BBM Subsidi di Jakarta Harus Dikendalikan, YLKI Beri 2 Rekomendasi

YLKI memberikan dua rekomendasi kepada pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam hal pengendalian bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Nov 2022, 11:15 WIB
Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, pihaknya memberikan dua rekomendasi kepada pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam hal pengendalian bahan bakar minyak (BBM) subsidi di wilayah DKI Jakarta.

Dia menyebut ada dua konsep operasional, yakni insentif dan disentif. Insentif yang dimaksud adalah Pemprov Jakarta harus mendorong sebanyak mungkin penyediaan transportasi publik massal yang dapat digunakan oleh masyarakat.

Sehingga terjadi migrasi untuk menggunakan angkutan umum yang makin banyak dan tinggi kapasitasnya, seperti Transjakarta, KRL,MRT dan angkutan umum lainnya.

"Pada konteks Jakarta saya kira pengendalian BBM subsidi itu harus diterjemahkan secara operasional dalam arti harus ada insentif dan disinsentif. Karena itu akan berkontribusi untuk menurunkan emisi," ujar Tulus, dalam diskusi publik, Selasa (8/11/2022).

Sementara untuk disintensif, yakni apabila masyarakat masih tidak menggunakan angkutan umum yang sudah disediakan, maka mereka harus menggunakan bahan bakar yang lebih mahal dan lebih berkualitas.

Kendati begitu, dengan menggunakan bahan bakar yang murah maka masyarakat tersebut telah mencemari lingkungan dengan bahan bakar yang digunakan di kendaraan pribadinya.

 


Emisi Jakarta

Pejalan kaki berjalan saat cuaca cerah di Jakarta, Selasa (1/12/2020). Kota Jakarta dengan langit biru menambah keindahan hutan beton. BMKG bahwa kualitas udara Jakarta jadi baik dalam dua minggu ini, Jakarta mengalami hujan dengan intensitas tinggi disertai angin kencang. (merdeka.com/Imam Buhori)

"Jadi untuk warga Jakarta dan untuk Pemprov jakarta harusnya memang sudah menggunakan bahan bakar jauh lebih baik karena tingkat emisi di Jakarta paling tinggi ya, sehingga kalau Jakarta ingin semakin sehat semakin bersih dan nyaman, maka mau tidak mau penggunaan bahan bakar di Jakarta itu harus menggunakan bahan bakar yang berkualitas dan ramah lingkungan," jelas Tulus.

Namun tak bisa dipungkiri, masyarakat masih banyak yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi tetapi mereka harus sadar bahwa telah mencari lingkungan, kata dia.

"Tapi sekarang saya kira sebenarnya sudah sangat andal (transportasi umum). Nah oleh karena itu ini harus ada konsep yang sifatnya insentif dan disinsentif kepada masyarakat," tambahnya.


Kuota BBM Subsidi Ditambah, Rencana Pembatasan BBM Ternyata Masih Lanjut Dibahas

Antrean kendaraan sesaat jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi di SPBU Kawasan Jalan Siliwangi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah resmi menaikkan harga BBM Bersubsidi pada Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Harga BBM Subsidi jenis Pertalite naik dari Rp 7650 ke Rp 10.000,- dan Pertamax dari Rp 12.500 ke Rp 14.500,-(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan pemerintah menambah kuota BBM Subsidi.

Meski ada penambahan kuota BBM subsidi, rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar dipastikan masih akan terus dijalankan pemerintah.

Untuk diketahui, pemerintah telah menambah kuota BBM jenis Pertalite menjadi 29,91 juta KL, dan Solar menjadi 17,83 juta KL hingga akhir tahun. Penambahan ini efektif berlaku mulai 1 Oktober 2022.

Menteri Arifin mengatakan, pembatasan BBM subsidi sejalan dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.

Dipastikan hasil revisi tersebut segera terbit dalam waktu dekat. "Masih, kan harus ada (aturan), segera," kata dia saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan kalau revisi Perpres 191/2014 masih dibahas. Dalam bahasannya ini melibatkan berbagai kementerian.

Mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, hingga Kementerian Keuangan yang berkaitan dengan besaran subsidi dari dana pemerintah.

"Kalau menurut saya itu, kita sudah bahas itu posisinya bukan di Kementerian ESDM, jadi kita koordinasi antar kementerian, nanti harus diselesiakn antar kementerian supaya satu (pemahaman), jadi kondisinya kita masih diskusi antar kementerian," paparnya.

 

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya