HEADLINE: Indonesia Sumbang Kasus COVID-19 Terbanyak di Asia Tenggara, Penanganan dan Upaya Redam?

Terjadi peningkatan kasus COVID-19 seiring masuknya subvarian Omicron bernama XBB.

oleh Dyah Puspita WisnuwardaniBenedikta DesideriaAde Nasihudin Al AnsoriDiviya Agatha diperbarui 08 Nov 2022, 00:00 WIB
Petugas Puskesmas Taman Sari melakukan skrining Covid-19 dengan swab tes dan PCR di pusat perniagaan Glodok, Jakarta. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Subvarian baru virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19--XBB--terdeteksi di Indonesia. Setelah sebelumnya anakan atau salah satu hasil mutasi varian Omicron itu membuat negara tetangga, Singapura, nyaris kewalahan. Subvarian XBB membuat kasus COVID-19 harian di Singapura melonjak dan jumlah rawat inap pun naik drastis.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat hingga 4 November 2022, setidaknya sudah 12 orang warga negara Indonesia terinfeksi oleh subvarian XBB. Diketahui dua kasus berasal dari perjalanan luar negeri, sementara 10 kasus lainnya merupakan transmisi lokal.

Seiring dengan temuan kasus subvarian XBB, kasus harian COVID-19 di Tanah Air pun merangkak naik sejak pertengahan Oktober 2022. Selama beberapa hari berturut-turut, kasus COVID-19 selalu melewati angka 4.000. Bahkan, sempat melebihi 5.000 kasus per hari.

Jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 6.000 hingga lebih dari 9.000 kasus per hari karena subvarian XBB, kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia memang terbilang lebih sedikit. Meski demikian, berdasarkan COVID-19 Weekly Epidemiological Update Edition 116, Indonesia menjadi negara dengan kasus baru dan kematian terbanyak di Asia Tenggara selama 24-30 Oktober 2022.

Dalam pekan itu, dilaporkan lebih dari 34 ribu kasus baru muncul di wilayah Asia Tenggara. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan kasus di Asia Tenggara sebanyak 3 persen dari pekan sebelumnya. Namun, terjadi peningkatan 20 persen kasus di salah satu negara di wilayah tersebut, yakni Indonesia.

Pada pekan terakhir Oktober 2022 itu, Indonesia melaporkan 19.661 kasus baru atau 7,2 kasus baru per 100.000 penduduk, bertambah 40 persen dari pekan sebelumnya. Sedangkan angka kematian terkait COVID-19 di Asia Tenggara meningkat 13 persen dari pekan sebelumnya. Ada lebih dari 200 kematian baru dengan 168 di antaranya dilaporkan dari Indonesia.

Dengan adanya 168 kematian baru di Indonesia selama 24-30 Oktober di Indonesia, artinya angka tersebut meningkat 45 persen dari pekan sebelumnya.

Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa jika merujuk pada teori, maka umumnya kenaikan kasus COVID-19 harian memang akan terjadi setelah munculnya varian baru.

"Apabila terjadi lonjakan kasus, itu biasanya dikaitkan dengan adanya subvarian baru," ujar Syahril dalam konferensi pers pada Rabu, 26 Oktober 2022.

"Kita Kementerian Kesehatan sudah bergerak untuk melakukan whole genome sequencing pada kasus-kasus, terutama yang di rumah sakit untuk melihat apakah memang subvarian XBB ini sudah mendominasi atau belum," tambahnya.

Syahril menjelaskan, jika memang tidak ada lonjakan akibat XBB, biasanya penambahan kasus disebabkan oleh banyaknya testing yang dilakukan. Mengingat semakin banyak testing yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula penemuan kasus.

Dalam kesempatan berbeda, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan bahwa kenaikan kasus COVID-19 sepekan terakhir disinyalir berkaitan dengan XBB.

“Kalau adanya kenaikan kasus yang terjadi di berbagai negara ini memang berkaitan dengan XBB, jadi disinyalir tren kenaikan kasus yang terjadi di Indonesia juga berkaitan dengan varian XBB yang sudah ditemukan di sini,” kara Reisa dalam Siaran Sehat bersama Radio Kesehatan pada Senin (7/11/2022).


Angka Kematian Indikasi Keparahan Situasi

Infografis Indonesia Sumbang Kasus Covid-19 Terbanyak di Asia Tenggara (Liputan6.com/Abdillah)

Menyoal peningkatan angka kematian harian terkait COVID-19 di Indonesia, dalam tiga hari berturut-turut melebihi 30 per hari. Total angka kematian sejak 31 Oktober - 2 November 2022 mencapai 98 jiwa.

Mengenai hal tersebut, Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia sekaligus Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman mengungkapkan sebenarnya angka kematian merupakan indikasi keparahan situasi.

"Ini situasi yang semakin mengkhawatirkan, karena dengan modal imunitas yang jauh lebih baik dibandingkan ketika Delta atau bahkan Omicron. Tentu ini harus menjadi kewaspadaan bersama," ujar Dicky pada Health Liputan6.com, Kamis (3/11/2022).

"Kematian menunjukkan indikasi adanya keparahan dari satu situasi. Kali ini yang kita hadapi ini adalah XBB. Kemungkinan besar dalam dugaan saya, kasus-kasus ini adalah kasus XBB."

Menurut Dicky, varian XBB datang di tengah cakupan vaksinasi booster yang masih terbatas dan jauh lebih rendah daripada Singapura. Terlebih, varian ini punya kemampuan menerobos imunitas tubuh manusia (immune escape).

Lebih lanjut Dicky mengungkapkan bahwa angka kematian yang dilaporkan kemungkinan jumlahnya lebih kecil daripada apa yang terjadi sebenarnya. Sehingga penting untuk menjadikan kondisi saat ini sebagai bentuk kewaspadaan.

"Jadi bila bicara pada konteks saat ini, satu kematian kalau dulu mewakili beberapa ratus infeksi, sekarang ini bisa mewakili katakanlah seribu atau 500 infeksi yang ada di masyarakat," kata Dicky.

"Artinya ini yang kita temukan atau pemerintah temukan itu jauh lebih kecil. Jadi ini yang harus jadi kewaspadaan," tambahnya.

Dicky menjelaskan, berkaca pada Singapura yang angka kematiannya kecil, sebenarnya kasus infeksi yang terjadi lebih banyak. Hanya saja mungkin kematiannya tidak terdeteksi yang paling aktualnya di masyarakat.

Data di Singapura sendiri menunjukkan bahwa penambahan kasus per 2 November 2022 sebanyak 4.086 jiwa. Sedangkan yang meninggal dunia hanya 2 orang. Tak hanya itu, menurut Dicky, hal ini juga bisa menggambarkan sistem kesehatan yang lemah.

"Kedua bila dalam sistem kita, menggambarkan lemahnya sistem kesehatan kita. Sedikit sekali perbaikannya dari sejak mengawali pandemi ini," ujar Dicky.

 


Reinfeksi dan Kelompok Rentan

Infografis Warning Puncak Gelombang Varian Baru Covid-19 Terjadi 1-2 Bulan ke Depan (Liputan6.com/Abdillah)

Seperti varian-varian sebelumnya, kemunculan subvarian XBB juga mengancam kelompok rentan seperti para lanjut usia (lansia) dan orang dengan komorbid. Kelompok tersebut berisiko tinggi menjalani perawatan jika terinfeksi.

Disampaikan Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan, kelompok lansia memang memiliki risiko tinggi jika terpapar COVID-19, termasuk subvarian XBB.

“Orang-orang lansia, itu yang berisiko tinggi. Risiko mereka dirawat kalau terinfeksi itu besar bahkan ada risiko meninggal juga,” ujar Erlina dalam konferensi pers virtual Kamis (3/11/2022).

Tak dimungkiri bahwa COVID-19 memang bisa menginfeksi siapa saja, termasuk orang muda.

Pada kasus XBB di Singapura, kelompok usia muda juga banyak yang dilaporkan terinfeksi. Meski demikian, yang kemudian menjalani perawatan di rumah sakit adalah kelompok lansia.

“Di Singapura, XBB banyak menyerang kelompok usia muda 20 hingga 39 tahun. Namun, yang dirawat adalah orang-orang dari kelompok usia di atas 70 tahun atau lanjut usia.

“Jadi yang muda-muda walaupun banyak terserang dengan XBB, tapi mereka lebih aman dan tidak perlu perawatan. Yang dirawat adalah yang di atas 70 tahun karena mungkin memang imunitasnya turun atau juga banyak komorbid.”

Secara umum kasusnya ringan, tapi jika menyerang lansia maka perawatan di rumah sakit akan diperlukan, tambahnya. Terutama bagi individu yag memiliki komorbid dan belum divaksinasi.

“Orang tua, apalagi ada komorbid, apalagi belum divaksinasi, walaupun ringan sebaiknya dirawat kalau menurut saya. Jangan isolasi mandiri di rumah, tapi bawalah ke rumah sakit untuk dirawat. Kalaupun staminanya masih bagus, kalau bergejala sebaiknya minum obat antivirus.”

Selain kelompok rentan, hal lain yang juga perlu mendapat perhatian yakni kasus reinfeksi COVID-19 atau infeksi yang dialami lebih dari dua kali, termasuk pada mereka yang berusia lebih muda.

"Sebagian masyarakat yang saat ini meskipun usia relatif muda, ketika dia sudah lebih dua kali terinfeksi subvarian sebelumnya, itu lebih rawan. Dia posisinya bisa sama seperti posisi lansia dan komorbid," kata Dicky.

"Karena apa? Karena orang yang berkali-kali terinfeksi ini menurun daya tahan tubuhnya. Itu riset menunjukkan itu. Jadi potensi adanya peningkatan kasus kematian menjadi lebih tinggi ketika modal imunitas dengan upaya vaksinasi booster terlambat dilakukan," tambahnya.

Belum lagi, menurut Dicky, upaya deteksi dini COVID-19 pun masih lemah dilakukan. Serta, adanya penurunan kedisiplinan pada protokol kesehatan seperti 5M.

"Jadi ini PR besar, tantangan besar meskipun tentu tidak akan menyamai seperti Delta. Tapi sekali lagi, kerawanan ini relatif jauh lebih tinggi ketika kedatangan bahkan Omicron awal, BA.1 dan BA.2," ujar Dicky.


Terapkan Protokol Kesehatan

Infografis Upaya Ngerem Kasus Covid-19 yang Ngegas Lagi (Liputan6.com/Abdillah)

Erlina Burhan berpendapat, lonjakan kasus COVID-19 kemungkinan terjadi karena protokol kesehatan yang longgar sedangkan acara-acara tatap muka atau offline mulai banyak.

“Kenapa kasusnya meningkat? Bisa jadi satu karena kita makin longgar (protokol kesehatan), kedua kita lupa mengawasi atau melindungi orang-orang berisiko tinggi seperti lanjut usia (lansia) dan komorbid. Jadi mungkin karena belakangan kasus menurun, jadi lupa melindungi mereka,” kata Erlina dalam konferensi pers daring, Kamis (3/11/2022).

Di sisi lain, aktivitas kehidupan sudah nyaris normal, lanjut Erlina. Hal ini juga diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya lonjakan kasus COVID-19.

“Orang sudah berkumpul beramai-ramai, kegiatan rapat, kegiatan offline di mana-mana, acara-acara gathering di mana-mana dan lupa dengan protokol kesehatan.”

Erlina mengatakan, masyarakat boleh beraktivitas dengan tetap menjaga protokol kesehatan. Bila bergejala, periksakan diri agar status penyakit bisa diketahui sehingga bisa menentukan sikap untuk saling melindungi.

“Masyarakat dengan komorbid agar berhati hati, terutama bila berinteraksi dengan banyak orang di keramaian, segera menjalani vaksinasi booster, dan terapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) dalam keseharian,” katanya.

Pesan atau rekomendasi juga diberikan kepada pemerintah dan tenaga kesehatan (nakes). Bagi pemerintah, IDI merekomendasikan hal-hal berikut:

- Antisipasi tendensi kenaikan kasus, terutama menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru)

- Meningkatkan cakupan vaksinasi booster

- Memperbaiki distribusi atau logistik untuk obat dan vaksin

- Menggalakkan program PHBS.

Sedangkan untuk nakes, rekomendasinya adalah:

- Lakukan edukasi yang terus menerus tentang pencegahan COVID-19

- Menjaga Kesehatan pribadi agar tidak terinfeksi COVID-19 agar tetap bisa memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana biasanya.

Dalam kesempatan berbeda, Jubir Syahril meminta masyarakat untuk menegakkan protokol kesehatan, mengurangi aktivitas di kerumunan dan melaksanakan vaksinasi, sebagai bagian di dalam perlindungan pencegahan dan pengendalian COVID-19. Terlebih dengan ditemukannya subvarian XBB di Indonesia. 


Penguatan dari Hulu ke Hilir

Diakui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Siti Nadia Tarmizi, XBB adalah anak dari varian Omicron yang memang memiliki kemampuan penularan tinggi.

Ia pun menjelaskan upaya-upaya dalam menyikapi penyebaran XBB ini. Dengan adanya, subvarian ini maka testing, tracing, dan treatment (3T) serta vaksinasi masih penting dilakukan.

“Nah untuk mengantisipasi lonjakan kasus, pemerintah terus menguatkan upaya-upaya dari hulu ke hilir,” kata Nadia dalam Siaran Sehat bersama Radio Kesehatan pada Senin (7/11/2022).

Upaya dari hulu yakni protokol kesehatan salah satunya penggunaan masker yang saat ini terlihat mulai longgar. Tak lupa pula hindari kerumunan yang padat dan lakukan tes.

Sementara itu, upaya hilir yang dimaksud Nadia adalah menyiapkan rumah sakit serta obat untuk pasien COVID-19

“Tapi di hilir kami juga siapkan rumah sakit, pengobatan, dan tentunya fasilitas yang dibutuhkan. Jangan lupa segera vaksinasi terutama untuk booster ketiga karena itu jadi pelindung kita,” ujar Nadia.

Kesiapan pemerintah dalam menghadapi kemungkinan lonjakan kasus dengan menyiapkan obat-obatan serta alat kesehatan guna menunjang perawatan pasien COVID-19 juga telah dinyatakan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dr. dra. Lucia Rizka Andalusia, M.Pharm, Apt.

"Kita antisipasi. Obat-obatan, vaksin, rumah sakit, alat kesehatan, kita semua siapkan semua," jelas Lucia Rizka dalam acara pembukaan pameran Hari Kesehatan Nasional pada Kamis (03/11/2022).

Lucia juga menyatakan bahwa pemerintah terus memantau tren kasus COVID-19, terlebih bila ada lonjakan. Di saat ada penambahan kasus secara signifikan seperti saat ini pemerintah termasuk Kementerian Kesehatan melakukan pertemuan setiap hari guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Kita ada weekly meeting COVID, ya. Tapi dulu waktu lagi tinggi-tingginya daily meeting, sekarang mau daily meeting lagi. Mengantisipasi, ya," ujar Lucia.


Pembaruan Telemedisin

Kemenkes menyediakan layanan konsultasi dan obat gratis lewat 11 platform telemedicine, salah satunya Halodoc. Yuk Simak panduannya. (FOTO: Unsplash.com/Christina Victoria Craft).

Layanan telemedisin bagai pasien COVID-19, kata Nadia, pun telah turut diperbaharui.

“Yang berbeda, telemedisin saat ini obatnya bisa diambil langsung oleh saudara pasien atau keluarga pasien di apotek kimia terdekat. Jadi kalau kita positif, kita akan mendapatkan WA dari Kemenkes di nomor 081110500567.”

“Sayangnya saat ini banyak yang enggak merespons WA tersebut mungkin karena gejalanya ringan seperti batuk pilek jadi mengira dengan istirahat pun bisa sembuh sendiri.”

Padahal, telemedisin ini sangat bermanfaat karena pasien akan mendapatkan pengawasan dan obat gratis untuk orang yang isolasi mandiri. Masyarakat juga tak perlu ragu jika mendapat pesan dari Kemenkes karena yang resmi ada centang hijaunya.

Pasien yang sudah terdaftar dapat melakukan konsultasi secara daring dari layanan telemedisin dan mendapat paket obat sesuai dengan kondisi status COVID-nya.

Sebelum pembaruan telemedisin, untuk mendapatkan obat gratis pasien akan diarahkan mengisi formulir pemesanan yang ada pada menu pesan obat. Kemudian, mengunggah resep digital yang dikeluarkan platform telemedisin disertai kartu tanda penduduk (KTP) dan alamat pengiriman. Pasien juga akan memberikan persetujuan terkait ketentuan paket obat.

“Itu yang kemarin ya, sekarang fitur barunya bisa memilih jasa pengiriman ataupun bisa mengambil langsung ke apotek Kimia Farma. Dan tentunya akan ada kode paket yang dikirimkan kembali ke WA agar keluarga pasien bisa mengambil obat dari apotek Kimia Farma terdekat.”

“Jadi jangan lupa bahwa ada layanan telemedisin dan pemerintah juga sudah menyiapkan hal-hal termasuk kesiapan layanan kesehatan.”


Vaksinasi Masih Diperlukan

Selain penerapan protokol kesehatan, vaksinasi COVI-19 hingga saat ini masih menjadi strategi dalam menghadapi COVID-19. Namun, seperti telah disinggung sebelumnya, capaian vaksinasi booster atau penguat di Indonesia masih rendah.

Tercatat, capaian vaksinasi booster atau ketiga di Indonesia baru mencapai 27,62 persen dari target 50 persen. Sementara Capaian vaksinasi pertama sebanyak 87 persen dan vaksinas dosis kedua sebesar 73 persen.

Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr Iwan Ariawan mengungkapkan bahwa untuk lepas status pandemi COVID-19, masyarakat perlu tetap berusaha lewat melakukan vaksinasi dan menaati protokol kesehatan (prokes) yang berlaku.

Menurut Iwan, jikalau masyarakat tetap malas-malasan untuk melakukan vaksinasi dan lalai protokol kesehatannya, maka Indonesia kemungkinan tidak dapat melangkah keluar dari kedaruratan pandemi COVID-19. Padahal, Indonesia sudah punya rencana untuk itu.

"Pandemi ini belum berakhir. Kan sayang, sedikit lagi bisa kita akhiri. Cuma ya kalau kita malas-malasan, terus prokesnya berantakan, cakupan vaksinasinya stagnan, ya kita di sini-sini terus atau semakin jelek," ujar Iwan dalam media briefing SIAP Lanjutkan Prokesnya, SIAP Lengkapi Vaksinasinya, Senin (7/11/2022).

"Sayang kalau kita tidak teruskan supaya keinginan kita bersama, supaya tahun depan ini sudah berakhir, sudah dinyatakan kedaruratannya berakhir."

Sebelumnya, Iwan mengungkapkan bahwa sebenarnya kondisi di Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya pada gelombang Delta. Namun karena itulah, kesadaran masyarakat untuk vaksinasi COVID-19 ikut menurun.

"Tapi karena kita lebih baik, masyarakat dalam hal vaksinasi merasa kurang terlalu perlu, karena enggak ada fear factor-nya," kata Iwan.

Iwan mengungkapkan bahwa manfaat yang diberikan dari vaksinasi COVID-19 terutama untuk mencegah adanya keparahan hingga kematian tetap sama. Artinya, masih akan tetap efektif meskipun dihadapkan dengan varian baru seperti XBB.

"Jadi manfaat vaksin untuk mencegah keparahan dan kematian masih sama. Vaksin masih tetap sangat berguna," kata Iwan.

"Apakah booster sudah cukup? Nah, kalau varian ini masih tetap varian Omicron, itu sampai saat ini menunjukkan vaksinasi booster itu cukup untuk kita mencegah terjadinya perburukan maupun kematian," tambahnya.

Selanjutnya, Iwan mengungkapkan bahwa jikalau ingin mempercepat vaksinasi, maka harus mendorong masyarakat untuk mau divaksin lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi dan memberikan informasi soal manfaat vaksin.

"Karena masyarakat banyak yang enggak tahu. Buat apa divaksin, teman saya divaksin kena COVID-19 kena juga. Betul, yang sudah divaksin bisa terinfeksi COVID-19, cuma perlindungan vaksin sangat besar supaya kita tidak menjadi parah atau meninggal," kata Iwan.

Selain itu, dari segi logistik, ketersediaan vaksin COVID-19 pun harus dipenuhi. Iwan menjelaskan bahwa kemarin Indonesia sempat mengalami kendala dari segi stok vaksin. Namun kini kendala itu sudah tertangani.

"Mungkin diperlukan juga strategi untuk kelompok prioritas. Strategi untuk jemput bola. Seperti lansia, kalau kita tunggu datang, mungkin mereka terkendala untuk datang ke tempatnya. Jadi harus didatangi ke rumahnya," ujar Iwan.


Pemerataan Vaksinasi

Petugas medis yang bertugas sebagai vaksinator memvaksin tenaga kesehatan (Nakes) Siloam Hospitals, Tangerang, Rabu (11/8/2021). Vaksin Moderna dosis ketiga yang diterima nakes bertujuan untuk mencegah penularan Covid-19 sebagai garda depan dalam penanganan pandemi. (Liputan6.com/HO/Firdi)

Hingga saat ini, pemerintah terus memperhatikan pemerataan vaksin di berbagai daerah untuk memastikan stok yang dimiliki cukup.

Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Prima Yosephine, MKM menuturkan, penanganan pemerataan stok vaksin COVID-19 dilakukan dengan melakukan realokasi dari daerah-daerah yang masih memiliki banyak stok vaksin (untuk lebih dari 14 hari) ke daerah dengan stok vaksin minim (kurang dari 7 hari).

"Kita lakukan pendekatan dan mereka mau. Kemudian kita realokasikan vaksin yang ada di mereka ke daerah-daerah yang stok vaksinnya minim," ujar Prima dalam talkshow “Pemerataan Vaksinasi, Kunci Menuju Endemi" pada Senin (7/11/2022).

Beberapa waktu lalu, Indonesia diketahui telah mendapatkan 5 juta dosis vaksin Pfizer yang sebagian sudah didistribusikan ke provinsi yang telah mengajukan permintaan kebutuhan vaksin.

Prima mengatakan, daerah yang merasa membutuhkan stok vaksin harus menghubungi pusat untuk mengajukan permintaan. Sementara daerah yang tidak mengajukan permintaan dianggap memiliki stok yang memadai.

"Saat ini kami tidak lagi mengirimkan tanpa permintaan dari daerah," ujar Prima.

Hal ini dilakukan sebagai strategi mencegah vaksin kedaluwarsa sebelum digunakan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya