Liputan6.com, Jakarta - Botox dapat menjadi saingan baru berbagai obat disfungsi ereksi, menurut situs New York Post.
Sebuah penelitian baru menunjukkan suntikan obat anti-kerut itu ke dalam penis memberikan "manfaat jelas" bagi pria yang menderita disfungsi ereksi.
Advertisement
Studi itu dipublikasikan dalam jurnal Urology setelah tim peneliti menganalisis tujuh uji coba terpisah yang dilakukan antara Januari 1990 sampai Juli 2021.
Penelitian ini dipimpin oleh seorang ahli urologi Dr. Rawad Abou Zahr yang menyatakan, uji coba tersebut menunjukkan bahwa botox membantu memperkuat ereksi banyak peserta untuk jangka waktu tiga bulan.
"Adapun untuk durasi manfaat suntikan BoNT-A (Botox), studi di atas menggambarkan manfaat yang jelas dalam tiga bulan pertama pengobatan," katanya.
"Manfaat ini tampaknya menurun hingga periode enam bulan. Hal ini menunjukkan pentingnya rejimen pemeliharaan pada pasien."
Teorinya, Botox—pelemas otot yang biasanya disuntikkan ke wajah—membantu meningkatkan ereksi dengan mengendurkan otot polos pada dinding pembuluh darah di penis.
Tujuh peruji coba yang dilakukan melibatkan total 362 pria. Peserta mendapatkan Botox atau plasebo yang disuntikkan di penis mereka.
Efektivitas diukur menggunakan "skala kekerasan ereksi," yang menilai kekakuan dan kekuatan penis pada skala nol hingga empat.
Nol adalah peringkat terendah (diklasifikasikan sebagai "penis tidak membesar") sedangkan empat adalah peringkat tertinggi ("penis benar-benar keras dan sepenuhnya kaku").
Percobaan pertama menunjukkan bahwa skala yang didapat oleh sekitar setengah dari peserta meningkat, sementara percobaan kedua menunjukkan 40% peserta impoten dapat berhubungan seks setidaknya tiga bulan setelah perawatan.
Namun, sebelum pria impoten bergegas melakukan botox, para peneliti mengatakan lebih banyak uji coba perlu dilakukan. Hal ini karena penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan 362 pria yang digunakan sebagai sampel. Bisa saja ada variabel lain yang muncul dalam penelitian berikutnya.
Faktor Risiko Disfungsi Ereksi
Menurut Institut Kesehatan Nasional (NIH), disfungsi ereksi juga merupakan gejala yang menyertai banyak gangguan dan penyakit.
Faktor risiko langsung disfungsi ereksi menurut situs Johns Hopkins Medicine meliputi:
-Gangguan prostat
-Diabetes tipe 2
-Hipogonadisme dalam hubungannya dengan sejumlah kondisi endokrinologis
-Hipertensi (tekanan darah tinggi)
-Penyakit pembuluh darah dan operasi vaskular
-Kadar kolesterol darah yang tinggi
-Tingkat HDL (high-density lipoprotein) rendah
-Gangguan tidur kronis (apnea tidur obstruktif, insomnia)
-Obat
-Gangguan neurogenik
-Penyakit Peyronie (kondisi di mana timbul jaringan parut fibrotik pada penis yang menyebabkan bentuk penis menjadi bengkok dan terasa nyeri saat ereksi)
-Priapisme (radang penis)
-Depresi
-Konsumsi alkohol
-Kurangnya pengetahuan seksual
-Teknik berhubungan seksual yang buruk
-Hubungan interpersonal yang tidak memadai
-Penyakit kronis, terutama gagal ginjal dan dialisis
-Merokok, yang memperburuk efek faktor risiko lainnya, seperti penyakit pembuluh darah atau hipertensi
Usia tampaknya menjadi faktor risiko tidak langsung yang kuat karena dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan faktor risiko langsung.
Identifikasi dan karakterisasi faktor risiko yang akurat sangat penting untuk pencegahan atau pengobatan disfungsi ereksi.
Advertisement
Perbedaan Disfungsi Ereksi Organik dan Ejakulasi Dini
Disfungsi ereksi organik melibatkan kelainan arteri penis, vena, atau keduanya.
Disfungsi ereksi organik merupakan penyebab paling umum dari disfungsi ereksi, terutama pada pria yang lebih tua. Ketika masalahnya adalah arteri, biasanya disebabkan oleh arteriosklerosis atau pengerasan arteri, meskipun trauma pada arteri mungkin menjadi penyebabnya.
Faktor risiko yang dapat dikontrol untuk arteriosklerosis, seperti kelebihan berat badan, kurang olahraga, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan merokok dapat menyebabkan kegagalan ereksi sering sebelum berkembang mempengaruhi jantung.
Di sisi lain, ejakulasi dini adalah disfungsi seksual pria yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi sebelum atau dalam waktu sekitar satu menit penetrasi vagina.
Atau, ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi pada semua atau hampir semua penetrasi vagina; dan dampak negatif yang muncul seperti stres, frustrasi, dan/atau menghindari aktivitas seksual.
Ejakulasi dini terbagi menjadi dua kategori yaitu gangguan ejakulasi primer dan gangguan ejakulasi sekunder
Gejala Disfungsi Ereksi
Menurut situs Mayo Clinic, gejala disfungsi ereksi mungkin termasuk kesulitan ereksi, kesulitan menjaga ereksi, serta berkurangnya hasrat seksual.
Merasa malu tentang masalah kesehatan seksual dapat mencegah banyak pria mencari perhatian medis yang mereka butuhkan, yang dapat menunda diagnosis dan pengobatan kondisi mendasar yang lebih serius. Oleh karena itu, kunjungi dokter keluargai ketika Anda memiliki masalah ereksi.
Menurut situs Johns Hopkins Medicine, temui dokter jika:
-Anda memiliki kekhawatiran tentang ereksi atau mengalami masalah seksual lainnya seperti ejakulasi dini atau tertunda
-Anda memiliki diabetes, penyakit jantung atau kondisi kesehatan lain yang diketahui yang mungkin terkait dengan disfungsi ereksi
-Ada gejala lain yang menyertai disfungsi ereksi.
Sementara perawatan yang akan diberikan untuk menangani disfungsi ereksi akan ditentukan oleh dokter Anda berdasarkan:
-Usia
-Kesehatan dan riwayat medis
-Toleransi Anda terhadap obat, prosedur, atau terapi tertentu
-Harapan tentang penyakit
-Pendapat atau preferensi Anda.
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement