Liputan6.com, Jakarta Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa menegur dengan bahasa sentilan kepada salah satu tim kuasa hukum terdakwa Kuat Maruf yang malah ragukan kapabilitas dari saksi hanya karena memakai anting saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022).
Sentilan dari hakim itu, bermula saat Viktor Kamang selaku perwakilan dari perusahaan telekomunikasi Legal Counsel PT. XL AXIATA, dihadirkan sebagai saksi dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J untuk terdakwa Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf.
"Saya ke yang XL ini. Mas benar dari saudara Legal XL?" tanya salah satu kuasa hukum.
"Benar," jawab Viktor.
Baca Juga
Advertisement
Bukannya mencecar soal kapasitasnya, salah satu tim kuasa hukum Kuat Maruf malah mempersoalkan terkait anting yang dipakai Viktor. Dimana lantas disanggah oleh majelis hakim untuk menyudahi pertanyaannya.
"Apakah di XL diperkenankan menggunakan anting?
"Saudara penasehat hukum hal yang tidak penting tidak perlu ditanyakan," potong Hakim.
Namun, Kuasa Hukum Kuat Maruf berdalih jika pertanyaan itu terucap karena meragukan kapabilitas Viktor soal dirinya sebagai seorang Legal di perusahaan tersebut.
"Maaf yang mulia, saya hanya meragukan kapabilitasnya aja yang mulia," jawab kuasa hukum.
"Artinya yang bersangkutan sudah memperkenalkan dan sudah diperiksa BAP, silakan pertanyakan apa yang ada di keterangannya, tidak penting itu. Silakan," ucap Hakim.
"Hanya itu saja yang saya mau tanyakan yang mulia, saya hanya meragukan kapabilitasnya," jawab kembali kuasa hukum.
Lantas, Viktor membeberkan latar belakang pendidikannya sambil melihat ke arah kuasa hukum Kuat Maruf yang sempat meragukan kapabilitasnya hanya karena memakai anting di telingannya
"Saya S1 Fakultas hukum Universitas Indonesia dan S2 Magister Hukum Universitas Indonesia," ucap Viktor.
"Saya paham mas, saya cuma ragu," kuasa hukum menanggapi.
"Sudah sudah," potong Hakim
Kesaksian Viktor
Dalam sidang, Viktor selaku pihak Provider XL AXIATA, menjelaskan terkait dengan data percakapan pengguna layanan XL. Di mana dalam kasus ini, pihaknya sempat menyerahkan beberapa data panggilan atas permintaan dari penyidik Polri namun, permintaan itu tidak terkait dengan percakapan Ferdy Sambo.
"Yang saya sampaikan hanya ada nomor yang bisa saya cek. Kami sampaikan sistem kami tidak bisa mengecek berdasarkan kueri nama, hanya berdasarkan nomor saja. Kemudian nomor ini saya serahkan ke penyidik," kata Viktor saat sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (7/11).
File itu diserahkan melalui email, sebagaimana surat permintaan pada 2 September dan 21 September. Dimana penyidik meminta data percakapan seluler milik Brigadir J, Putri Candrawathi, Bharada E alias Richard Eliezer, Susi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
"Pertama di 2 September itu meminta nomor handphone yang terdaftar atas nama Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi, Susi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf dan nomor 08788825xxxx," beber dia.
"Itu terakhir nomor siapa?" tanya majelis hakim.
"Kami tidak tahu, dari kami muncul hanya nomor NIK saja, karena ini nomor prabayar sesuai aturan Menkominfo hanya disimpan NIK dan nomornya saja," beber Viktor.
Meski demikian, Viktor tak tahu isi percakapan yang diserahkan ke penyidik kepolisian. Menurut dia, isi dalam percakapan WhatsApp tidak terdeteksi.
"Hanya serahkan utuh?" tanya hakim.
"Ya," jawab Viktor.
"Isinya apa saja?" tanya kembali hakim.
"CDR, call data record. Di situ panggilan masuk, keluar, melalui telepon reguler dan SMS. Di luar itu apabila ada aplikasi pihak ketiga atau WhatsApp call tidak terdeteksi isinya," beber Viktor.
Sekedar informasi jika Viktor adalah sosok perwakilan dari provider yang kala itu sempat diminta penyidik menyerahkan data percakapan Brigadir J, Putri Candrawathi, Bharada E alias Richard Eliezer, Susi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Pemeriksaan terhadap Viktor dilakukan bersama dengan empat saksi lainnya yakni; Officer Security and Tech Compliance Support PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Bimantara Jayadiputro; Petugas Swab di Smart Co Lab, Nevi Afrilia; Petugas Swab di Smart Co Lab, Ishbah Azka Tilawah; dan sopir ambulans, Ahmad Syahrul Ramadhan.
Advertisement
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com