Liputan6.com, Jakarta - Jagad maya dihebohkan dengan video pengakuan mantan anggota Polri bernama Ismail Bolong yang mengakui dirinya menjadi pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.
Yang lebih menghebohkan, Ismail Bolong mengaku telah menyetorkan uang miliaran rupiah hasil dari tambang ilegal tersebut kepada sejumlah petinggi Polri. Bahkan uang panas itu juga disebut mengalir ke kantong Kabareskrim Polri Irjen Agus Andrianto.
"Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin," kata Ismail Bolong dikutip dari video yang beredar.
Baca Juga
Advertisement
Selama berseragam polisi, Ismail diduga ikut bermain dalam bisnis tambang ilegal di bumi Borneo di sekitaran Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli 2020 sampai dengan bulan November 2021 atas inisiatif sendiri.
"Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal ini, tidak ada perintah dari pimpinan. Melainkan atas inisiatif pribadi saya. Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan," katanya.
Dalam pengakuannya, Ismail Bolong memperoleh keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batu bara ilegal mencapai Rp5-10 miliar setiap bulan, terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021.
Setahun lebih mengeruk perut bumi tanpa izin, Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Koordinasi itu diduga untuk membekingi kegiatan ilegal yang dilakukan Ismail dan perusahaan tambang batu bara agar tak tersentuh kasus hukum.
"Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar," ungkap Ismail.
Uang diserahkan langsung ke Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerjanya setiap bulan sejak Januari hingga Agustus 2021. Dalam memuluskan bisnisnya dia juga mengaku menyetorkan uang kepada pejabat reserse Polres Bontang.
“Saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang AKP Asriadi di ruangan beliau," katanya.
Namun rupanya bukan satu video ini saja yang menghebohkan publik. Ismail Bolang kembali muncul di video lain, tetapi berisi klarifikasi dari pernyataan sebelumnya. Di video yang kedua, polisi berpangkat terakhir Aiptu itu menarik pernyataannya soal setoran ke Kabareskrim.
"Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Dan saya pastikan berita itu saya tidak pernah memberi kasih kepada Kabareskrim, apalagi memberi uang, saya tidak kenal," ujar Ismail Bolong dikutip dari video yang beredar, Senin (7/11/2022).
Ismail yang mengaku sudan pensiun dini dari Polri sejak Juli 2022 ini meminta maaf kepada Agus Andrianto atas pernyataan sebelumnya. Video berisi pernyataan Ismail Bolong yang mengaku menyetor uang ke Kabareskrim itu juga sempat viral di media sosial.
Mengaku Diintimidasi Brigjen Hendra Kurniawan
Ismail menyebut, saat memberikan pernyataan itu dirinya berada dalam tekanan. Dia menyeret nama mantan Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan yang kini menjadi terdakwa obstruction of justice kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Saya jelaskan bahwa pada bulan Februari datang anggota Mabes Polri memeriksa saya untuk testimoni kepada Kabareskim dengan penuh tekanan dari Brigjen Hendra. Saya klarifikasi melalui handphone, dengan mengancam akan bawa ke Jakarta kalau enggak melakukan testimoni," kata dia.
Dia menceritakan, kejadian itu terjadi di Polda sejak pukul 22.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB. Namun dia tidak menjelaskan detail waktunya.
"Habis itu saya tidak bisa bicara tetap diintimidasi Brigjen Hendra saat itu. Dan Mabes memutuskan membawa ke salah satu hotel di Balikpapan. Di hotel sudah disodorkan untuk baca itu, ada kertas sudah ditulis tangan oleh Palminal Mabes dan direkam oleh ponsel anggota Mabes Polri," kata dia.
Dia memastikan bahwa dirinya memberikan testiomoni yang akhirnya viral lantaran dalam tekanan dari Brigjen Hendra Kurniawan. Dia menegaskan tak pernah mengenal dan memberikan uang kepada Kabareskrim.
"Saya ditelpon oleh Brigjen Hendra tiga kali melalui hp. 'Kamu harus bikin testimoni' katanya. Saya tidak bisa bicara. Akhirnya pindah di hotel sudah ada kertas untuk membaca isinya itu. Saya mohon maaf kepada Kabareskim atas berita viral sekarang," kata dia.
Dia menyebut, saat itu Brigjen Hendra mengancam jika tidak memberikan testomoni seperti tertulis di kertas akan dibawa ke Mabes Polri. Dia menyebut, setelah memberikan testimoni dirinya menyatakan mundur dari Korps Bhayangkara.
"Setelah kejadian itu, dengan adanya kejadian saat Februari mengintimasi, Pak Hendra, saya mengajukan keluar. Bulan empat saya mengajukan, disetujui bulan Juli. Tanggal 1 disetujui. Jadi sekali lagi saya mohon maaf kepada Kabareskim atas kejadian viral di medsos. Tentu ini semua karena pemberitaan-pemberitaan yang tidak benar. Saya dalam tekanan saat diperiksa Mabes. Terima kasih," kata dia.
Terkait hal ini, Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Pol Yusuf Sutejo menyatakan pihaknya saat ini tengah mendalami video pengakuan Ismail Bolong yang viral tersebut.
"Masih kami dalami ya," kata Yusuf saat dikonfirmasi, Sabtu (5/11/2022).
Dia juga membenarkan bahwa Ismail Bolong merupakan anggota kepolisian yang pernah ditempatkan di Kaltim. Hanya saja, saat ini pihaknya masih mencari tahu soal statusnya.
"Setahu saya dia sudah mengundurkan diri, tapi step-nya sudah keluar atau belum masih kami kroscek," ujarnya.
Polda Kaltim juga tengah mendalami informasi keterlibatan mantan Kasat Reskrim Bontang yang disebut dalam video tersebut. "Terkait video itu masih kami dalami semua," kata Yusuf menandaskan.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli membenarkan bahwa Ismail pernah bertugas di sana. Namun ia menyebut bahwa Ismail sudah keluar atau pensiun dini dari keanggotaan Polri sejak akhir Februari 2022 lalu.
"(Alasan keluar) karena urusan keluarga katanya, tapi kami pastikan dia sudah keluar dari Polri," katanya.
Kasus Beking Tambang Ilegal Diusut Ferdy Sambo Cs
Berdasarkan data yang diperoleh, kasus dugaan penambangan ilegal yang dibekingi anggota Polri dan Pejabat Utama Polda Kalimantan Timur ini sudah diproses oleh Divisi Propam Polri, yakni Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan.
Laporan hasil penyelidikan itu diserahkan Brigjen Hendra kepada Irjen Ferdy Sambo, saat itu menjadi Kepala Divisi Propam Polri pada 18 Maret 2022. Adapun, surat nota dinasnya bernomor: R/ND-137/III/WAS.2.4/ 2022/RoPaminal.
Adapun, kesimpulan hasil penyelidikan tersebut ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).
Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim Polri, karena diduga adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur.
Advertisement
Isu Perang Bintang di Polri Menyeruak
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md turut buka suara terkait viralnya pengakuan Ismail Bolong yang meminta maaf dan mencabut pernyataannya soal isu setoran uang miliaran rupiah dari hasil penambangan batubara ilegal ke Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto.
Mahfud meminta agar persoalan adanya pandangan isu perang bintang di tubuh Korps Bhayangkara harus segera diusut. Hal ini menyusul dugaan isu yang menyebar adanya para perwira tinggi (pati) Polri yang saling membuka 'kartu'.
"Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya," kata Mahfud kepada wartawan, Minggu (6/11/2022).
Mahfud menyinggung perang bintang ini setelah beredar video pengakuan Ismail mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur. Video itu dibuat setelah ramai pernyataannya turut menyetor uang ke Kabareskrim sebesar Rp 6 miliar.
"Terkait video Ismail Bolong bahwa dirinya pernah menyetor uang miliaran rupiah kepada Kabareskrim, maka setelah diributkan Ismail Bolong meralat dan mengklarifikasi," ujar Mahfud.
Video yang dibuat dari informasi yang diterima Mahfud, bahwa ada tekanan dari mantan Karopaminal Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan. Pernyataan pertama soal setoran ke Kabareskrim telah dibantah sendiri oleh Ismail.
"Sudah dibantah sendiri oleh Ismail Bolong. Katanya sih waktu membuatnya Februari 2022 atas tekanan Hendra Kurniawan. Kemudian Juni dia minta pensiun dini dan dinyatakan pensiun per 1 Juli 2022," kata Mahfud Md.
Klarifikasi Ismail Justru Bisa Jadi Pembenar Video Pertama
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, video klarifikasi Ismail Bolong tersebut justru bisa jadi pembenar video pertama yang menyebut adanya dugaan keterlibatan Kabareskrim.
"Klarifikasi Ismail Bolong di video kedua itu malah jadi pembenar video pertama. Bahwa video pertama itu memang dibuat Divpropam Mabes Polri. Dan tidak ada pemeriksaan lanjutan pada Ismail Bolong. Karena ada atensi Kabareskrim, sehingga Ismail bebas dari pidana illegal mining bahkan bisa pensiun dini," ucap Bambang saat dihubungi merdeka.com, Minggu (6/11/2022).
Karena itu, Bambang mendesak agar beredarnya video klarifikasi dan permintaan maaf Ismail Bolong ini harus segera diusut kembali oleh Divisi Propam Polri. Hal ini perlu agar jelas siapa yang memberikan intimidasi kepada Ismail.
"Ismail Bolong dan yang membuat video kedua itu (minta maaf) juga harus diperiksa Div Propam. Karena tidak menutup kemungkinan klarifikasi tersebut juga di bawah intimidasi," katanya.
Berangkat dari kasus Ismail Bolong ini, Bambang menyarankan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera bergerak dan mendalami dugaan keterlibatan anggota Polri dalam kasus tambang ilegal. Hal ini sekaligus untuk mendukung komitmen Kapolri bersih-bersih internal Polri.
"Makanya Kapolri Jenderal Listyo Sigit harus segera melakukan gerak cepat untuk bersih-bersih internalnya, termasuk Bareskrim," ujarnya.
Komisi III Minta Kasus Ismail Bolong Diungkap Secara Transparan
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni meminta Polri membuka secara transparan video pengakuan mantan polisi bernama Ismail Bolong terkait isu setoran uang hasil tambang ilegal ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Menurut Sahroni, pengakuan Ismail Bolong terkait isu setoran uang hasil tambang ilegal ke petinggi Polri ini harus dibuktikan secara terbuka.
“Dengan pengakuan bahwa video itu (Ismail Bolong) atas perintah orang lain dan dipaksa orang lain, lebih baik dibuktikan secara terbuka agar semua pihak mengetahui duduk perkaranya,” kata Sahroni, saat dikonfirmasi, Senin (7/11/2022).
Sahroni mengatakan, semua harus diperiksa dimintai keterangannya untuk membuka tabir kebenaran atas video Ismail Bolong baik versi pertama maupun video bantahannya. Sehingga, nama baik Kabareskrim pun bisa terpulihkan.
“Periksa semua itu lebih baik, agar nama baik Kabareskrim bener-bener dipulihkan untuk tidak menjadi fitnah lagi,” tegasnya.
Sebab, kata Sahroni, Ismail Bolong bisa dilaporkan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah jika pernyataannya itu tidak benar. Menurut dia, informasi yang disampaikan Ismail Bolong dengan dua versi sangat menyedihkan.
“Ini menyedihkan kalau sampai dibuat demikian. Awalnya untuk buat suasana enggak nyaman di publik, psywar. Kalau benar enggak apa-apa. Kalau tidak, nama baik Kabareskrim tercemar. Yang bersangkutan bisa dilaporkan pencemaran nama baik,” ucap Politikus NasDem itu.
Dalam Video, awalnya Ismail Bolong mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah hukum Kalimantan Timur. Keuntungan yang diraupnya sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tiap bulannya.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp5 sampai Rp10 miliar dengan setiap bulannya," kata Ismail Bolong dalam videonya.
Kemudian, Ismail Bolong juga mengklaim sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto yakni memberikan uang sebanyak tiga kali. Pertama, uang disetor bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
“Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau,” lanjut dia.
Sementara Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusut tuntas video Aiptu Ismail Bolong, yang berisi dugaan adanya uang koordinasi kegiatan penambangan batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Menurut dia, kasus ini adalah tantangan bagi Kapolri untuk bersih-bersih internal. “Apapun dan seperti apapun isi video Ismail Bolong, layak untuk ditindaklajuti oleh aparat Kepolisian. Ini menjadi tantangan dan pekerjaan rumah besar yang idealnya bisa diselesaikan oleh Kapolri,” kata Didik pada wartawan, Senin (7/11/2022).
Anggota Fraksi Partai Demokrat ini menyebut, rentetan kaus yang melibatkan Kepolisian belakangan ini termasuk Video Ismail Bolong harus menjadi bukti awal keseriusan Kapolri melakukan pembenahan atau bersih-bersih internal.
“Saatnya Kapolri melakukan deteksi dini terhadap potensi permasalahan akut dan fundamental dalam pembenahan dan perbaikan Polri, agar tidak berulang terus potensi penyimpangan dan a buse of power di tubuh Polri. Perbaikan yang dilakukan harus nyata, utuh, terintegrasi dan berkesinambungan. Tertibkan dan tindak tegas setiap oknum anggota,” jelas dia.
Didik mengatakan, Komisi III DPR sebagai mitra kerja Polri berharap Kapolri segera menindaklanjuti kasus tersebut. Apalagi hal ini menyangkut integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas anggota dan institusi Kepolisian sebagai penegak hukum.
“Jika tidak segera ditindaklanjuti, maka bisa berpotensi menimbulkan spekulasi yang liar yang bisa mempengaruhi soliditas anggota dan pimpinan Polri. Demikian juga bisa berpotensi mengoyak keadilan publik. Idealnya, jika Polri akan melakukan pemeriksaan maka meminta keterangan, klarifikasi dan konfirmasi seluruh pihak yang terkait ya harus dilakukan termasuk konfrontir,” pungkasnya.
Advertisement