Soal Sejarah Gelar Pahlawan Soekarno, Jokowi: TAP MPRS 33/MPRS/1967 Sudah Dicabut

Jokowi menambahkan, bakti Bung Karno sudah tidak perlu diragunkan terhadap Ibu Pertiwi. Khususnya, saat membangun kedaulatan bangsa.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 07 Nov 2022, 14:12 WIB
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) melihat-lihat foto Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11/2019). Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 6 tokoh yang dianggap berjasa untuk Indonesia. (Foto: Lukas-Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluruskan soal gelar pahlawan terhadap Ir. Soekarno. Menurut Jokowi, perlu ada penegasan terutama terkait MPRS No.33/MPRS/1967 yang telah dicabut dan sudah bersifat final.

“Perlu kami tegaskan bahwa ketetapan MPR No.1/MPR/2003 menyatakan bahwa TAP MPRS No.33/MPRS/1967 sebagai kelompok ketetapan MPRS yang dinyatakan tidak berlaku lagi dan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final telah dicabut mau pun telah dilaksanakan,” kata Jokowi saat jumpa pers daring, Senin (7/11/2022).

“Artinya, Ir Soekarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan,” tegas kepala negara.

Jokowi menjelaskan, pada tahun 1986 pemerintah telah menganugerahkan pahlawan proklamator kepada Ir. Soekarno dan pada tahun 2012 pemerintah juga telah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden pertama RI tersebut.

“Kedua hal itu menjadi bukti pengakuan dan penghormatan negara atas kesetiaan atas jasa Bung Karno terhadap bangsa dan negara,” yakin kepala negara.

Jokowi menambahkan, bakti Bung Karno sudah tidak perlu diragunkan terhadap Ibu Pertiwi. Khususnya, saat membangun kedaulatan bangsa.

“Bung Karno pejuang dan proklamator kemerdekaan, maupun (sebagai) kepala negara di saat bangsa Indonesia sedang berjuang membangun persatuan dan kedaultan negara,” Jokowi memungkasi.


Jokowi Anugerahkan Gelar Pahlawan

Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia. Adapun lima tokoh dipilih berdasarkan usulan masyarakat dan telah melalui sejumlah proses seleksi.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Kamis (3/11/2022).

Enam+01:11VIDEO: Diduga Orderan Dibatalkan, Ojol Tendang Penumpang Wanita "Hari ini Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan. Memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar pahlawan nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfud dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Kamis.

Pertama, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum DR dr H R. Soeharto dari Jawa Tengah yang dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Bahkan setelah kemerdekaan, almarhum DR dr H R Soeharto ikut serta dalam pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.

"Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," ungkap Mahfud.

Kedua, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum KGPAA Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam dari tahun 1937-1989.

Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum KGPAA Paku Alam VIII antara lain bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi utuh hingga saat ini.

"Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946," tutur Mahfud.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya