Liputan6.com, Semarang - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menghadiri dialog publik Kebangsaan dan Tata Negara Indonesia di Kantor Daerah DPD RI Jawa Tengah, di Semarang, Jumat (11/11/2022).
LaNyalla mengatakan, Indonesia harus melakukan reposisi dan memperkuat keunggulan untuk menghadapi perubahan global di masa depan. Menurutnya, setiap negara memiliki keunggulan berbeda. Ada yang memiliki keunggulan kompetitif, ada pula yang memiliki keunggulan komparatif.
Advertisement
Korea Selatan misalnya, mereka sudah melaunching posisi masa depannya sebagai negara industri senjata dan alat berat di Asia. Begitu pun dengan Arab Saudi yang meluncurkan Saudi Vision 2023 dengan membangun kota baru di Kota Neom sebagai magnet pariwisata dunia.
"Arab Saudi mulai menyadari bahwa minyak mereka akan habis dan menjadi energi yang bukan primadona lagi," tutur LaNyalla.
Contoh lainnya adalah Amerika yang akan tetap memastikan keunggulan kompetitif mereka sebagai garda terdepan ekonomi. Karena, ratusan perusahaan raksasa dunia dimiliki oleh warga negara Amerika dan berkantor pusat di Amerika. Sebut saja Apple, Alphabet, yang merupakan induk usaha Google, Microsoft, Tesla, Facebook, Zoom, JP Morgan, Bank of America, Chevron, Freeport McMoran, Citibank, KFC dan ratusan lainnya.
"Mereka semua tidak memindahkan kantor atau unit usahanya keluar dari Amerika Serikat, sehingga miliaran US Dolar keuntungan mereka terdistribusi menjadi pemasukan pajak bagi pemerintah Amerika Serikat," ulas LaNyalla.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Menurut LaNyalla, Indonesia adalah negara yang memiliki keunggulan komparatif.
"Indonesia adalah negara yang memiliki anugerah yang diberikan oleh Allah SWT melalui iklim di garis khatulistiwa, tanah yang subur, laut yang luas, garis pantai terpanjang kedua di dunia, hutan dengan bio-diversity yang lengkap, sumber daya alam dan mineral di dalam bumi, serta alam yang sangat indah," tutur LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang jarak bentang dari Sabang sampai Merauke sama dengan jarak dari London sampai Kazakhstan. Sedangkan bentangan dari Miangas sampai Pulau Rote sama dengan jarak dari Moskow sampai Kairo.
"Sudah seharusnya Indonesia menjadi negara unggul dan kuat, karena kita memang memiliki keunggulan komparatif. Oleh karena itu, sering saya katakan bahwa Indonesia seharusnya menjadi harapan hidup penduduk bumi. Karena Indonesia sangat bisa menjadi lumbung pangan dunia, sekaligus penyedia oksigen bagi penduduk bumi melalui hutan Indonesia," tuturnya.
Tiga Pilar Ekonomi
Ia menambahkan, Indonesia juga sangat bisa menjadi surga pariwisata alam yang natural. Namun, yang terjadi justru paradoksal di masyarakat. Jutaan rakyat Indonesia sangat miskin. Dan ratusan juta lainnya rentan menjadi miskin. Sementara hanya segelintir orang yang memiliki kekayaan dan menguasai sumber daya alam dan lahan di Indonesia.
"Yang terjadi, semakin hari oligarki ekonomi semakin membesar dan menguasai apa saja. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak," kata LaNyalla.
LaNyalla menyatakan seharusnya ekonomi Indonesia dijalankan dengan tiga pilar utama yakni koperasi atau usaha rakyat, perusahaan negara dan swasta, baik swasta nasional maupun asing. Ada pula pembagian tegas antara public goods yang harus dikuasai negara dan wilayah commercial goods yang bisa dikerjakan oleh swasta nasional maupun asing, serta irisan di antara keduanya, dimana negara harus sebagai mayoritas pengendali.
"Konsep inilah yang tertuang dalam Pasal 33 naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya. Sebelum dilakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam," jabar LaNyalla.
"Itulah mengapa saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa yang super majemuk ini. Bangsa yang sangat luas dan kaya akan sumber daya alam ini," tambah LaNyalla.
Advertisement