Liputan6.com, Jakarta Di tengah ramainya perbincangan soal kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Profesor Hasbullah Thabrany menyinggung soal Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
FCTC adalah perjanjian internasional tentang kesehatan masyarakat yang dibahas dan disepakati negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). FCTC dibuat dengan tujuan melindungi generasi muda kini maupun generasi mendatang dari dampak rokok.
Advertisement
Menurut Hasbullah, hingga kini Indonesia belum menandatangani perjanjian tersebut.
“Belum (menandatangani) karena Indonesia terjebak paham-paham keliru. Ada yang bilang FCTC adalah konspirasi WHO. Ada pula yang bilang kalau tandatangani FCTC nanti kedaulatannya didikte orang asing,” ujar Hasbullah kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat (4/11/2022).
Padahal, sejauh ini berbagai negara maju dan negara berkembang lainnya sudah menandatangani FCTC. Beberapa contoh negara yang sudah menandatangani FCTC adalah Jepang, Korea, China, Singapura, Hong Kong, Jerman, Australia, Inggris dan negara-negara lainnya.
Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi dan menandatangani FCTC.
“Di dunia tuh cuma kita dan tiga negara di Afrika yang enggak tandatangan.”
Jika FCTC ini ditandatangani oleh Indonesia maka ada berbagai dampak positif yang bisa didapat. Misalnya, Indonesia bisa melakukan negosiasi soal ekspor dan impor tembakau.
“Kalau sekarang sih kita enggak punya daya tawar begitu, kan kita enggak masuk dalam kelompok negara yang tandatangan FCTC.”
Hasbullah juga mengatakan, penandatanganan FCTC ini dapat mempermudah pengendalian rokok di Indonesia.
"Lebih mudah (mengendalikan konsumsi rokok), menyehatkan petani juga akan lebih mudah.”
Kenaikan Cukai 10 Persen
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) naik rata-rata 10 persen.
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan sigaret kretek mesin (SKM) I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), sigaret putih mesin (SPM) I dan SPM II naik di 11 hingga 12 persen, sedangkan sigaret kretek tangan SKT I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani pada Kamis (3/11/2022) mengutip Bisnis Liputan6.com.
Mengenai kenaikan ini, Hasbullah mengatakan, kenaikan CHT 10 persen belum tepat 100 persen.
“Tepat 100 persen belum, kalau Komnas Tembakau sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusulkan naiknya 20 persen,” ujar Hasbullah.
Kenaikan cukai rokok 20 persen disebut tepat lantaran ada kaitannya dengan kenaikan upah yang diharapkan oleh para buruh.
“Kan ini akan ada kenaikan upah, buruh pada minta kenaikan upah. Keseimbangannya, supaya orang tidak menghabiskan duit tambahannya buat rokok ya harusnya harga rokok dinaikkan lebih tinggi lagi. Harusnya bisa sampai 20 persen naik cukai rokok.”i
Jika kenyataanya pemerintah memutuskan kenaikannya 10 persen, maka ini sudah lebih baik ketimbang tidak sama sekali, tambahnya.
Advertisement
Belum Cukup untuk Turunkan Angka Perokok
Kenaikan cukai rokok 10 persen tidak akan mampu menurunkan jumlah perokok, Hasbullah menambahkan.
“Tidak akan, 10 persen tidak akan menurunkan jumlah perokok. Hanya mungkin buat perokok anak-anak yang baru coba-coba merokok bisa jadi ya agak mikir juga kalau dikasih uang belanjanya kurang. Yang kita tuju sekarang ini jangan sampai anak-anak sekolah ini semakin mudah ngeluarin duitnya buat beli rokok.”
Menurunkan angka perokok anak memang menjadi tantangan, lanjutnya, saat ini 20 persen anak-anak yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah merokok. Cukai rokok yang lebih tinggi bisa mencegah peningkatan jumlah perokok anak.
“Anak kalau badannya enggak sehat gimana bisa sekolah, jadi pintar, dan produktif.”
Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen
Selain rokok konvensional, kenaikan cukai juga diterapkan pada rokok elektrik sebanyak 15 persen. Menurut Hasbullah, ini lebih sedikit atau kurang ketimbang kenaikan 10 persen pada cukai rokok konvensional.
“Itu lebih kurang lagi karena yang mengonsumsi rokok elektrik adalah kelas menengah atas. Harga rokok elektrik kan cukup tinggi ya.”
“Tapi kembali lagi, kebijakan pemerintah kan ada tarik kiri, kanan, sana, sini, memang belum cukup untuk mengendalikan tapi kita sudah Alhamdulillah sudah dinaikkan 15 persen untuk rokok elektrik,” katanya.
Rokok elektrik telah menjadi tren baru di kalangan anak-anak muda yang kebanyakan kelas menengah ke atas. Seperti rokok konvensional, rokok elektrik juga harus ditekan jumlah penggunanya.
“Sebab rokok elektrik itu mengandung nikotin. Memang kadarnya tidak terlalu banyak, tapi lama-lama tidak terasa jadi berisiko lebih besar,” ujarnya.
Advertisement