Liputan6.com, Jakarta - Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Global Citizen mengadakan maraton diskusi virtual 15 jam untuk membahas isu-isu global saat ini melalui Global Town Hall (GTH) 2022 pada Sabtu, 5 November.
Dilaksanakan di tengah permasalahan geopolitik yang memanas, tahun ini GTH 2022 memiliki tema "Sustaining Peace and Development in a Divided and Dangerous World" sebagai upaya menyatukan suara 'penduduk global' untuk perdamaian yang berkelanjutan.
Advertisement
Acara lintas negara yang dibagi menjadi 10 sesi ini dibuka dengan sesi diskusi 'State of the World 2022', dikusi pertama yang membahas tentang kondisi global di tahun 2022 yang kacau karena berbagai krisis.
Dunia pada tahun 2022 menyaksikan dampak politik dan sosial-ekonomi yang signifikan akibat perang dan konflik yang sedang berlangsung. Kehidupan jutaan warga di seluruh dunia menghadapi krisis multidimensi dengan bangkitnya otoritarianisme, polarisasi dan kesenjangan sosial yang meningkat, tingkat kelaparan di mana-mana, serta semakin diperumit oleh krisis iklim.
Jurnalis Independen Asia Amy Chew, selaku moderator membuka diskusi dengan mengatakan, saat ini arah urusan dunia menjadi terbagi-terbagi dan tidak stabil, ditandai dengan meningkatnya persaingan, konfrontasi, dan ketidakpercayaan yang meningkat pesat di seluruh bidang strategis, diplomatik, ekonomi, dan politik.
Dekan Pendiri Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Prof. Kishore Mahbubani menanggapi bahwa untuk menangani masalah global, semua orang harus bersatu dan berkoordinasi secara global.
"Baik itu masalah geopolitik atau masalah ekonomi, semuanya masalah yang masif. Kecuali kita bersatu, akan ada lebih banyak negara-negara yang menderita," ujar Kishore.
Kekuatan Media Sosial
Terlebih, di era globalisasi, media sosial seperti Twitter, Facebook, atau Instagram berkembang begitu pesat. Media sosial ini dapat menjadi platform untuk menyatukan suara dari berbagai kalangan.
Gus Miclat, Initiatives for International Dialogue dari Filipina mengatakan, "Kekuatan media adalah ketika kita dapat menguasai media, bukan sebaliknya."
Kishore juga menanggapi bahwa kekuatan media harus dikuasai dengan benar karena bahaya media juga dapat mengubah kebenaran. "Saat ini, para pengikut Trump masih belum percaya bahwa Joe Biden menang pemilu dan menjadi presiden. Inilah yang terjadi dengan kekuatan media yang besar, bahkan bisa membahayakan."
Terkait dengan geopolitik yang terjadi, mulai dari krisis di Myanmar, Invasi Ukraina, hingga persaingan Cina-Amerika, para panelis termasuk mantan perdana menteri Australia Kevin Rudd dan anggota parlemen India Priyanka Chaturvedi sepakat bahwa kedua pihak yang bersengketa harus saling berkompromi.
"Kita harus mengutuk perbuatan itu. Tidak ada solusi lain, selain kompromi," ujar Priyanka.
Priyanka juga menambahkan, menghadapi situasi saat ini, kita harus memberikan perlindungan untuk semua, mulai dari kebebasan bersuara, kesetaraan gender, hingga penanganan kemiskinan. Sehingga masyarakat secara global dapat menangani bersama krisis yang terjadi dan mencegahnya di masa mendatang.
Advertisement
Tentang Global Citizen
Tentang Global Citizen:
Global Citizen adalah gerakan pengambil tindakan dan pembuat dampak terbesar di dunia yang didedikasikan untuk mengakhiri kemiskinan -- End Extreme Poverty NOW. Kami memposting, men-tweet, mengirim pesan, memilih, menandatangani, dan menelepon untuk menginspirasi mereka yang dapat mewujudkan sesuatu — para pemimpin pemerintah, bisnis, dermawan, seniman, dan warga — bersama-sama meningkatkan kehidupan. Dengan mengunduh aplikasi kami, Warga Global belajar tentang penyebab sistemik kemiskinan ekstrem, mengambil tindakan atas masalah tersebut, dan mendapatkan hadiah, yang dapat ditukarkan dengan tiket konser, acara, dan pengalaman di seluruh dunia.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.globalcitizen.org dan ikuti @GlblCtzn.
Reporter: Safinatun Nikmah