Liputan6.com, Moskow - Survei di Rusia menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Vladimir Putin. Angka kepercayaan bahkan tembus 80 persen meski Putin dikecam berbagai negara karena invasi Rusia terhadap Ukraina.
Berdasaran laporan media pemerintah Rusia, TASS, Jumat (4/11/2022), survei dilaksanakan All-Russian Public Opinion Research Center dan sebanyak 80,1 persen memiliki kepercayaan terhadap Presiden Putin.
Baca Juga
Advertisement
Tingkat persetujuan kepada Putin juga mencapai 76,5 persen. Survei itu berasal dari 1.600 responden berusia 18 tahun ke atas. Survei digelar pada 24-30 Oktober 2022.
"Ketika ditanya mengenai kepercayaan terhadap Putin, 80,1 persen responden menjawab secara positif," tulis pihak pollster.
Angka 80,1 persen itu hanya turun 0,3 persen pada sepekan terakhir.
Anehnya, kepercayaan pada pemerintah Rusia hanya 50,3 persen. Kepercayaan pada Mikhail Mishustin yang menjabat sebagai perdana menteri adalah 63,4 persen.
Tak hanya itu, kepercayaan terhadap partai Rusia Bersatu yang berkuasa di negara tersebut juga sangat rendah, yakni 40,3 persen saja. Padahal Rusia Bersatu (Yedinaya Rossiya) adalah partai pendukung Vladimir Putin.
Dukungan terhadap partai-partai lain juga rendah, misal Partai Demokrat Liberal hanya 8,5 persen, partai Rusia Adil hanya 6,1 persen, dan partai Rakyat Baru mendapat 4,2 persen dukungan.
Vladimir Putin berada di puncak kekuasaan Rusia selama dua dekade lebih. Ia pertama menjadi perdana menteri pada tahun 1999, kemudian menjadi presiden pada 2000-2008, kemudian menjadi perdana menteri lagi selama empat tahun, kemudian sambung lagi menjadi presiden sejak 2012 hingga kini.
Jelang KTT G20, Vladimir Putin Belum Putuskan Hadir
KTT G20 di Bali akan digelar 15-16 November 2022. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin masih belum memberikan keputusan apakah ia akan hadir.
Berdasarkan artikel di media Uni Eropa, Euractiv, Rabu (2/11), Presiden Vladimir Putin juga belum memutuskan siapa pejabat tinggi yang akan dia kirim ke Indonesia.
Kedutaan Besar Rusia di Indonesia juga masih belum memberikan pengumuman tegas apakah Presiden Putin akan datang. Namun, Presiden Joko Widodo telah mengumumkan bahwa Presiden Putin akan hadir.
Sementara, Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah dipastikan hadir di G20. Presiden Biden akan di Jakarta pada 13-16 November 2022.
"Presiden akan berada di Bali, Indonesia pada 13 November hingga 16 November untuk G20 Leaders' Summit," ujar Karine Jean-Pierre dalam konferensi pers, dikutip dari situs resmi Gedung Putih.
"Di Bali, Presiden akan memuji kepemimpinan G20 Presiden Widodo dan menyorot komitmen AS kepada forum paripurna ini untuk kerja sama ekonomi dengan negara-negara yang mewakili lebih dari 80 persen GDP dunia," jelas Jean-Pierre.
Dijelaskan bahwa Presiden Biden ingin membahas perubahan iklim, dampak global perang Vladimir Putin di Ukraina, serta isu pangan dan energi.
Pihak Kedutaan Besar Uni Eropa di Indonesia juga telah memberikan konfirmasi bahwa Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen akan hadir di G20 Bali.
Presiden Joko Widodo juga telah memberikan undangan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, akan tetapi pemimpin Ukraina itu berkata tak akan hadir jika Rusia masih menyerang.
Advertisement
Pengusaha Rusia Bakal Hadir ke B20 Summit 2022 Bali, Ukraina Bagaimana?
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menyampaikan komitmen Rusia untuk ikut berpartisipasi dalam puncak kegiatan B20 Summit Indonesia 2022 di Bali, pada 13-14 November mendatang.
Meskipun sejumlah negara tengah bersitegang dalam konflik geopolitik, Indonesia selaku pemegang Presidensi B20 2022 disebutnya bakal menerima kehadiran dari seluruh pihak tanpa terkecuali. Bahkan, Arsjad pun buka kemungkinan atas kehadiran Ukraina.
"Rusia Insya Allah hadir, kita kan terbuka. Yang confirm hadir, pasti satu mungkin dari energi, mungkin yang lainnya. Kita mengatakan semua kita welcome, jadi semua akan hadir," ujar Arsjad Rasjid di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (4/11/2022).
"Kalau Ukraina hadir, Ukraine pun (silakan) hadir. Makanya kita lihat nanti," imbuhnya.
Senada, Chairman of B20 Indonesia Shinta Kamdani mengutarakan, dirinya telah menerima arahan Pemerintah RI untuk menyambut baik seluruh negara yang ingin ikut serta dalam rangkaian acara B20 2022.
"Memang kita dapat arahan dari pemerintah, ini adalah bisnis. Jadi pelaku usaha dari manapun harus kita hargai," sebutnya.
Pada acara puncak nanti, transformasi energi jadi salah satu isu utama yang bakal dibahas. Tak terkecuali kesepakatan soal harga karbon (carbon pricing), yang masih alot antara Indonesia dan Uni Eropa.
"Yang jelas di dalam pembahasan untuk policy recommendation cukup alot mengenai carbon pricing. Saya tak bisa menyampaikan lebih lanjut, tapi itu ada salah satunya," kata Shinta.
Rusia Disalahkan Akibat Ekonomi Global Melambat
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 sepakat untuk bekerja sama untuk memulihkan ekonomi global yang saat ini mengalami perlambatan. Hal tersebut tertuang dalam hasil Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) Keempat diselenggarakan pada 12-13 Oktober 2022.
Dikutip dari hasil G20 Chair’s Summary pada forum Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 disebutkan bahwa perlambatan ekonomi global disebabkan karena kekacauan yang disebabkan Rusia setelah melakukan invasi ke Ukraina pada Februari lalu.
"Banyak anggota mengecam keras perang Rusia melawan Ukraina," tulis laporan tersebut dikutip Senin (1/10).
Dalam draft tersebut sebagian besar negara anggota satu suara mengecam agresi yang dilakukan Rusia di Ukraina. Mereka menyatakan serangan terhadap Ukraina sebagai perang ilegal. Serangan tersebut juga tidak dapat dibenarkan dan telah menjadi sumber kekacauan ekonomi global.
"Perang agresi Rusia yang ilegal, tidak dapat dibenarkan, dan tidak beralasan terhadap Ukraina mengganggu pemulihan ekonomi global," bunyi kesimpulan tersebut.
Dalam forum tersebut, salah satu negara anggota menyatakan, sanksi yang diberikan kepada Rusia sebenarnya tidak menargetkan sektor pangan. Namun di sisi lain ada yang berpandangan sanksi yang diberikan merupakan penyebab utama dampak negatif terhadap perekonomian global.
"Salah satu anggota G20 berpandangan bahwa sanksi merupakan penyebab utama dampak negatif terhadap perekonomian global," tulisnya.
Advertisement