akun Instagram @okirakuoki atau @simabossneko.

4. Dokter hewan sudah memiliki ukuran standar untuk eartip

Eartip hanya berupa robekan kecil di ujung salah satu daun telinga kucing. Eartip tak akan menghilangkan keseluruhan daun telinga kucing.

Dokter hewan pun umumnya sudah memiliki standar ukuran yang normal untuk eartip. Permintaan khusus untuk ukuran eartip yang diperkecil atau posisinya custom justru akan mempersulit dan menghambat kinerja dokter hewan pada saat operasi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Bukan Hanya untuk Kucing Liar

5. Eartip bukan hanya untuk kucing liar

Tak hanya untuk kucing liar dari program trap–neuter–return (TNR), eartip juga perlu dilakukan pada kucing rumahan (indoor). Eartip dapat menjadi perlindungan bagi hewan peliharaan indoor jika sewaktu-waktu lupa jalan pulang atau hilang.

Dengan demikian, eartip dapat memberikan informasi bagi rescuer maupun keluarga baru bahwa hewan sudah disterilkan. Seperti yang sudah dituliskan di atas, hal ini akan menghindari pembedahan tak perlu pada kucing yang justru akan menimbulkan trauma tersendiri pada kucing.

6. Pilihan identifikasi selain eartip masih memiliki kelemahan

Selain eartip, terdapat beberapa pilihan identifikasi lain untuk hewan yang sudah disterilkan. Beberapa pilihan tersebut di antaranya tato, ear tag, dan pet microchip.

Beberapa organisasi dan program steril juga menggunakan metode ini sebagai penanda selain eartip. Namun, penanda-penanda ini memiliki beberapa kelemahan.

Tato diberikan di perut atau bagian dalam telinga anjing atau kucing. Sayangnya, tato berukuran kecil, sehingga harus benar-benar diamati keberadaannya karena sulit dilihat dari jauh.

Sementara itu, ear tag merupakan prosedur pemasangan tanda pada daun telinga hewan peliharaan. Sayangnya, ukurannya yang cukup besar terkadang menyebabkan rasa tidak nyaman bagi hewan, terutama untuk hewan liar.

Ear tag juga rawan tersangkut dan menyebabkan daun telinga robek jika hewan memaksa untuk melepasnya. Penandaan ini digunakan juga di Turki khusus untuk menandai anjing liar dengan pertimbangan eartip lebih sulit dilakukan secara aman pada telinga anjing yang lebih rawan pendarahan daripada kucing.

Adapun pet microchip juga sudah menjadi pilihan di berbagai negara yang lebih maju untuk urusan kedokteran hewannya, seperti Amerika, Australia, Korea, dan Jepang. Pet microchip ditanamkan di bawah kulit hewan dan berisi data lengkap dari hewan tersebut, meliputi nama hewan, usia hewan, nama dan alamat pemilik, serta sejarah medis lainnya.

Di Indonesia sendiri, pet microchip belum bisa diaplikasikan karena teknologi pet microchip dan scanning-nya tidak tersedia di semua wilayah Indonesia. Saat ini, baru beberapa klinik hewan besar di Jakarta saja yang memiliki teknologi pet microchip.

Selain itu, pet microchip hanya efektif jika didukung dengan database yang lengkap dan rajin diperbaharui. Hal tersebut masih menjadi kelemahan di Indonesia yang bahkan data penduduknya belum sepenuhnya terkomputerisasi.

(Resla Aknaita Chak)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya