Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mewakili Indonesia memberikan pernyataan nasional pada Konferensi Tingkat Tinggi Conference of The Parties 27 (KTT COP27) di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Senin, 7 November 2022. Indonesia menyampaikan tiga poin usulan yang perlu dilakukan secara bersama oleh negara-negara di dunia dalam mengatasi krisis iklim.
Pertama, Wapres menegaskan bahwa KTT COP27 harus menjadi implementasi kesepakatan-kesepakatan yang akan dihasilkan dan yang telah dihasilkan dari KTT terdahulu.
"Satu tahun pasca-Glasgow, belum ada kemajuan global signifikan. Untuk itu, COP27 harus dimanfaatkan tidak hanya untuk majukan ambisi, namun juga implementasi, termasuk pemenuhan dukungan dari negara maju kepada negara berkembang," kata Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Baca Juga
Advertisement
Poin berikutnya adalah proses implementasi kesepakatan hendaknya dilakukan sesuai dengan kapasitas dan keunggulan masing-masing negara. Ia beralasan setiap negara memiliki potensi berbeda dan potensi tersebut bila dimaksimalkan dapat membawa hasil yang terbaik, bahkan dapat membantu negara lain yang memiliki keunggulan berbeda.
"Kita semua harus menjadi bagian dari solusi. Semua negara harus berkontribusi sesuai kapasitas masing-masing, dengan semangat burden-sharing (pembagian beban), bukan burden-shifting (pemindahan beban). Negara yang lebih mampu harus membantu dan memberdayakan negara lainnya," imbuh Wapres.
Ketiga, Wapres pun memaparkan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan Indonesia dalam upaya menurunkan emisi, di antaranya investasi untuk transisi energi, pendanaan untuk aksi iklim, dan meningkatkan target penurunan emisi. Ke depan, Wapres menekankan langkah nyata seperti ini akan terus dilanjutkan, khususnya dalam keketuaan Indonesia pada KTT G20 dan ASEAN 2023.
"Sebagai Presidensi G20, Indonesia terus mendorong pemulihan hijau serta aksi iklim yang kuat dan inklusif. Ke depan, melalui Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia akan terus memberikan perhatian pada penguatan aksi iklim," janji Wapres.
3 Krisis Planet
Wapres juga menyinggung soal tiga krisis planet yang dihadapi dunia saat ini, yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ketiganya saling terkait dan sangat mendesak untuk diatasi.
"Dalam situasi krisis seperti ini tidak ada pilihan lain kecuali bekerja sama. Paradigma kolaborasi harus kita kedepankan," ucap Ma'ruf.
Indonesia, lanjut Walres, telah menyampaikan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) yang memuat peningkatan target penurunan emisi Indonesia menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri, dan 43,20 persen dengan dukungan internasional. Peningkatan target itu, kata dia, diikuti oleh berbagai kebijakan nasional, antara lain perluasan konservasi dan restorasi alam, penerapan pajak karbon, mencapai Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, pengembangan ekosistem kendaraan listrik, serta inisiasi program biodiesel B40.
"Guna memastikan pendanaan transisi energi, Indonesia telah meluncurkan Country Platform for Energy Transition Mechanism," ujarnya.
Namun, Indonesia meminta dukungan internasional yang jelas, khususnya soal penciptaan pasar karbon yang efektif dan berkeadilan, investasi untuk transisi energi, dan pendanaan aksi iklim. "COP27 harus dimanfaatkan tidak hanya untuk majukan ambisi, namun juga implementasi, termasuk pemenuhan dukungan dari negara maju kepada negara berkembang," ia berharap.
Advertisement
Desak Penggandaan Pendanaan
Wapres juga menyampaikan bahwa Indonesia berupaya mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan melalui reboisasi, penanaman kembali, dan pengelolaan ketinggian air lahan gambut, termasuk merestorasi 756ribu hektare kawasan bakau untuk mengatasi krisis iklim. Namun, hal itu menghadapi tantangan besar.
"Terutama dalam menjaga keseimbangan pengurangan emisi dengan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan membangun ketahanan iklim," ungkapnya.
Ia menyebut upaya adaptasi iklim masih harus ditingkatkan, antara lain terhadap tantangan ketahanan pangan, ketahanan ekosistem, ketahanan air, kemandirian energi, kesehatan, permukiman perkotaan dan perdesaan, serta wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Komitmen Indonesia dan negara berkembang lainnya harus didukung oleh komitmen pembiayaan dan transfer teknologi dari negara maju," sebut Wapresnya.
Berkenaan dengan pendanaan aksi iklim, tutur Wapres, Indonesia mendesak negara-negara maju untuk setidaknya menggandakan penyediaan pendanaan iklim kolektif mereka untuk adaptasi iklim di negara-negara berkembang. "Hal ini dapat diperkuat melalui peta jalan yang konkret, termasuk pengaturan pendanaan pada kerugian dan kerusakan yang akan didirikan berdasarkan Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC)," tutur Wapres.
Transisi Energi
Wapres menegaskan bahwa sebagai Presiden G20 2022 dan Ketua ASEAN pada 2023, Indonesia terus mendorong beberapa poin penting kebijakan perubahan iklim dan transisi energi. Salah satunya menghasilkan Bali Compact yang bertujuan untuk mempercepat transisi energi menuju energi bersih yang berkelanjutan.
"Visi kami sebagai negara anggota ASEAN adalah menjadi pemimpin regional dalam mempercepat realisasi aksi iklim pada tataran yang lebih nyata," ujarnya.
Melalui kemitraan bilateral dengan Australia, menurut Wapres, Indonesia ingin memimpin upaya pengurangan emisi dengan mempercepat transisi ke energi terbarukan. "Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Anthony Albanese juga telah menyepakati kemitraan untuk infrastruktur transisi energi dan ketahanan iklim. Melalui inisiatif ini, Indonesia dapat menjadi sumber energi bersih terkemuka di kawasan Asia-Pasifik," ujarnya.
Indonesia, sambung Wapres, juga telah mengusulkan strategi jangka panjang yang mengeksplorasi peluang menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. "Kami juga melakukan berbagai upaya lintas sektor untuk menuju target ini, termasuk percepatan transisi energi terbarukan dan inisiatif untuk mengurangi emisi industri di seluruh sektor dan rantai pasokan," kata dia.
Advertisement