KH Ahmad Sanusi, Ulama Keturunan Rasulullah SAW yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Ulama asal Jawa Barat, KH Ahmad Sanusi menjadi salah satu tokoh yang mendapat anugerah gelar pahlawan nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia. Gelar pahlawan nasional ini secara resmi diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Senin (7/11/2022).

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 08 Nov 2022, 08:30 WIB
KH Ahmad Sanusi, ulama Jawa Barat anggota BPUPKI dianugerahi gelar pahlawan nasional.(Foto: si.or.id)

Liputan6.com, Sukabumi - Ulama asal Jawa Barat, KH Ahmad Sanusi menjadi salah satu tokoh yang mendapat anugerah gelar pahlawan nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia. Gelar pahlawan nasional ini secara resmi diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Senin (7/11/2022).

“Hari ini pemerintah, menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada tokoh yang telah memberikan kontribusi besar kepada bangsa dan negara,” tutur Jokowi.

Ada empat tokoh lain yang turut mendapat anugerah gelar pahlawan nasional selain KH Ahmad Sanusi, di antaranya Doktor Dokter HR Soeharto dari Jawa Tengah, KGPAA Paku Alam ke-8 dari DIY, Dokter R Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat, dan Haji Salahudin bin Talabudin dari Maluku Utara.

Kelima tokoh tersebut, termasuk KH Ahmad Sanusi diyakini Jokowi telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, sehingga layak mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah. 

Dari lima tokoh yang baru mendapat gelar pahlawan nasional, Liputan6.com akan mengulas secara khusus tentang sosok KH Ahmad Sanusi yang dikutip dari berbagai sumber.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Ulama Hadis Keturunan Rasulullah SAW

Melansir Jurnal Refleksi yang ditulis oleh dosen Hadis dan Ulumul Hadis STAI Sukabumi, H. Istikhori, KH Ahmad Sanusi merupakan ulama besar di bidang hadis kelahiran Sukabumi pada Jumat, 12 Muharram 1306 H yang bertepatan dengan tanggal 18 September 1888.

KH Ahmad Sanusi merupakan putra dari KH Abdurrahim bin H Yasin (1833-1949 M) bin Nurzan bin Nursalam bin Nyi Raden Candra binti Syekh Haji Abdul Muhyi Pamijahan bin Raden Ageng Tanganziah bin Kentol Sumbirana bin Wira Candera bin Syekh ‘Ainul Yaqīn (Sunan Giri).

Kemudian Sunan Giri bin Isḥāq Ma’ṣūm bin Ibrāhīm al-Ghazalī bin Jamāl al-Dīn Ḥusein bin Aḥmad bin ‘Abd Allāh bin ‘Abd al-Malik bin ‘Alawī bin Muḥammad bin Ṣāḥib al-Mirbaṭ bin ‘Alī Khalīl Qasam bin ‘Alawī bin Muḥammad bin ‘Alawī bin ‘Abd Allāh bin Aḥmad al-Muhājir bin ‘Īsā al-Bisarī bin Muḥammad al-Faqīh bin ‘Alī al- ‘Urayḍī bin Ja’far Ṣādiq bin Muḥammad al-Bāqir bin ‘Alī Zayn al-‘Ābidīn bin Ḥusayn bin Sitī Fāṭimah binti Muḥammad SAW.

Melihat garis nasabnya, bisa dikatakan bahwa KH Ahmad Sanusi merupakan ulama hadis keturunan Rasulullah SAW. Namun, identitasnya ini sering disembunyikan oleh KH Ahmad Sanusi.


Besar di Lingkungan Pesantren

KH Ahmad Sanusi sejak kecil sudah mendalami Islam. Ia sering belajar mengenai Islam kepada ayahnya, KH Abdurrahim. Kemudian ia belajar ke berbagai pesantren untuk mempelajari Islam lebih lanjut. 

Pada tahun 1905 ketika usianya menginjak 17 tahun, KH Ahmad Sanusi belajar agama ke beberapa pesantren di Jawa Barat seperti Cisaat, Sukaraja Sukabumi, Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya. Kemudian ia menikah dan menunaikan ibadah haji pada tahun 1910.

Selama 5 tahun di Makkah, KH Ahmad Sanusi berkunjung ke beberapa ulama nusantara maupun tokoh pergerakan di Kota Makkah. Ia kembali ke Tanah Air pada tahun 1915 dan membantu perjuangan ayahnya mengelola Pesantren Cantayan di Sukabumi.

Pada tahun 1915 juga, KH Ahmad Sanusi bergabung dengan Sarekat Islam (SI) karena dua faktor. Pertama, ketertarikannya dengan SI dan kedua mengikuti jejak para ulama yang telah bermukim di Makkah dan menjadi anggota SI.

Namun, KH Ahmad Sanusi oleh Masyumi dicap pengkhianat, sebab menurut Masyumi, KH Ahmad Sanusi terlalu masuk ke wilayah politik praktis.


Dipenjara 9 Bulan

Di sisi lain, pengikut KH Ahmad Sanusi semakin banyak. Pada tahun 1921, ayahnya menyarankan KH Ahmad Sanusi untuk mendirikan pesantren di wilayah Kampung Genteng Babakan Sirna, Sukabumi. Kemudian ia akrab disapa Ajengan Genteng. 

Dari pesantren tersebut KH Ahmad Sanusi banyak melahirkan murid-murid yang kemudian menjadi ulama besar. Selain memimpin pesantren, KH Ahmad Sanusi juga membentuk majelis taklim di beberapa daerah seperti di Cikukulu, Cipelang Gede Sukabumi, dan Cijengkol Cianjur.

Selama memimpin pesantren dan majelis taklim, KH Ahmad Sanusi telah melahirkan berbagai karya tulisan yang berkaitan dengan keilmuan, upaya memantik semangat juang, dan yang ditujukan untuk menegur para ulama yang menjadi kaki Belanda.

KH Ahmad Sanusi sempat dipenjara oleh Belanda selama 9 bulan. Ia dituduh memobilisasi massa pada momentum perusakan jaringan kawat telepon yang menghubungkan Bogor-Sukabumi-Bandung. Namun hikmahnya, meski dipenjara KH Ahmad Sanusi tetap bisa menuangkan pemikirannya melalui tulisan.


Menjadi Anggota BPUPKI

Telah banyak kontribusi KH Ahmad Sanusi untuk bangsa. Kontribusi nyata lainnya adalah menjadi anggota Badan Usaha Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 

KH Ahmad Sanusi baru menjadi anggota pada sidang kedua BPUPKI. Sidang BPUPKI kedua dilaksanakan pada 10-17 Juli 1945. Di sidang kedua, ulama asal Sukabumi ini menyampaikan pendapatnya tentang Indonesia.

Diketahui bahwa agenda sidang BPUPKI kedua adalah pembahasan mengenai rancangan undang-undang dasar (UUD), bentuk negara, pernyataan merdeka, wilayah negara, dan kewarganegaraan Indonesia.

Ulama kharismatik asal Sukabumi ini wafat pada 15 Syawal 1369 H yang bertepatan dengan tanggal 31 Juli 1950. KH Ahmad Sanusi meninggal di kediamannya Pondok Pesantren Gunungpuyuh Sukabumi, dalam usia 61 tahun, 10 bulan, 22 hari. 

Atas jasanya kepada bangsa, pemerintah menganugerahkan Bintang Maha Putera Utama, pada tanggal 12 Agustus 1992, dan Bintang Maha Putera Adipradana pada tanggal 10 November 2009. Terbaru, pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional untuk KH Ahmad Sanusi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya