Hasto Kristiyanto Berharap Benteng Van den Bosch Jadi Wisata Edukasi dan Sejarah

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga mengatakan bahwa revitasilisasi benteng Van den Bosch mengingatkan kemerdekaan itu tidak taken for granted.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 06 Nov 2022, 16:50 WIB
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berkunjung ke benteng Van den Bosch, Ngawi. (Foto: Liputan6/Delvira)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berkunjung ke benteng Van den Bosch, Ngawi, Jawa Timur. Hasto menyatakan sangat tertarik dan meminta penjelasan di berbagai sudut ruangan benteng yang dibangun sejak era penjajahan Belanda itu. 

"Revitasilisasi benteng Van den Bosch ini mengingatkan kemerdekaan itu tidak taken for granted, tapi harus terus dijaga," ucap Hasto dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).

Hasto mengajak semua pihak membangun terus semangat disiplin dan spirit sebagai bangsa yang merdeka. Semua harus bekerja keras atas kemerdekaan Indonesia ini.

"Dengan geopolitik saat ini kita harus membangun ketahanan di sektor pangan, energi dan penguasaan iptek dan pengembangan budaya Nusantara. Kalau Belanda saja yang dari segi ukuran relatif kecil bisa menguasai kita yang besar, bukan berarti hal itu tidak mungkin terjadi lagi meski penjajahan dalan bentuk lain," sebut Hasto.

Sementara itu, Team Leader Pemugar Benteng Wawan Sudarmawan memaparkan bagaimana pihaknya membangun kembali benteng itu dengan tetap menjaga keaslian bangunan.

Berdasarkan catatan sejarah, pada 1825, Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada 1845.

Benteng ini sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi sehingga terlihat dari luar terpendam.

 


Edukasi Sejarah Bisa Gerakkan Roda Perekonomian

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berkunjung ke benteng Van den Bosch, Ngawi. (Foto: Liputan6/Delvira)

Di satu sudut, Wawan menjelaskan pohon yang sudah tua tetap dipertahankan dan ditopang dengan bata sehingga keasliannya terjaga dan memberi keunikan tersendiri.

"Ada dua pohon tua yang kami pertahankan," jelas Wawan sambil mengatakan ditargetkan akhir tahun 2022 proyek yang dikerjakan ini dapat diselesaikan.

Menutup peninjauan, Hasto dan rombongan pun berfoto bersama. Di saat yang sama, sejumlah warga juga menyempatkan diri berkunjung dan mengabadikan momen di benteng ini.

"Semoga benteng ini akan menjadi destinasi wisata edukasi sejarah yang bermanfaat sekaligus menggerakkan roda perekonomian bagi warga sekitar," pungkas Hasto.


Temui Asosiasi Kepala Desa, Hasto Tegaskan Komitmen PDIP pada Desa

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menghadiri undangan dari Silaturahmi Nasional Asosiasi Kepala Desa - Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (AKD-PAPDESI). (Dok. PDIP)

Di sisi lain, Sekjen PDIP ini menjelaskan sejumlah poin penting terkait sejarah berdirinya bangsa Indonesia, sebagai pandangan terkait usulan para kepala desa soal perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Hal itu diungkap Hasto dalam pidatonya ketika menghadiri undangan dari Silaturahmi Nasional Asosiasi Kepala Desa - Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (AKD-PAPDESI). Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka usulan perubahan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa.

Hasto mengawali dengan penjelasan saat sidang PPKI pada 18 Agustus 1945. Saat itu ada falsafah menarik tentang hukum dasar. Bahwa ada Undang-undang Dasar (UUD) tertulis, namun ada juga hukum dasar yang tak tertulis. Yakni aturan yang timbul, dihidupi, dan terpelihara dalam penyelenggaraan negara, meskipun tak tertulis.

“Kenapa sebelum tahun 1965 itu jabatan kepala desa seumur hidup? Itu adalah perwujudan falsafah pentingnya kepemimpinan desa berbasis tradisi desa, maka dia jadi hukum dasar dan muncul dalam praktik. Dan hal itu penting dalam bangun stabilitas kepemimpinan desa,” kta Hasto dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).

Hal kedua adalah ideologi Pancasila. Ketika Bung Karno menyampaikan falsafah dasar Indonesia merdeka, digali dari kepribadian bangsa dan dunia. Bung Karno menjelaskan bahwa demokrasi Barat hanya fokus pada politik elektoral atau pemilihan. Dan ini tak sesuai dengan budaya demokrasi di Indonesia.

"Maka oleh Bung Karno, yang kita bangun adalah demokrasi Indonesia. Bukan demokrasi politik semata, tetapi demokrasi yang berkeadilan sosial, bukan menang menangan, bukan menindas. Tak ada diktator mayoritas ataupun tirani minoritas," jelas Hasto.

Infografis Waspada Covid-19 Omicron XBB Sudah Masuk Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya