Tarif Cukai Naik, Wismilak Minta Pemerintah Awasi Peredaran Rokok Ilegal

PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), sebagai salah satu perusahaan rokok tanah air membeberkan sederet dampak dari kenaikan tarif cukai di tengah ekonomi yang bergejolak.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 04 Nov 2022, 16:22 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kebijakan kenaikan tarif cukai rokok ini diambil di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.

Sehingga tak ayal jika pelaku industri rokok turut was-was. PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), sebagai salah satu perusahaan rokok tanah air membeberkan sederet dampak dari kenaikan tarif cukai di tengah ekonomi yang bergejolak.

Sekretaris Perusahaan Wismilak Inti Makmur, Surjanto Yasaputera mengatakan, efeknya terutama mengarah ke konsumen karena pada dasarnya cukai adalah beban yang harus dibayar oleh konsumen. Namun, perusahaan menyadari kenaikan tarif cukai tidak bisa serta merta dibebankan seluruhnya kepada konsumen.

"Kenaikan harga jual tidak bisa sekaligus sesuai dengan kenaikan tarif cukainya, maka perusahaan mau tidak mau juga akan terkena imbasnya sementara waktu sebelum beban kenaikan cukainya bisa di-pass on ke konsumen, berupa pengurangan margin perusahaan,” kata Surjanto kepada Liputan6.com, Jumat (4/11/2022).

Di sisi lain, Surjanto mencermati kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah menyusul kenaikan BBM dan inflasi belum lama ini. Sehingga jika ada kenaikan harga rokok seiring penyesuaian atas tarif cukai, maka akan tambah membebani konsumen.

Di sisi lain, Surjanto mewanti-wanti potensi maraknya rokok ilegal sebagai konsekuensi harga rokok legal yang kian melambung.

"Kenaikan tarif cukai yang cukup besar ini sudah terjadi dalam tiga tahu terakhir, termasuk rencana tahun depan,  akan memicu maraknya rokok ilegal. Untuk itu Pemerintah perlu juga memperketat pengawasan dan mengambil tindakan terhadap peredaran rokok ilegal,” imbuh Surjanto.

 


Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen

Ilustrasi Rokok. Foto (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok ini dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongan.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo Bogor, Kamis (3/11/2022).

Kepada Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjut Sri Mulyani.


Mempertimbangkan Sejumlah Aspek

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pertimbangan selanjutnya, tambah Menkeu, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," kata dia. 

"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tambah Sri Mulyani.


Selanjutnya

(Foto:Dok.Bea Cukai)

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Menkeu berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya