Liputan6.com, Jakarta - Direktur Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Adi Mukadi menyebut PT Duta Palma Group tidak wajib membayar Penerimaan Negera Bukan Pajak (PNBP) berupa dana reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
Dia juga menyebut, kelompok perusahaan Duta Palma yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan tidak wajib membayar DR dan PSDH. Menurut dia, DR dan PSDH itu wajib dibayarkan bagi perusahaan yang memanfaatkan hasil hutan.
Baca Juga
Advertisement
Hal tersebut diungkap Adi saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi alih fungsi lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau, dengan terdakwa mantan Bupati Inhu Raja Thamsir Rachman dan Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi alias Apeng.
Awalnya Adi ditanya soal pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT Duta Palma Group. Adi menyebut lantaran legalitasnya belum ada, PT Duta Palma Group belum diwajibkan membayar PNBP berupa DR dan PSDH.
"Ini kan masalahnya legalitasnya belum ada. Sehingga dalam SIPMD (sistem informasi penanaman modal) kami belum ada wajib bayar namanya Duta Palma Group," ujar Adi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).
Ditemui setelah sidang, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menyebut keterangan saksi menegaskan PT Duta Palma tidak wajib membayar dana reboisasi. Juniver juga menegaskan seharusnya kasus Surya Darmadi belum menjadi persoalan hukum, karena masih terdapat batas waktu apabila izin-izinnya belum bisa diselesaikan sampai 2023.
"Pertama, tadi dari KLH menjelaskan bahwa pembayaran SDH reboisasi itu tidak ada kewajiban dari pada Duta Palma. Karena Duta Palma mengusahakan namanya kebun dan bukan memanfaatkan hasil hutan. Jadi ternyata Kejaksaan salah memahami pembayaran SDH IDR itu. Kita tanya tadi, apakah ini untuk perkebunan atau pemanfaatan kayu. Pemanfaatan kayu. Sedangkan sengketa ini adalah membuka lahan perkebunan untuk sawit," kata Juniver.
Juniver mengatakan, dari kesaksian Adi Mukadi juga diperoleh kesimpulan, bahwa persoalan yang menimpa kliennya tak tepat diproses secara pidana. Apalagi, jika merujuk UU Cipta Kerja.
"Sebetulnya tidak ada pelanggaran. Masih ada kewenangan kalau dokumennya tidak lengkap akan dipenuhi dalam waktu tiga tahun sejak 2020, yaitu sesuai UU Cipta Kerja," pungkas Juniver.
Dakwaan Surya Darmadi
Pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 atau Rp 4,79 triliun dan USD7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000 atau Rp 73,92 triliun. Jika dihiting, totalnya adalah Rp 86.547.386.723.891 atau Rp 86,54 triliun.
Dia didakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia didakwa bersama-sama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman.
Jaksa menyebut, Surya Darmadi memperkaya diri sendiri sebesar Rp 7.593.068.204.327 atau Rp 7,59 triliun dan US$ 7.885.857,36.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Raja Thamsir Rachman secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022).
Kerugian keuangan negara diperoleh berdasarkan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.
Sedangkan kerugian perekonomian negara berdasarkan Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tanggal 24 Agustus 2022.
Dalam surat dakwaannya, jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut Surya Darmadi melakukan pertemuan beberapa kali dengan Raja Thamsir. Surya Darmadi meminta agar pembukaan lahan yang telah dilakukannya di area kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu dapat disetujui Raja Thamsir.
Lahan dimaksud diperuntukkan untuk kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit. Perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi yakni, PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberida Subur, dan PT Panca Agro Lestari telah diberikan izin lokasi perkebunan kelapa sawit oleh Raja Thamsir tetapi tidak memiliki izin prinsip.
Sejumlah perusahaan dimaksud juga telah diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit oleh Raja Thamsir meskipun tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
Perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan. Ketiadaan izin pelepasan kawasan hutan meski telah memperoleh IUP membuat negara tidak memperoleh haknya berupa pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan sewa penggunaan kawasan hutan.
Surya Darmadi selaku pemilik sejumlah perusahaan tersebut disinyalir dengan tanpa hak telah melaksanakan usaha perkebunan dalam kawasan hutan yang mengakibatkan kawasan hutan rusak dan perubahan fungsi hutan.
“Terdakwa selaku pemilik PT Banyu Bening Utama tanpa dilengkapi Izin Usaha Perkebunan Budi Daya (IUP-B) dan Izin Usaha Perkebunan Pengolahan (IUP-P) melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit seluas 1.551 hektare dan mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit seluas sembilan hektare,” kata jaksa.
Selain itu, jaksa menyebut perbuatan Surya Darmadi juga menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat. Hal itu karena Surya Darmadi tidak mengikutsertakan petani perkebunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 357/Kpts/HK.350/5/2022 serta tidak membangun kebun untuk masyarakat paling sedikit seluas 20 persen dari total luas area kebun yang diusahakan oleh perusahaan sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 26/Permentan/OT.140/02/2007.
“Sehingga menimbulkan gejolak (konflik sosial) dalam masyarakat,” kata jaksa.
Surya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Kemudian Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Advertisement