Din Syamsuddin: Dialog Timur - Barat Perlu Didasari Rasa Saling Membutuhkan

Menurut Din, perlu adanya kesetaraan antara timur dan barat, bukan antara pihak superior dan pihak inferior.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Nov 2022, 05:26 WIB
Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta Din Syamsuddin. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta Din Syamsuddin mengatakan pengembangan Dialog Timur-Barat perlu didasari rasa saling membutuhkan.

"Kedua pihak harus merasa saling membutuhkan. Timur membutuhkan Barat dengan kemajuan ilmu dan teknologi, dan Barat membutuhkan Timur dengan khazanah nilai moral dan kekayaan sumber daya alam," kata Din Syamsuddin yang dikutip dari Antara, Sabtu (5/11/2022).

Hal tersebut dinyatakan Din sebagai bentuk kesepakatan penuh terhadap pandangan Grand Shekh Al Azhar Prof Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib saat penutupan Forum Dialog Bahrain yang berlangsung di Manama, 3-4 November.

Pada saat penutupan Forum Dialog Bahrain, Grand Shaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib mengatakan bahwa Dialog Timur-Barat harus dikembangkan.

Din Syamsuddin yang hadir sebagai peserta pada Forum Dialog Bahrain itu menyampaikan ada prasyarat bagi terwujudnya dialog itu.

Pertama, menurut Din, perlu adanya kesetaraan antara kedua pihak, bukan antara pihak superior dan pihak inferior. Kedua, kata dia, kedua pihak harus merasa saling membutuhkan. Ketiga, perlu segera menghentikan sikap fobia dan kecenderungan untuk mendiskreditkan pihak lain.

Kemudian, Din menilai bahwa Forum Dialog Bahrain menambah banyaknya prakarsa positif bagi terwujudnya perdamaian dunia dewasa ini.

 


Quraish Shihab Singgung Fobia Agama

Cendekiawan Muslim Indonesia M Quraish Shihab menjadi salah satu pembicara pada Sidang Reguler ke-16 Majelis Hukama Muslimin (MHM) di Manama, Bahrain. Sidang digelar setelah parhelatan Forum Dialog Bahrain ini dipimpin Grand Syekh Al-Azhar Ahmed Al Tayeb yang juga Ketua MHM. Berbeda dengan biasanya, sidang ini dihadiri juga Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus.

Hadir juga, anggota Komite Eksekutif MHM asal Indonesia, TGB Zainul Majdi.

Di hadapan para pemuka agama dari berbagai negara, M Quraish Shihab yang juga anggota dan pendiri MHM ini berbicara tentang fenomena fobia agama dan tantangan perubahan iklim yang kini melanda dunia.

M Quraish Shihab mengawali pandangannya dengan menyatakan bahwa meneruskan dialog Islam-Kristen yang diamanatkan oleh Piagam Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi tiga tahun yang lalu adalah suatu tujuan yang mungkin dicapai. Menurutnya, tema “Tantangan yang Dihadapi Umat Manusia Abad ke-21” yang dibahas dalam pertemuan itu menjadi bukti bahwa dialog antara pemimpin agama di dunia, yang diwakili Paus Fransiskus dan Syekh Ahmad Al-Tayeb, mulai menunjukkan hasilnya.

"Salah satu tantangan terbesar umat beragama saat ini adalah fobia terhadap agama sehingga membuat orang terancam mengalami kekeringan rohani. Fobia terhadap agama membuat orang mengalami kemiskinan moral yang dampaknya dapat terlihat pada perilaku individu, keluarga, dan masyarakat," terang Quraish Shihab di Bahrain, Jumat (4/11/2022), dalam keterangan tertulisnya.

Dalam hal berkeluarga, kata Quraish, ada kecenderungan orang untuk keluar dari fitrah suci manusia. Mereka mengeksploitasi anak untuk bekerja, serta melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.

Di sisi lain, fobia terhadap agama juga berdampak pada terjadinya krisis pangan akibat tidak adanya keadilan dan solidaritas. Hal itu pada gilirannya mengancam kehidupan jutaan manusia, terutama kaum lemah, yang menjadi korban perang.

"Fobia agama juga menjadi ancaman serius bagi umat manusia yang muncul dalam bentuk senjata nuklir," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya